Pages

Saturday, 25 December 2010

Euforia yang Berlebihan


Prestasi tim nasional Indonesia memang patut untuk diberi apresiasi. Mengingat sejarah panjang sepak bola di Indonesia penuh dengan dinamika yang pasang surut. Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah merasakan panggung Piala Dunia tahun 1930 yang lalu di Uruguay ketika masih bernama Hindia Belanda. Namun sejak saat itu, nama besar Indonesia tenggelam hingga medio tahun 1987 ketika menjadi jawara ASEAN untuk pertama kalinya. Naik surut prestasi itu kemudian sampai pada puncaknya ketika berturut-turut masuk final Piala AFF tahun 2000, 2002, dan 2004. Namun, ketika gelar juara selangkah lagi di genggaman tangan pupus ditekuk Thailand dan Singapura. Euforia itu kemudian membumbung tinggi ketika pencapaian Indonesia di tahun 2010 menembus hingga babak final dengan menekuk Malaysia, Laos bahkan raksasa ASEAN Thailand pada babak penyisihan dan di semifinal memukul Filipina.

Dengan naturalisasi sebagai kunci keberhasilan Indonesia pada piala AFF kali ini, ditangan Cristian Gonzales dan Irfan Bachdim sebagai pemain kunci dalam tim. Seolah belum cukup dengan itu semua, bahkan PSSI sendiri memiliki rencana untuk melakukan naturalisasi Kim Kurniawan, Victor Igbonefo dan Ronald Fagundez. Menag tidak dapat dipungkiri kemampuan diatas rata-rata pemain naturalisasi menjadi kunci keberhasilan. Namun itu bukan merupakan segalanya, yang terpenting adalah kolektivitas yang membangun semangat kebersamaan dalam tim.

Jika melihat fenomena saat ini, di tayangan media cetak dan media elektronik dalam kurun waktu satu bulan ini berita yang ditayangkan sangat berlebihan. Tidak ada berita yang mampu menandingi prestasi tim nasional Indonesia saat ini, bahkan keistimewaan DIY saja pupus ditiup angin lalu. Bahkan infotainment yang biasa menyiarkan gossip ikutan memberitakan seputar prestasi tim nasional yang mengalahkan segalanya. Ada semacam penutupan isu hangat dalam politik nasional karena berita ini, masalah RUU Keistimewaan DIY, masalah IPO Kratakau Steel. Inilah yang kemudian disebut euphoria yang berlebihan. Coba bayangkan, euphoria ini mencapai titik puncak. Jika menjadi juara Piala AFF, mimpi tersebut terwujud namun jika ternyata menjadi pencundang, kalah di babak final oleh Malaysia apa yang akan terjadi? Siapkah rakyat Indonesia menerima kekalahan tersebut dengan jiwa besar? Apalagi secara politik, naik turun ketegangan hubungan Indonesia Malaysia menjadi bumbu sedap tersendiri bagi kedua pihak.

Terlepas dari pencapaian tim nasional saat ini banyak yang masih harus dibenahi hingga tuntas, masalah tiket yang semrawut, sampai masalah kesiapan Indonesia menggelar event-event skala Internasional tidak harus terpatok pada ajang piala AFF saja. Tapi kesiapan Indonesia jika suatu saat nanti masuk dalam putaran final Piala Dunia sekalipun. Pekerjaan rumah yang cukup besar agar dikemudian hari kegiatan seperti ini bisa berjalan dengan baik dan lancar. Semoga..

No comments:

Post a Comment