Sebuah film buah karya Karan Johar yang menceritakan perjalanan panjang seorang Rizvan Khan, seorang anak yang hidup dengan Asperger Syndrome. Perjalanan yang panjang yang membuatnya bertemu dengan sosok Mandira, seorang janda cantik beragama Hindu yang kelak menjadi teman hidupnya. Film yang penuh dengan pesan moral menjunjung tinggi Islam sebagai Agama yang cinta damai bukan agama yang hanya digunakan sebagai symbol belaka.
Rizvan Khan hidup sebagai seorang Muslim di perkampungan kumuh di daerah India. Sejak kecil, Khan tinggal bersama Ibunya yang memberikan penuh cinta dan kasih sayang melebihi rasa sayang dan cinta dengan adiknya, Zakir. Rasa sayang yang berlebihan ini bukan tanpa alasan karena Khan diberi kekurangan yaitu Syndrome Asperger, salah satu jenis autism dimana pasien mengalami gangguan interaksi sosial namun tidak disertai dengan gangguan kognitif, sehingga pada pasien Asperger Syndrome kecenderungan intelegensinya tinggi. Itulah yang dialami oleh seorang Rizvan Khan.
Khan diberi kelebihan yang tidak dimiliki oleh anak sebayanya. Intelegensi yang tinggi membuat seorang Zakir, sang adik cemburu dengan sosok Kakak yang mendapatkan kasih sayang lebih dari sang Ibu. Dengan kemampuan yang dimilikinya Khan bisa mandiri bahkan ketika ditinggal Ibu meninggal, Khan bisa pergi ke Amerika menyusul sang Adik yang sudah hijra lebih dahulu.
Di Amerika, Khan bertemu dengan janda cantik yang memiliki seorang anak laki. Janda tersebut dia kenal ketika menawarkan kosmetik kecantikan di salon Madira. Yang kemudian hari menjadi istrinya yang sah. Madira seorang Hindu yang taat, tinggal di Amrerika bersama Anaknya yang bernama Sameer.
Hari demi hari mereka lalui bersama penuh dengan cinta dan kasih sayang sampai datang suatu tragedy berdarah runtuhnya gedung kembar WTC dimana kaum minoritas Muslim menjadi sasaran empuk penduduk Amerika karena terlibat secara tidak langsung dalam pengeboman itu hanya karena seorang Muslim. Khan berusaha menepis segala tuduhan demi tuduhan yang dialamatkan pada Islam umumnya dan pada Khan sendiri pada khususnya bahwa muslim bukan teroris. Puncak dari bahtera rumah tangga Khan sampai pada titik nadir kematian Sameer karena isu agama yang menjadi dasar kematian dari Sameer. Ketika muncul isu tersebut, keluarga Khan sudha dikucilkan dalam pergaulan sehari-hari. Kematian Sameer benar-benar memukul Madira. Dia tidak menyangkan, Anak yang begitu dia cintai akan begitu cepat meninggalkannya.
Kekesalan Madira mencapai puncaknya, ketika dia tidak bisa menahan amarah yang membuncah. Dia ingin Khan pergi meninggalkan Madira karena MAdira berfikir bahwa Khan adalah penyebab meninggalnya Sameer. Madira berkata pada Khan bahwa, katakana pada Presiden Amerika bahwa Khan bukan seorang teroris. Obsesi itu yang menjadikan seorang Khan berjuang untuk dapat menemui Presiden Amerika walaupun dia harus meninggalkan sosok wanita yang paling dia cintai.
Perjuangan yang tidak sia-sia, karena pada akhirnya Khan dapat bertemu Presiden Amerika. Perjuangan heroiknya untuk dapat sang presiden tidak dalam sekejap dia lakukan. Dia harus masuk penjara karena dituduh teroris. Dia bahkan rela mengorbankan jiwa raganya hanya untuk membantu korban badai yang menerjang Wilhelmina, Georgia. Pertemuan Khan dengan Presiden Amerika merupakan klimaks dari perjalanan film ini hingga akhinya Khan dapat berkata “My Name is Khan, I’m not Terrorist”
Ibroh yang dapat dipetik.
Khan adalah sosok Muslim yang ingin menunjukkan eksistensi seorang muslim sejati ditengah arus modernitas yang terus mnggerus idealism sebagai seorang muslim. Khan tidak pernah sedikitpun gentar menanggalkan identitas sebagai seorang Muslim walaupun pada saat itu, eksistensi muslim dipertaruhkan di negeri Amerika.
Khan selalu melekatkan Islam sebagai tempat dia berasal dan kembali pula sebagai orang Islam. Terbukti dimanapun dia berada berusaha untuk membumikan Islam karena memang terbukti Islam sebagai rahmatan lil alamin mampu memberikan solusi termasuk bagi kedamaian umat manusia. Khan selalu mengucapkan Salam tanpa sedikitpun merasa kelu ataupun sungkan. Ketika anak-anak muda lebihb terlena mengucapkan kata tanpa makna dan lidah terasa kaku ketika harus berucap salam, Khan justru sebaliknya. Tanpa sedikit ragu, diamanapun dan kapanpun ucapan salam selalu terbawa.
Ketika semua orang memanjatkan doa untuk almarhum korban WTC, Khan sendiri mengucapkan doa yang cukup lantang walaupun harus ditinggal pergi oleh orang sekitar karena diskriminasi agama. Apakah Khan pernah minder menggunakan gamis serba putih yang sangat identik dengan sosok muslim?
Jawabannya Tidak. Karena gamis itu selalu melekat pada tubuhnya walaupun dalam resepsi besar. Apakah kita bisa meniru sosok Khan yang dengan eksistensialisme yang dia miliki tidak sedikitpun menggoyahkan keimanannya disaat semua orang berusaha untuk membuka jilbab dan mencukur jenggot karea di anggap symbol yang primitive.
Man Jadda Wa Jadda yang artinya siapa yang bersungguh-sungguh dia akan berhasil. Falsafah itu yang digunakan oleh Khan untuk membuktikan bahwa segala ikhtiar sungguh disertai dengan doa yang khusyuk akan diijabahi oleh Allah SWT. Tidak sia-sia memang ang dilakukan oleh Khan, perjuangannya untuk menemui Presiden Amerika menjadi kenyataan. Sudah jelas Allah berfirmanHai orang-orang beriman, jika kamu menolong agama Allah niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (QS 47 : 7)
Secara eksplisit jelas substansi film ini mempunyai muatan yang sangat besar dampaknya bagi umat Islam. Bahwa Khan ini menujukkan bahwa Islam adalah agama yang cinta damai, bukan agama yang berlumuran darah diatas konsep jihad. Atas nama jihad kemudian menghalakan darah umat yang tidak bersalah yang dampaknya juga dirasakan oleh umat Islam itu sendiri, kaum minoritas muslim menjadi sampah yang dengan semudahnya dipermainkan oleh sistem yang merusak tatanan moral dalam beragama. Efek yang timbul kemudian adalah generalisasi pemahaman karena asimetri informasi yang tidak sinkron. Semua muslim teroris, semua muslim pembunuh.
Konsep generalisasi ini yang ingin di luruskan oleh Khan dalam film ini sehingga asimteri informasi tersbut dapat diluruskan. Pihak Amerika yang selalu berfikir skeptic tentang Islam berusaha dibuktikan oleh Khan dengan jalan bertemu langsung dengan Presiden Amerika bahwa Khan seorang muslim, bukan teroris yang selama Ini lebih diidentikkan dengan Islam.
Paling tidak, kita sebagai seorang muslim yang tinggal di negara muslim terbanyak di dunia bisa tergugah nurani dan moral keislaman untuk dapat membuktikan jati diri dan eksistensi tanpa harus membuka baju legalisasi islam sebagai symbol-simbol yang melekat sejak lahir. Islam dilahirkan sebagai agama penyempurna atas agama-agama yang lain. Dewasa ini modernitas dan globalisasi dijadikan sebagai dalil untuk melegalkan hedonism, eudomonisme sehingga melunturkan aspek altruism terhadap Islam. Eksistensi sebagai seorang muslim tidak dapat dibeli dan tidak dapat digadaikan. Harus diperjuangkan sampai titi darah penghabisan. Islam bukan hanya pada KTP belaka tetapi harus mampu membuktikan diri dihadapan kawana maupun lawan dan berkata lantang, My Name is Khan, I’m not Terrorist.
Rizvan Khan hidup sebagai seorang Muslim di perkampungan kumuh di daerah India. Sejak kecil, Khan tinggal bersama Ibunya yang memberikan penuh cinta dan kasih sayang melebihi rasa sayang dan cinta dengan adiknya, Zakir. Rasa sayang yang berlebihan ini bukan tanpa alasan karena Khan diberi kekurangan yaitu Syndrome Asperger, salah satu jenis autism dimana pasien mengalami gangguan interaksi sosial namun tidak disertai dengan gangguan kognitif, sehingga pada pasien Asperger Syndrome kecenderungan intelegensinya tinggi. Itulah yang dialami oleh seorang Rizvan Khan.
Khan diberi kelebihan yang tidak dimiliki oleh anak sebayanya. Intelegensi yang tinggi membuat seorang Zakir, sang adik cemburu dengan sosok Kakak yang mendapatkan kasih sayang lebih dari sang Ibu. Dengan kemampuan yang dimilikinya Khan bisa mandiri bahkan ketika ditinggal Ibu meninggal, Khan bisa pergi ke Amerika menyusul sang Adik yang sudah hijra lebih dahulu.
Di Amerika, Khan bertemu dengan janda cantik yang memiliki seorang anak laki. Janda tersebut dia kenal ketika menawarkan kosmetik kecantikan di salon Madira. Yang kemudian hari menjadi istrinya yang sah. Madira seorang Hindu yang taat, tinggal di Amrerika bersama Anaknya yang bernama Sameer.
Hari demi hari mereka lalui bersama penuh dengan cinta dan kasih sayang sampai datang suatu tragedy berdarah runtuhnya gedung kembar WTC dimana kaum minoritas Muslim menjadi sasaran empuk penduduk Amerika karena terlibat secara tidak langsung dalam pengeboman itu hanya karena seorang Muslim. Khan berusaha menepis segala tuduhan demi tuduhan yang dialamatkan pada Islam umumnya dan pada Khan sendiri pada khususnya bahwa muslim bukan teroris. Puncak dari bahtera rumah tangga Khan sampai pada titik nadir kematian Sameer karena isu agama yang menjadi dasar kematian dari Sameer. Ketika muncul isu tersebut, keluarga Khan sudha dikucilkan dalam pergaulan sehari-hari. Kematian Sameer benar-benar memukul Madira. Dia tidak menyangkan, Anak yang begitu dia cintai akan begitu cepat meninggalkannya.
Kekesalan Madira mencapai puncaknya, ketika dia tidak bisa menahan amarah yang membuncah. Dia ingin Khan pergi meninggalkan Madira karena MAdira berfikir bahwa Khan adalah penyebab meninggalnya Sameer. Madira berkata pada Khan bahwa, katakana pada Presiden Amerika bahwa Khan bukan seorang teroris. Obsesi itu yang menjadikan seorang Khan berjuang untuk dapat menemui Presiden Amerika walaupun dia harus meninggalkan sosok wanita yang paling dia cintai.
Perjuangan yang tidak sia-sia, karena pada akhirnya Khan dapat bertemu Presiden Amerika. Perjuangan heroiknya untuk dapat sang presiden tidak dalam sekejap dia lakukan. Dia harus masuk penjara karena dituduh teroris. Dia bahkan rela mengorbankan jiwa raganya hanya untuk membantu korban badai yang menerjang Wilhelmina, Georgia. Pertemuan Khan dengan Presiden Amerika merupakan klimaks dari perjalanan film ini hingga akhinya Khan dapat berkata “My Name is Khan, I’m not Terrorist”
Ibroh yang dapat dipetik.
Khan adalah sosok Muslim yang ingin menunjukkan eksistensi seorang muslim sejati ditengah arus modernitas yang terus mnggerus idealism sebagai seorang muslim. Khan tidak pernah sedikitpun gentar menanggalkan identitas sebagai seorang Muslim walaupun pada saat itu, eksistensi muslim dipertaruhkan di negeri Amerika.
Khan selalu melekatkan Islam sebagai tempat dia berasal dan kembali pula sebagai orang Islam. Terbukti dimanapun dia berada berusaha untuk membumikan Islam karena memang terbukti Islam sebagai rahmatan lil alamin mampu memberikan solusi termasuk bagi kedamaian umat manusia. Khan selalu mengucapkan Salam tanpa sedikitpun merasa kelu ataupun sungkan. Ketika anak-anak muda lebihb terlena mengucapkan kata tanpa makna dan lidah terasa kaku ketika harus berucap salam, Khan justru sebaliknya. Tanpa sedikit ragu, diamanapun dan kapanpun ucapan salam selalu terbawa.
Ketika semua orang memanjatkan doa untuk almarhum korban WTC, Khan sendiri mengucapkan doa yang cukup lantang walaupun harus ditinggal pergi oleh orang sekitar karena diskriminasi agama. Apakah Khan pernah minder menggunakan gamis serba putih yang sangat identik dengan sosok muslim?
Jawabannya Tidak. Karena gamis itu selalu melekat pada tubuhnya walaupun dalam resepsi besar. Apakah kita bisa meniru sosok Khan yang dengan eksistensialisme yang dia miliki tidak sedikitpun menggoyahkan keimanannya disaat semua orang berusaha untuk membuka jilbab dan mencukur jenggot karea di anggap symbol yang primitive.
Man Jadda Wa Jadda yang artinya siapa yang bersungguh-sungguh dia akan berhasil. Falsafah itu yang digunakan oleh Khan untuk membuktikan bahwa segala ikhtiar sungguh disertai dengan doa yang khusyuk akan diijabahi oleh Allah SWT. Tidak sia-sia memang ang dilakukan oleh Khan, perjuangannya untuk menemui Presiden Amerika menjadi kenyataan. Sudah jelas Allah berfirmanHai orang-orang beriman, jika kamu menolong agama Allah niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (QS 47 : 7)
Secara eksplisit jelas substansi film ini mempunyai muatan yang sangat besar dampaknya bagi umat Islam. Bahwa Khan ini menujukkan bahwa Islam adalah agama yang cinta damai, bukan agama yang berlumuran darah diatas konsep jihad. Atas nama jihad kemudian menghalakan darah umat yang tidak bersalah yang dampaknya juga dirasakan oleh umat Islam itu sendiri, kaum minoritas muslim menjadi sampah yang dengan semudahnya dipermainkan oleh sistem yang merusak tatanan moral dalam beragama. Efek yang timbul kemudian adalah generalisasi pemahaman karena asimetri informasi yang tidak sinkron. Semua muslim teroris, semua muslim pembunuh.
Konsep generalisasi ini yang ingin di luruskan oleh Khan dalam film ini sehingga asimteri informasi tersbut dapat diluruskan. Pihak Amerika yang selalu berfikir skeptic tentang Islam berusaha dibuktikan oleh Khan dengan jalan bertemu langsung dengan Presiden Amerika bahwa Khan seorang muslim, bukan teroris yang selama Ini lebih diidentikkan dengan Islam.
Paling tidak, kita sebagai seorang muslim yang tinggal di negara muslim terbanyak di dunia bisa tergugah nurani dan moral keislaman untuk dapat membuktikan jati diri dan eksistensi tanpa harus membuka baju legalisasi islam sebagai symbol-simbol yang melekat sejak lahir. Islam dilahirkan sebagai agama penyempurna atas agama-agama yang lain. Dewasa ini modernitas dan globalisasi dijadikan sebagai dalil untuk melegalkan hedonism, eudomonisme sehingga melunturkan aspek altruism terhadap Islam. Eksistensi sebagai seorang muslim tidak dapat dibeli dan tidak dapat digadaikan. Harus diperjuangkan sampai titi darah penghabisan. Islam bukan hanya pada KTP belaka tetapi harus mampu membuktikan diri dihadapan kawana maupun lawan dan berkata lantang, My Name is Khan, I’m not Terrorist.
No comments:
Post a Comment