Pages

Wednesday, 26 May 2010

Anas dan tantangan Demokrat

Kongres Partai Demokrat ke II telah usai, kongres yang menurut sebagian pengamat merupakan kongres yang paling demokratis diantara partai politik di Indonesia telah melahirkan wajah pemimpin democrat yang lahir dari rahim demokrasi yang tumbuh subur pada partai tersebut, sosok itu adalah seorang Anas Urbaningrum (AU). Anas yang maju tanpa “cium tangan” dengan SBY mampu membalikkan prediksi banyak pengamat yang lebih menjagokan Andi Mallarangeng yang didukung oleh SBY melalui Ibas. Pun begitu dengan Marzuki Alie, ketua DPR RI ini setelah lolos putaran ke dua pemilihan akhirnya juga “cium tangan” dengan SBY. Lagi-lagi, sosok kharismatik AU dan sense of leadership-nya mampu memenangkan game tersebut. Apakah ini tanda-tanda kekuatan SBY di Demokrat sudah mulai pudar dan digantikan dengan sosok yang lebih muda dan energik.

Kongres telah melahirkan calon pemimpin bangsa ini ke depan, entah 2014, 2019 atau 2024 nantinya. Tapi yang jelas benih-benih kepemimpinan AU untuk Indonesia sudah muncul ketika ia dengan gagah memenangkan Kongres Demokrat 2010. Tantangan demi tantangan sudah menanti AU. Tugas yang diemban pun tidak mudah bagaimana AU mampu mempertahankan track record kemenangan di pemilu 2009 untuk dapat dilanjutkan pada pemilu 2014. Tugas yang tidak mudah tentunya mengingat amanah kongres yang mematok angka 30% kemenangan di pemilu 2014. Tentunya AU harus rajin sowan ke daerah-daerah untuk konsolidasi sejak dini demi penguatan basis masa Demokrat di daerah agar realisasi 30% dapat terwujud.

Pasca kongres ini tentunya masa kooperasi dan konslidasi internal partai untuk membenanhi struktur, pola kerja dan kepengurusan di Demokrat. Positioning yang tepat akan menentukan langkah konkrit ke depan. Yang jelas AU harus mampu merangkul seluruh komponen dalam Demokrat yang sempat pecah menjadi faksi-faksi yang jika tidak diatasi dapat enjadi kerikil yang menghalangi kinerja Demokrat ke depan. Salah satu perubahan besar yang terjadi di Demokrat adalah dibentuknya Majelis Tinggi yang memiliki kewenangan sangat luas, bahkan dapat mem-veto keputusan DPP. Majelis Tinggi yang di ketuai oleh SBY selaku Ketua Dewan Pembina PD sepertinya masih ingin mengendalikan Demokrat seutuhnya. Ini tak ubahnya seperti fungsi Dewan Pembina Golkar pada masa Orba, dimana Dewan Pembina memiliki peran yang sangat luas tak terbatas cenderung ke arah demokrasi totaliter.

Peran yang tak kalah penting dan harus dibentengi oleh AU adalah penguatan koalisi yang mudah sekali di koyak-koyak oleh kepentingan tertentu. Anas harus mampu menjaga stabilitas koalisi agar sesuai dengan track record untuk mendukung oemerintah hingga masa tugas pemerintahan SBY selesai pada 2014 nanti. Anas harus dapat menjalin komunikasi yang intensif pada partai-partai yang “ndablek” seperti Golkar dan PKS. Disinilah kejeniusan seorang Anas Urbaningrum di uji. Gaya dplomasinya yang memang sudah matang dan tertempa di HMI merupakan kunci utama dalam menjaga stabilitas internal koalisi.

Kita hanya bisa menunggu, apa gebrakan yang akan dilakukan oleh AU dalam mengawal pemerintahan SBY Boediono untuk sampai ke dermaga berikutnya. Kemenangan seorang AU merupakan kemenangan anak mudah, untuk dapat mendobrak dikotomi yang memenjarakan aspirasi rakyat dalam ruang public. Selamat Bang Anas, selamat berjuang..

Sani Rachman Soleman, S.Ked






No comments:

Post a Comment