Pages

Thursday, 28 July 2011

Therapi Cairan

Pendahuluan Pembahasan mengenai terapi cairan ini akan dibahas secara garis besar saja, mengingat pembahasan tentang terapi cairan ini sangat luas. Tubuh sebagian besar terdiri dari air. Air dan zat-zat yang terlarut di dalamnya (cairan tubuh), menjadi pengangkut zat makanan ke semua sel tubuh dan mengeluarkan bahan sisa dari dalamnya untuk menunjang berlangsungnya kehidupan. Jumlah air tubuh berbeda-beda tergantung pada umur, jenis kelamin, dan banyak atau sedikitnya lemak tubuh. Cairan tubuh dibagi : 1. Di dalam sel (intra-sel) 2. Di luar sel (ekstra-sel) : 1. Plasma (intra-vaskular) 2. Intersisial 3. Rongga ke tiga (Third Space) Distribusi cairan tubuh : Dalam air tubuh terlarut zat-zat : 1. Elektrolit 2. Non-elektrolit : 1. Dengan berat molekul kecil : Glukosa 2. Dengan berat molekul besar : Protein Elektrolit terpenting dalam air ekstra sel adalah Na+ dan Cl- sedangkan dalam air intra sel adalah K+ dan fosfat ion. Satuan untuk elektrolit dalam cairan tubuh adalah miliekivalen/liter (mek/l) mgr % x 10 x valensi Mek/l = ----------------------------- Berat atom / molekul Komposisi Elektrolit mEq/L Intraselular Ekstraselular Plasma Darah Interstisial Kation Na+ 15 142 144 K+ 150 4 4 Ca++ 2 5 2.5 Mg++ 27 3 1.5 Anion Cl- 1 103 114 HCO3- 10 27 30 HPO4= 100 2 2 SO4= 20 1 1 Asam organik - 5 5 Protein 63 16 6 Kebutuhan air dan elektrolit setiap hari Pada orang dewasa : Air : 30 – 35 ml/kgBB. Kenaikan suhu 1°C ditambah 10–15 % Na+ : 1,5 mek/kgBB (100 mek/hari atau 5,9 gr) K+ : 1 mek/kgBB ( 60 mek/hari atau 4,5 gr) Pada anak dan bayi : Air : Sesuai dengan berat badan 0-10 kg : 100 ml/kgBB 11-20 kg : 1000 ml/kgBB + 50 ml/kgBB diatas 10 kg Lebih 20 kg : 1500 ml/kgBB + 20 ml/kgBB diatas 20 kg Na+ : 2 mek/kgBB K+ : 2 mek/kgBB Keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran air Air masuk : Air keluar : Minuman : 800-1700 ml Urine : 600-1600 ml Makanan : 500-1000 ml Tinja : 20- 200 ml Hasil oksidasi : 200- 300 ml “Insensible loss” : 850-1200 ml Tujuan terapi cairan 1. Untuk mengganti kekurangan air dan elektrolit 2. Untuk memenuhi kebutuhan 3. Untuk mengatasi syok 4. Untuk mengatasi kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan. Terapi cairan perioperatif meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada masa pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah. Pemberian Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids) Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah : 1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) 2. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) 3. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) 4. “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi) 5. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi) 6. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh) 7. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah) Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena antara lain : 1. Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya perawatan. 2. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung. 3. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot). 4. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan. 5. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri. Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous Cannulation) 1. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids). 2. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas. 3. Pemberian kantong darah dan produk darah. 4. Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu). 5. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat) 6. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus. Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur Pembuluh Darah Vena 1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus. 2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah). 3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki). Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infuse : 1. Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah. 2. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah. 3. Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar. 4. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah. Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus : 1. Rasa perih / sakit 2. Reaksi alergi Jenis Cairan Infus 1. Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%. 2. Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). 3. Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin. Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya : 1. Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis. 2. Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid. Cairan yang digunakan dalam terapi Cairan yang sering digunakan ialah cairan elektrolit (kristaloid) cairan non-elektrolit, dan cairan koloid. Cairan elektrolit (kristaloid) : Sesuai dengan penggunaannya dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu untuk pemeliharaan, pengganti dan tujuan khusus. Cairan pemeliharaan (rumatan) : Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh lewat urin, feses, paru dan keringat. Jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu: Dewasa : 1,5 - 2 ml/kg/jam Anak-anak : 2 - 4 ml/kg/jam Bayi : 4 - 6 ml/kg/jam Orok (neonatus) : 3 ml/kg/jam Mengingat cairan yang hilang dengan cara ini sedikit sekali mengandung elektrolit, maka sebagai cairan pengganti adalah hipotonik, dengan perhatian khusus untuk natrium. Cairan kristaloid untuk pemeliharaan misalnya dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45% (D5NaCl 0,45). Cairan pengganti : Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh yang disebabkan oleh sekuestrasi atau proses patologi yang lain (misalnya fistula, efusi pleura, asites drainase lambung dsb). Sebagai cairan pengganti untuk tujuan ini digunakan cairan isotonis, dengan perhatian khusus untuk konsentrasi natrium, misalnya dekstrose 5 % dalam ringer laktat (D5RL), NaCl 0,9 %, D5 NaCl. Cairan untuk tujuan khusus (koreksi): Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang digunakan khusus, misalnya natrium bikarbonat 7,5 %, NaCl 3 %, dll. Cairan non elektrolit : Contoh dekstrose 5 %, 10 %, digunakan untuk memenuhi kebutuhan air dan kalori, dapat juga digunakan sebagai cairan pemeliharaan. Cairan koloid : Disebut juga sebagai plasma ekspander, karena memiliki kemampuan besar dalam mempertahankan volume intra-vaskuler. Contoh cairan ini antara lain : Dekstran, Haemacel, Albumin, Plasma, Darah. Cairan koloid ini digunakan untuk menggantikan kehilangan cairan intra-vaskuler. Perbandingan Kristaloid dan Koloid Kristaloid Koloid Keunggulan 1. Lebih mudah tersedia dan murah 2. Komposisi serupa dengan plasma (Ringer asetat/ringer laktat) 3. Bisa disimpan di suhu kamar 4. Bebas dari reaksi anafilaktik 5. Komplikasi minimal 1. Ekspansi volume plasma tanpa ekspansi interstisial 2. Ekspansi volume lebih besar 3. Durasi lebih lama 4. Oksigenasi jaringan lebih baik 5. Gradien O2 alveolar-arterial lebih sedikit 6. Insiden edema paru dan/atau edema sistemik lebih rendah Kekurangan 1. Edema bisa mengurangi ekspansibilitas dinding dada 2. Oksigenasi jaringan terganggu karena bertambahnya jarak kapiler dan sel 3. Memerlukan volume 4 kali lebih banyak 1. Anafilaksis 2. Koagulopati 3. Albumin bisa memperberat depresi miokard pada pasien syok (mungkin dengan mengikat kalsium, mengurangi kadar ion Ca++ Cara Menghitung Cairan (tetesan) : Dewasa (makro) Jumlah cairan x 20 = tetesan Jam x 60 menit Anak (mikro) Jumlah cairan x 60 = tetesan Jam x 60 menit.

Thursday, 21 July 2011

Jamur Berkhasiat

" Ya Allah ... berikanlah rizki yang luas padaku ya Allah... Jadikan jamur-jamur itu tumbuh banyak. Sehingga Nabila bisa menjualnya ... kabulkanlah doaku Ya Allah ..."
Itulah doa istimewa Nabila, sebagai tambahan doa yg biasa dia panjatkan yaitu doa untuk kedua orangtua dan rabbana atina.  Nabila kini jadi makin rajin shalat dan tak lupa berwudlu sebelumnya. Sempat Nabila malas shalat karena sudah agak bosan dengan mukena princess nya. Alhamdulillah, kini pagi2 bangun tidur pun Nabila langsung ambil air wudlu. Ritual itu dilanjutkan lagi dengan mengintip jamur2nya. 
"Waaaah ... jamurnya sudah besar. Nanti Nabila jual lagi di kedai ikan nenek Pen ya biii..." kata Nabila pada abi. Tak lama, abi pun mengambil jamur2 itu dan membungkusnya di plastik cantik dengan judul "Jamur Berkah" woehehe. Hasil penjualan jamur tak banyak, tapi Nabila sangaaaat senaang sekali. Nabila ditunjuk sebagai manager/pengelola keuangan. Setiap hari, Nabila menulis di buku Jamurnya. 
Rabu, 6-7-2011
Jamur 5000 + 11.000 = 16.000

Sayangnya, sepertinya tidak setiap hari jamurnya tumbuh besar, sehingga bisa dipanen dan dijual. Ternyata pertumbuhannya tidak merata. Berbeda mungkin dengan budidaya jamur yang sungguhan, ada puluhan ribu baglog jamur. Di rumah, hanya ada baglog jamur sekitar 80 kantong. Kantong2 Jamur itu disimpan di dalam rak2 kayu sederhana buatan abi di belakang rumah, di dekat mesin cuci.  
Yah, inilah sekelumit cerita keluarga yang mulai ingin berwira usaha kecil2an. Hasilnya tidak banyak, tapi banyak menghasilkan manfaat untuk Nabila. Nabila mulai belajar akan makna sebuah usaha dan bekerja untuk bisa menghasilkan sesuatu. Bahwasanya Nabila akan lebih sadar ketika meminta segala sesuatu. Tidak seperti beberapa waktu yang lalu,
"Mi, beliin itu yaa..."
"Wah, Nabila mau itu yaa .. belinya pake apa kak?"
"Pake uang lah.."
"Uang dapat darimana kak?"
"Dari ATM"
Wah enak banget ya, kesannya kayak tinggal metik daun dari pohon ATM hehe...  
"Jadi begini kak, uang yang di ATM itu diterima abi & ummi karena sudah rajin bekerja. Nah, Kak Nabila juga yang rajin belajar ya, biar ntar bisa bekerja kalo sudah dewasa dan dapat duit".

Alhamdulillah, mpe sekarang jamur2 itu masih tumbuh. Kadang dijual, kalo lagi ada yang pesen sebelumnya. Or sekedar dibagi aja ke kawan2. Soalnya kalo dimasak sendiri juga udah agak bosen. Lagian sebenernya ga begitu hobby jamur siih. Tapi seneng aja melihat jamur tiram itu tumbuh dari hari ke hari melebar dengan warna putih bersihnya. Subhanallah ya ciptaan Allah ...
Sebelah kiri adalah bakal jamur yg masih kecil, bagian kanannya dah melebar


Ada sekilar 80 baglog di rumah

Kadang ada yg lebaaar bgt, tapi ada yang biasa

Pertumbuhannya tidak merata

Sunday, 17 July 2011

Blunder PSSI

Sebelum artikel ini dijelaskan secara panjang lebar, saya pribadi ingin mengucapkan selamat atas keberhasilan kongres luar biasa PSSI yang sudah dilasanakan di Solo dengan sukses dengan terpilihnya Djohar Arifin Husin dan Farid Rahman yang secara langsung tampak kemenangan di pihak tim 78. Setelah melalui pergulatan yang cukup panjang dengan mempertahankan duet George Toisutta dan Arifin Panigoro untuk diusung dalam kongres tersebut ternyata tidak disetujui FIFA.

Menurut kami, blunder awal yang dihadapi oleh PSSI adalah dengan memberhentikan pelatihan Alfred Riedl dan asisten pelatih Wolfgang Pikal secara sepihak. Ini secara psikologis dapat mempengaruhi persiapan tim dalam menghadapi Turkmenistan dalam pra piala dunia. Kalau kami melihat, ini terkait dengan kebijakan Riedl dengan tidak melibatkan pemain-pemain LPI untuk masuk ke dalam tim nasional (karena LPI sebenarnya produk Arifin Panigoro). Keputusan LPI sudah benar, karena LPI tidak diakui FIFA sehingga wajar jika Riedl ingin main aman.

Blunder selanjutnya, penunjukan Wim Rijsbergen yang notabene pelatihan PSM Makassar yang sebenarnya belum teruji kualitasnya dalam persepakbolaan Indonesia. Prestasi tinggi hanya mengantarkan Trinidad Tobago sebagai peserta Piala Dunia 2010 itupun hanya sebagai asisten pelatih Leo Benhakker.

Terlepas dari permasalahan ini semua kita patut tunggu apakah kepengurusan PSSI saat ini merupakan representasi insan sepakbola Indonesia yang berusaha untuk keluar seutuhnya dari rezim Nurdin Halid. Semoga cita-cita kita semua bisa tercapai untuk sepak bola Indonesia lebih baik.