Woehehe telaaat bgt ...
Moga2 pada lancar semua yaaa, bisa beribadah dg optimal. Ga kayak saya yg lagi hamil muda ini, bawaanya muaaal terus. Alhasil tilawah keteteran, siang banyakan istirahat or leyeh2 karena lemes. Alhamdulillah, masih bisa puasa terus. Semoga bisa khatam sampai akhir ramadhan. Nah, sedihnya 2 hari ini ustadz Meqly menci-menci, sehari 3 kali. Sempat kepikir apa karena saya puasa, padahal asupan makanan & gizi yang saya makan dibagi ke 3 tempat, saya sendiri, asi tuk ustadz meqly dan janin dalam rahim. Tapi kok baru ngeffek 2 hari ini? yang merupakan hari ke 22 & 23 ramadan? ga dari awal?. Akhirnya konsul gratisan ke dokter keluarga alias abang sendiri alias si mas Udin hehe. Disuruh beli obat sirup kaotin, bubur tempe saring terus kalo perlu susu LLM. Hari ini insyaallah baru kita coba. Semoga ustadz Meqly cepat membaik.
Nah, tapi yang saya maksud di judul atas adalah ujian di akhir ramadan dimana Nabila mulai suka marah2 ketika meminta & menginginkan sesuatu. Mungkin ini effek dari liburan yang lumayan panjang. Jadi ga ada kegiatan sekolah. Nabila mainnya hanya sama 1 anak tetangga. Nah si tetangga ini mo pindahan habis lebaran ini karena mutasi ke Jabar, eh kakak Nabila juga pengen pindah katanya. Marah2, pokoknya harus pindah juga ntar habis lebaran. Singkat cerita, sudah diberi pengertian teteeup aja. Hari selanjutnya, pengen kalung kayak tetangganya itu. Sebenernya saya punya prinsip bahwa tidak semua keinginan harus dipenuhi; dan kedua bahwa tangisan bukan merupakan senjata untuk mendapatkan sesuatu. Tapi mungkin karena Nabila makin rewel aja, akhirnya saya belikan juga, sekalian aja satu set sama cincin yg dari batu-batuan warna merah. Ternyata beda dengan punya anak tetangga, dimana kalungnya warna pink yang satu set dengan baju barunya untuk lebaran. Untungnya, Nabila ga protes, tetep seneng karena mungkin lebih bagus woehehe.
Nah, saking prihatin nya saya liat perkembangan Nabila kahir2 ini yg pengangguran krn ga sekolah shg sering mere-mere, saya search ttg cara penanganan anak yg sedang marah. Lalu saya dapat artikel bagus dari situs ini, nah berikut kutipannya, sekalian menyimak, insyaalllah bermanfaat:
Menghadapi anak marah
Banyak dari kita menghadapi anak yang marah, bahkan kadang sampai mengamuk.
Dulu, saya tidak tahu harus berbuat apa. Sehingga saya SERING sekali melakukan kesalahan yang hingga kini masih saya sesali. Sesudah membuka sekolah dengan anak-anak yang beragam keadaannya dan latar belakang pengasuhan yang beragam pula, kami semua sampai pada beberapa teknik/tip/triks yang ternyata bermanfaat.
1. Pada saat anak marah, jangan beri komentar apapun. Pasang tampang "adiguna sutowo" (he..he..), maksudnya = lempeng aja. Tidak menunjukkan emosi apapun. Kayak kalo lagi main poker, atau main kartu dan ga' boleh ada yang tahu kita pegang kartu apapun gitu..
2. Bila mungkin, sediakan ruangan yang 'aman' bagi anak untuk melampiaskan amarahnya. Di sekolah, kami ada ruangan di sebelah dapur (originally = gudang) yang terang, tidak ada perabotan apapun selain kursi beanbag (kursi dari kulit yang isinya busa). Di rumah sih, saya ga' punya ruangan khusus, tapi saya pakai ruang tidur anak saya aja.
3. Bila anak didiamkan sekitar 5-10 menit makin meraung-raung, memukuli kepala, atau malahan berusaha menyerang, biasanya kami arahkan untuk "pergi ke ruang tenang". Kalau di textbook namanya 'safe area' atau 'safe room'. Atau kalau di rumah, saya perintahkan anak saya begini "Ikhsan mau marah? Pergi ke kamar. Kalau sudah selesai marah, baru boleh keluar".
4. Nha, marah-marah lah mereka disitu sendirian. Bener-bener sendirian dan ga' ada bujukan / amarah / rayuan/ atau whatever lah. Pokoknya ga' dapat kepuasan sama sekali.
5. Kalau sudah reda, baru kita datangi dan kami tanya "sudah marahnya? Ayo keluar". Dan di luar ruangan baru kita tanya 'ada apa', 'marah sama siapa' dsb. Gaya kita bertanya benar-benar lemah lembut seolah "badai katrina" yang tadi itu tidak pernah terjadi. Susah sekali lho.soalnya kita 'kan manusia biasa yang bisa anytime terbawa emosi...
Alhamdulillah, cara seperti ini efektif sekali.
Bahkan anak yang paling "menyeramkan" saat marah-pun, bisa dengan relatif mudah diingatkan untuk masuk ruang tenang dan tinggal disitu sampai ia merasa lebih tenang. Kadang-kadang belum disuruh udah pada masuk sendiri ke ruang tenang. Malahan sesekali tabrakan di dalam! Lha wong yang tadi ngamuk belum selesai udah ada lagi yang mau masuk! (he..he..).
Kunci dari segala-galanya adalah "ignore the bad behavior" dan "give positive attitude toward the positive behavior".
Jangan lupa untuk selalu memberi perhatian (mengajak bicara, mengomentari, bercanda) justru pada saat anak sedang 'tidak melakukan apapun'. Jadi, dia tahu dia dapat perhatian dari kita justru kalau lagi 'manis'..
Cara ini selain saya terapkan pada Ikhsan, juga saya terapkan pada anak-anak di sekolah. Saya jadi seperti kaleng rombeng dan kaset rusak. Anak lagi bengong, baru dateng, atau sedang enak-enak makan, pasti saya datangi dan tegur dengan ucapan-ucapan sederhana seperti 'selamat pagi..' (nada bicaranya seperti iklan ya. selamat pagi, donnaaaaa..), 'halo, bajunya bagus ya.', 'hey, sepatu baru nih?', 'halo, makan apa kok enak betul?'..
Saya setiap baru pulang kerja, biarpun tengah malam atau baru datang dari luar kota sekalipun, pasti mengharuskan diri sendiri untuk menyapa ikhsan dengan "riang gembira" (padahal badan dan pikiran udah nyaris rontoookkkkkk, bo!!).
Banyak dari kita menghadapi anak yang marah, bahkan kadang sampai mengamuk.
Dulu, saya tidak tahu harus berbuat apa. Sehingga saya SERING sekali melakukan kesalahan yang hingga kini masih saya sesali. Sesudah membuka sekolah dengan anak-anak yang beragam keadaannya dan latar belakang pengasuhan yang beragam pula, kami semua sampai pada beberapa teknik/tip/triks yang ternyata bermanfaat.
1. Pada saat anak marah, jangan beri komentar apapun. Pasang tampang "adiguna sutowo" (he..he..), maksudnya = lempeng aja. Tidak menunjukkan emosi apapun. Kayak kalo lagi main poker, atau main kartu dan ga' boleh ada yang tahu kita pegang kartu apapun gitu..
2. Bila mungkin, sediakan ruangan yang 'aman' bagi anak untuk melampiaskan amarahnya. Di sekolah, kami ada ruangan di sebelah dapur (originally = gudang) yang terang, tidak ada perabotan apapun selain kursi beanbag (kursi dari kulit yang isinya busa). Di rumah sih, saya ga' punya ruangan khusus, tapi saya pakai ruang tidur anak saya aja.
3. Bila anak didiamkan sekitar 5-10 menit makin meraung-raung, memukuli kepala, atau malahan berusaha menyerang, biasanya kami arahkan untuk "pergi ke ruang tenang". Kalau di textbook namanya 'safe area' atau 'safe room'. Atau kalau di rumah, saya perintahkan anak saya begini "Ikhsan mau marah? Pergi ke kamar. Kalau sudah selesai marah, baru boleh keluar".
4. Nha, marah-marah lah mereka disitu sendirian. Bener-bener sendirian dan ga' ada bujukan / amarah / rayuan/ atau whatever lah. Pokoknya ga' dapat kepuasan sama sekali.
5. Kalau sudah reda, baru kita datangi dan kami tanya "sudah marahnya? Ayo keluar". Dan di luar ruangan baru kita tanya 'ada apa', 'marah sama siapa' dsb. Gaya kita bertanya benar-benar lemah lembut seolah "badai katrina" yang tadi itu tidak pernah terjadi. Susah sekali lho.soalnya kita 'kan manusia biasa yang bisa anytime terbawa emosi...
Alhamdulillah, cara seperti ini efektif sekali.
Bahkan anak yang paling "menyeramkan" saat marah-pun, bisa dengan relatif mudah diingatkan untuk masuk ruang tenang dan tinggal disitu sampai ia merasa lebih tenang. Kadang-kadang belum disuruh udah pada masuk sendiri ke ruang tenang. Malahan sesekali tabrakan di dalam! Lha wong yang tadi ngamuk belum selesai udah ada lagi yang mau masuk! (he..he..).
Kunci dari segala-galanya adalah "ignore the bad behavior" dan "give positive attitude toward the positive behavior".
Jangan lupa untuk selalu memberi perhatian (mengajak bicara, mengomentari, bercanda) justru pada saat anak sedang 'tidak melakukan apapun'. Jadi, dia tahu dia dapat perhatian dari kita justru kalau lagi 'manis'..
Cara ini selain saya terapkan pada Ikhsan, juga saya terapkan pada anak-anak di sekolah. Saya jadi seperti kaleng rombeng dan kaset rusak. Anak lagi bengong, baru dateng, atau sedang enak-enak makan, pasti saya datangi dan tegur dengan ucapan-ucapan sederhana seperti 'selamat pagi..' (nada bicaranya seperti iklan ya. selamat pagi, donnaaaaa..), 'halo, bajunya bagus ya.', 'hey, sepatu baru nih?', 'halo, makan apa kok enak betul?'..
Saya setiap baru pulang kerja, biarpun tengah malam atau baru datang dari luar kota sekalipun, pasti mengharuskan diri sendiri untuk menyapa ikhsan dengan "riang gembira" (padahal badan dan pikiran udah nyaris rontoookkkkkk, bo!!).