Pages

Showing posts with label politik. Show all posts
Showing posts with label politik. Show all posts

Saturday, 26 May 2012

Mempertanyakan Kembali Nasionalisme Kita

Hampir satu bulan ini media tanah air memberitakan berita yang cukup kontroversial, kedatangan lady gaga dan Intermilam ke Indonesia. Lady Gaga yang merupakan penyanyi "panas" America yang beberapa lagunya sangat vulgar yang bukan tradisi budaya timur seperti bangsa Indonesia ini. Lady Gaga menemukan resistensi dikalangan ormas Islam karena ditakutkan akan semakin menambah rusaknya moral anak bangsa. Ini alibi karena memang sudah rusak atau ini hanya sekedar kamuflase belaka sebagai pencitraan semata. Padahal kalau kita menyimak beberapa bulan yang lalu, konser Katty Perry ke Indonesia tidak seperti ini, padahal jika ingin dilihat kedua penyanyi itu sama-sama penyanyi kontroversial. Yang ada dibenak saya saat ini, lagi-lagi ini hanya sekedar pengalihan issu semata karena kompleksnya permalasahan yang harus dihadapi oleh pemerintahan SBY saat ini. Terbukti program pemerintah tidak berjalan maksimal. Dalam kasus Lady Gaga ini banyak yang kontra dan yang pro juga tidak kalah banyak. Kalau kita masih menjunjung tinggi budaya Timur sebagai bangsa yang mematuhi norma dan adat istiadat seharusnya bisa lebih bijak bahwa konser-konser seperti itu dapat tambah memperburuk citra budaya bangsa. Akan tetapi, opini media menggiring opini publik seolah-olah ada kesenjangan yang sangat dalam jika konser ini dibatalkan. Independensi media akan dipertanyakan karena selama ini masyarakat Indonesia yang semakin awam akan semakin sulit bisa memfilter pemberitaan media. Dan pada akhirnya korporasi besar yang berlindung dibalik pemberitaan media itulah yang menjadi pemenangnya.

Sekarang mari kita beralih ke Intermilan, klub besar dari liga ternama Italia. Kehebohan sudah ada jauh hari sebelum kedatangan Intermilan. Semua rakyat seolah-olah tersedot ke satu kutub, eksebisi Indonesia vs Intermilan. Riuh gemuruh stadion Gelora Bung Karno yang berwarnakan jersey biru hitam ala Intermilan. Ironisnya, seluruh penonton adalah rakyat Indonesia yang mendukung sepenuhnya tim biru hitam, lantas kemanakah pendukung setia Indonesia? Hampir setiap menit dalam pertandingan tersebut pandangan tertuju pada seluruh pemain Intermilan. Nasionalisme dipertanyakan??

Membicarakan nasionalisme tidak cukup hanya dengan dua parameter tersebut, konser Lady Gaga dan kedatangan Intermilan. Tantangan nasionalisme saat ini jauh lebih besar dibanding dengan masa lalu dimana jelas sekali musuh bersama nasionalisme adalah kolonialisme. Saat ini konspirasi global menjadi pseudokolonialisme karena pengaruhnya yang samar namun penetrasinya cukup mematikan. Sebagai anak bangsa yang nantinya akan memegang tampuk kepemimpinan nusantara, kita harus memiliki kematangan ideologi dengan pondasi yang kuat dan kokoh sehingga mampu menahan gempuran kolonialisme dengan warna jubah yang berbeda.

Monday, 7 February 2011

SBY Perlu JK


Oleh : dr. Sani Rachman Soleman
Permasalahan yang muncul di Indonesia akhir-akhir ini menimbulkan gejolak politik yang cukup berat dihadapai oleh Presiden. Sebut saja, mulai dari kasus bank Century, kasus mafia pajak, kasus kebocoran tabung gas, bahkan kasus vandalisme berkedok keagamaan. Pemerintah tidak pernah tegas terhadap permasalahan tersebut, bahkan jawaban-jawaban normative yang muncul mengindikasikan bahwa pemerintah tidak memiliki solusi yang konkrit terhadap permasalahan tersebut.JK

Kita merindukan sosok pemimpin yang tegas dan bergerak cepat dalam merespon kebutuhan rakyat. Kepemimpinan kharismatik bukan artistic dalam sikap dan sifat akan tetapi kepemimpinan yang menjadi jembatan stabilitas politik di Indonesia. Sosok yang berani mengambil sikap melawan arus di saat yang lain terlelap dan terlena dengan fana. Mungkin sosok itulah yang mampu memberikan inspirasi dan pencerahan ketika terjadi kebuntuan politik di era politik transaksional non transformative.

Tidak lain dan tidak bukan sosok itu adalah mantan Wakil Presiden RI, Muhammad Jusuf Kalla. Era Kabinet Indonesia Bersatu jilid pertama, JK dikenal berani membuat terobosan-terobosan disaat pucuk pimpinan nasional “ngerong” dalam membuat kebijakan. Pada awal-awal pemerintahan ketika itu, JK dengan cepat dan lugas segera membentuk Bakornas penaggulangan Tsunami Aceh dan Gempa DIY. Ketika semua orang berfikir tentang pengadaan minyak tanah, JK berfikir bagaimana konversi minyak tanah ke gas. Belum lagi ide-ide progresif tentang perundingan damai antara RI dengan GAM yang dilaksanakan di Helsinki dengan perantara mantan perdana menteri Islandia. Sampai masalah pengadaan KUR bagi rakyat tidak mampu. Semua itu merupakan terobosan dinamis yang dibuat oleh JK.

Kini, pasca pilpres 2009 duet kepemimpinan nasionak pasca reformasi ini harus pecah kongsi karena perbedaan arah politik. Sementara itu disatu sisi, keberadaan Boediono sebagai Wakil Presiden tidak mampu segesit dan selincah JK. Pak Boed, sepertinya hanya menjadi ban serep belaka berbeda dengan JK yang tidak ingin menjadi cadangan pidato jika Presiden berhalangan hadir. Coba bayangkan, sudah hamper dua tahun kepemimpinan SBY Boediono memimpin Indonesia namun tidak ada perubahan yang bermakna yang dapat dirasakan oleh seluruh lapisan rakyat Indonesia. Bahkan, penjajahan intelektual masih berkembang subur hingga detik ini. Seolah dictum Bung Karno yang mengatakan bahwa, Indonesia harus mandiri dalam ekonomi, berkedaulatan dalam politik dan berkepribadian dalam budaya hanya retorika belaka.

Jika melihat berita di statsiun televise beberapa hari yang lalu, SBY memanggil JK ke Istana dengan dalih silaturahmi. Tidak mengerti apa sebenarnya bungkus yang terkandung dalam pertemuan tersebut. Jika saya sebagai orang awam melihat bahwa, panggilan itu adalah sebagai sharing permasalahan bangsa yang tidak kunjung usai. Lantas, kemanakah Pak Boed? Sebagai seorang wakil presiden seharusnya mampu memberikan masukan kepada presiden tentang permasalahan tersebut, namun mangapa SBY justru memanggil JK? Dari sinipun sudah dapat diketahui bahwa SBY memang masih memerlukan sosok JK. Walaupun pasca lengser dari Wakil presiden dan memegang amanah ketua umum PMI, gebrakan JK justru sangat terasa sampai ke daerah. JK punya impian untuk membuat pabrik donor darah dengan bekerja sama Jepang dan bahkan yang sudah jelas, JK membeli mobil amphibi yang ketika erupsi merapi beberapa hari yang lalu diturunkan ke lapangan.

Melihat permasalahan tersebut timbul pertanyaan dalam sanubari, dosa siapakah ini? Dosa kita sebagai rakyat Indonesia? Atau dosa pemimpin-pemimpin kita yang tidak mampu membawa rakyat menjadi lebih sejahtera. Pertanyaan yang tidak perlu dijawab karena jawaban itu akan meninggalkan sesak yang mendalam. Goreskanlah jawaban itu dalam hati untuk merenungi dan meresapi apa yang telah terjadi..


Sunday, 5 December 2010

Monarkhi dan Demokrasi


Perpolikan nassional saat ini sedang hangat membicarakan tentang status DIY yang menuai banyak kontroversi. Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DIY (RUUK DIY) yang memicu perseteruan antara Jogja dan Jakarta. Pernyataan SBY yang menyatakan bahwa tidak ada monarkhi dalam Negara demokrasi menuai konflik di jogja yang terkenal kondusif.

Diantara 4 daerah otonom di Indonesia, termasuk Aceh, Papua, Jakarta dan Jogjakarta, hanya Jogjakarta yang regulasinya belum diatur komprehensif. Oleh karena itu sekitar tahun 2006, pemerintah daerah DIY mengajukan RUUK DIY. Namun pembahasan RUU itu kemudian terkatung-katung tanpa ada kejalasan status. Hingga akhirnya, SBY mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan perdebatan di Indonesia.

Ada beberapa hal yang patut dijadikan acuan tentang status DIY. DIY sebagai salah satu provinsi tertua di Indonesia melalui dekrit Sultan Hamnegkubuwono IX pada tahun 1950 menyatakan diri bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Jogja secara historis rela menawarkan diri menjadi ibu kota Negara saat Negara dalam keadaan genting memainkan peran penting dalam proses kemerdekaan. Adalah Hamengkubuwono IX yang rela pasang badan untuk Indonesia.

Jika melihat dari aspek sejarah, sudah sepantasnya DIY mendapatkan hak atas keistimewaannya karena peran sentral dalam kemerdekaan. Monarkhi yang dimaksud bukan dari aspek pemerintahan, karena hal itu jelas-jelas bertentangan dengan demokrasi di Indonesia. Monarkhi yang dimaksud dalah monarkhi dalam aspek sosio cultural. Sama dengan daerah kerajaan lain di Indonesia, monakhi terbentuk dari aspek sosio cultural. Hanya di DIY saja yang menjadi masalah, karena Gubernur merangkap sebagai Raja Jawa. Mungkin jika Gubernur bukan merangkap sebagai raja jawa permasalahannya tidak serumit ini.

Yang menjadi masalah selanjutnya adalah terkait masa jabatan Gubernur jika nantinya di setujui RUUK ini. Sampai kapan Sultan akan menjabat menjadi Gubernur? Jika nantinya dalam perjalanannya, diangkat Sultan yang masih belum cukup umur untuk memimpin DIY apakah akan tetap diangkat menjadi Gubernur?

Masalah RUUK DIY memang masih menimbulkan debat yang mendalam oleh para pakar. Bola panas ada di tangan pemerintah (Menteri Dalam Negeri) untuk memutuskan. Fraksi democrat di DPR setuju pemilihan gubernur melalui pemilihan langsung sedangkan fraksi lain setuju realisasi RUUK DIY. Sultan sendiri menawarkan opsi referendum untuk memutuskan keistimewaan DIY.

Apapun hasilnya nanti, yang terpenting dari semua itu adalah NKRI harga mati. Jangan hanya masalah ini kemudian memantik api untuk memecah belah kesatuan dan integritas bangsa. Diperlukan kearifan dan kebijaksanaan para pemegang jabatan untuk lebih bisa menerima keputusan dengan cerdas.

Saturday, 4 December 2010

Duet “BB” dalam system Peradilan Indonesia


Terpilihnya Busyro Muqoddas dan Basrief Arief sebagai pioneer penegakkan hukum di Indonesia menjadikan dua korps penegakan keadilan Indonesia menjadi buah bibir sentral. Pada saat hari yang bersamaan, Busyro yang sedang dipilih DPR melalui mekanisme voting dan penunjukan Basrief sebagai Jakgung oleh Presiden. Tentunya, banyak pihak menaruh sejuta harapan kepada mereka. Khususnya dalam pemberantasan korupsi, penegakkan keadilan dan menjunjung tinggi supremasi hukum.
Kasus demi kasus sudah menunggu dihadapan mereka, mulai dari kasus gayus, pemilihan DGS Bank Indonesia, kasus century dan sebagainya. Kasus demi kasus yang harus dipecahkan memang termasuk kasus kakap yang banyak kepentingan bermain disana. Ada invisible hand yang mengatur scenario agar berjalan dengan mulus.

Busyro Muqoddas yang merupakan ketua KY demisioner, masuk mendaftar menjadi ketua KPK pada hari terakhir penutupan bakal calon. Ketika diskusi dengan beliau beberapa bulan yang lalu sempat beliau menjelaskan untuk menjadi balon ketua KPK dorongan dari teman-teman sejawat, kolega dan keluarga. Sehigga setelah melalui istokharah yan mendalam keputusan itupun akhirnya dibuat. Setelah melalui beberapa tahapan pemilihan akhirnya lolos dua kandidat ketua yaitu Bambang Widjojanto da Busyro Muqoddas. Sebenarnya diantara kedua figure tersebut memiliki kredibilitas dan integritas yang kuat dan mengakar untuk menguatkan fungsi kelembagaan KY.

Basrief Arief adalah mantan petinggi di Korps Adhyaksa. Jabatan tertinggi diembannya sebagai wakil jaksa angung sebelum akhirnya pension. Pada dasarnya Basrief bukan orang baru di korps adhyaksa. Sehingga keputusan pengangkatan Basrief dari kalangan internal menurut kalangan internal sudah tepat. Namun untuk kalangan eksternal, proses ini menyebabkan tertundanya reformasi internal kejaksaan agung.

Duet BB inilah tampuk penegakan supremasi hukum berada, semoga amanah yang dilaksanakan dapat menjadi pahala tersendiri buat keduanya. Teringat kata-kata pak Mahfud, dua hal yang saya hindari ketika menjadi pejabat yaitu Korupsi dan Selingkuh. Pak Busyro sendiri pernah berkata yang beliau kutip dalam hadist, “Ya Allah masukanlah hamba dalam keadaan baik-baik dan keluarkanlah hamba dalam keadaan baik-baik dan keluarkan hamba dalam keadaan baik-baik.

Monday, 7 June 2010

Rivalitas Ical vs Paloh


Oleh : derek Manangka
Pada Pipres 2004, keduanya sudah bersaing menjadi calon Golkar untuk jabatan Presiden RI periode 2004-2009. Hanya saja keduanya gagal lolos dari Konvensi Golkar. Yang menang Jenderal purnawirawan Wiranto, kini Ketua Umum Partai Hanura.

Ketidak-cocokan di antara mereka, merupakan hak individu. Sebagai manusia biasa Ical dan Paloh punya hak azasi dengan siapa mereka berkawan dan siapa pula mereka posisikan sebagai lawan.

Yang menjadi persoalan adalah kecenderungan perseteruan dua politisi Golkar itu mulai digiring ke domain publik. Kecenderungan ini cukup berbahaya. Apalagi kalau dibawa ke situasi hanya Paloh yang benar sementara Ical berlumuran kesalahan.

Bila ini terjadi, dapat mengaburkan esensi perseteruan yang sebenarnya. Ical dan Paloh tidak boleh mengecoh publik bahwa seolah-olah mereka berdua tidak ada persoalan.

Sejauh ini belum ada penjelasan kedua pihak menyikapi eksistensi masing-masing. Upaya mempertemukan mereka melalui sebuah dialog bahkan terbuka, nampaknya tak akan bisa diwujudkan.

Oleh karenanya mereka juga tidak pantas mengggiring bahwa yang salah dalam pemberitaan adalah karyawan mereka, pekerja pers, atau wartawan yang keliru memilih berita mana yang patut disorot kemudian ditayangkan.

Kru Metro TV ataupun TV One, tidak patut dipersalahkan. Siapapun yang menjadi ‘komandan wartawan’ di dua stasiun TV tersebut, pasti karena panggilan profesi. Bukan karena panggilan kepartisanan.

Media ingin mengingatkan bahwa publik sudah jauh lebih kritis dan cerdas. Ical dan Paloh punya uang. Wartawan yang bekerja hanya berharap dapat mengaktualisasikan idealisme mereka.

Di sisi lain daya kritis dan tingkat kecerdasan masyarakat sudah banyak berubah. Publik yang semakin cerdas cepat lambat laun akan menilai siapa media yang suka menyebarkan kebohongan dan mana yang lebih jujur.

Singkatnya sulit membohongi publik. Jadi pengetahuan publik tidak bisa disepelekan. Media televisi sangat berperan. Dengan siaran-siaran audio visual masuk ke dalam ruang pribadi pemirsa, publik bisa mengetahui dan mengkritisi hal-hal yang paradoks.

Ketika di awal 2005, Metro TV menciptakan program Indonesia Menangis, jutaan pemirsa terpanggil menyumbang korban tsunami Aceh. Ratusan miliar rupiah terkumpul. Mereka melakukannya karena percaya bantuan tidak akan dikebiri.

Bantuan mereka apakah yang berbentuk bahan baku atau uang tunai, akan sampai ke tangan para korban. Mereka lebih percaya Metro TV, lembaga swasta ketimbang lembaga yang dikoordinir oleh pejabat pemerintah. Kredibilitas Metro TV sebagai media dianggap lebih kuat.

Tapi setelah lima tahun, Indonesia Menangis tak lagi ditayangkan Metro TV, publik merasakan adanya satu paradoks. Lima tahun lalu Metro TV sangat terbuka tentang setiap sen yang disumbangkan si penyumbang. Kini publik merasakan sebuah keterbalikan.

Metro TV dibawah kendali Surya Paloh tidak membuka kepada publik sejauh mana penyaluran dana lebih dari Rp150 miliar tersebut kepada para korban tsunami. Cukupkah Metro TV menyiarkan penggalan liputan tentang penyaluran dana dari yayasan yang dibentuk untuk menampung sumbangan Indonesia Menangis itu? Tentu saja tidak.

Pertanyaan kritis dan terbatas namun semakin kencang, seharusnya menjadi sebuah renungan. Jadi jika publik sepertinya diam, bukan berarti mereka tidak peduli dengan kejujuran. Mereka lebih memilih berbicara dengan naluri dan hati nurani.

Pada masa kampanye pemilihan Presiden RI di 2004, Surya Paloh dikenal sebagai tokoh pers paling gigih mencitrakan SBY. Putera kelahiran Pacitan itu digambarkan Surya dan Metro TV sebagai tokoh yang paling pantas memimpin Indonesia.

Namun masyarakat kemudian dibuat bertanya-tanya. Mengapa setelah SBY berkantor di Istana Merdeka, Metro TV justru tidak lagi banyak memberitakan kegiatan Presiden SBY?

Surya Paloh sempat ‘berbulan madu’ dengan Presiden SBY. Hubungannya dengan Presiden RI sempat ‘mempribadi’. Ketika kedekatan Paloh dan SBY berubah, merenggang, publik tidak bersuara. Karena menganggap hubungan politik mereka berdua merupakan masalah pribadi.

Namun ketika kabar dilarangnya Metro TV meliput kegiatan SBY di Cikeas, kediaman pribadi Presiden, publik bertanya-tanya, ada apa antara Paloh dan SBY? Publik punya hak bertanya dan bertanya dengan cara diam mengingat terjadi sebuah paradoks.

Pada satu masa publik dijejali berita-berita mirip makanan manis tapi masih diberi tambahan gula. Suatu saat, media yang sama menyajikan berita ibarat makanan yang sudah busuk dan basi, tapi masih tetap ditambahi komentar. Padahal makanan busuk dan basi itu tadinya dipromosikan sebagai makanan paling lezat. Akhirnya muncul pertanyaan, apa sebenarnya yang terjadi.

Hanya selang kurang lebih sebulan setelah Surya Paloh gagal merebut jabatan Ketua Umum DPP Partai Golkar, tiba-tiba Surya mendirikan organisasi masyarakat Nasional Demokrat.

Bersama para aktivis lainnya, Nasional Demokrat dideklarasikan sebagai gerakan moral yang bertujuan merestorasi Indonesia. Melalui kemasan iklan dan pencitraan, dikesankan Nasional Demokrat tidak akan menjadi partai politik baru.

Cara ini tidak salah dan menjadi hak individu masing-masing. Tetapi ini juga merupakan sebuah paradoks. Karena ketika bangsa Indonesia sudah jenuh dengan kegiatan-kegiatan pengumpulan atau pengerahan massa, media yang berkantor pusat di kawasan Kebon Jeruk justru mempromosikan hal-hal yang mulai dijauhi masyarakat. Memang masih terlalu dini menilai apalagi mencurigai.

Namun masyarakat tentu akan mancatat dan menunggu. Setidaknya sampai 2013 atau menjelang pelaksanaan Pemilu 2014, masyarakat akan bisa mengetahui dimana titik temu antara yang diucapkan tahun ini dengan yang dilakukan kelak.

Bertitik tolak dari contoh kasus di atas, yang perlu dicegah kalau media mulai digunakan untuk memasyarakatkan ego dan kepentingan pribadi masing-masing.

Cara Ical tidak menjawab pertanyaan wartawan Metro TV tetapi menjawab pertanyaan yang sama kepada wartawan media lain, bisa dianggap sebuah sikap diskriminatif. Ical merupakan tokoh milik publik. Seharusnya Ical tidak boleh menerapkan diskriminasi.

Tetapi cara Metro TV yang menugaskan wartawan-wartawannya untuk mencecer Ical atas sebuah kasus yang melibatkan nama dan perusahaannya, memang patut dicurigai. Terutama media milik Surya Paloh ada kecenderungan melipat gandakan isu yang berdampak negatif bagi Aburizal Bakrie.

Wartawan Metro TV yang ngotot saat bertanya atau mengejar sumber berita, wajar. Tetapi etika dalam bertanya pun sebetulnya ada aturannya. Etika inilah yang seringkali dilupakan. Sebuah pertanyaan sensitif, tidak akan melukai perasaan orang yang ditanya, apabila entry point yang digunakan tepat.

Semarah-marahnya Ical kepada Metro TV atau lawan bisnisnya Surya Paloh, akan tetapi apabila sang jurnalis yang ditugaskan melakukan pendekatan secara benar, besar kemungkinan ketersinggungan Ical tidak akan tersentuh. Ical tidak akan terperangkap dengan sikap eksplosif dan reaktif.

Tidak bisa dibayangkan apa yang akan dilakukan Surya Paloh apabila wartawan atau anak buahnya Ical mengejar Surya dengan pertanyaan-pertanyaan yang bisa menimbulkan ketersinggungan. Misalnya, apa betul Bambang Trihatmodjo, putera Soeharto, Presiden kedua RI merasa tersinggung karena Hotel Jimbaran Inter-Continental di Bali sudah dikuasai Surya Paloh?

Memang tidak mudah bagi wartawan memposisikan diri sebagai pihak non-partisan apabila sejak awal sudah diindoktrinasi atasannya. Sebab selain menyangkut masalah kepatuhan dan loyalitas, pada era sekarang tidak gampang memperoleh pekerjaan, sang wartawan akhirnya dihadapkan hanya pada dua pilihan. Menuruti kemauan atasan atau melawan dengan konsekuensi hukuman, mulai dari tidak diberi penugasan sampai akhirnya dirumahkan.

Kalaupun tidak menerapkan etika, setidaknya memilih entry point yang benar. Persoalannya entry point itu mungkin terlanjur dilupakan wartawan Metro TV karena Ical oleh redaksi memang sudah dijadikan semacam ‘target operasi’.

Rapat budged redaksi Metro TV boleh jadi sudah memutuskan, hari itu harus ada komentar dan visual dari Ical tentang masalah pajak PT Kaltim Prima Coal.

“Pokoknya hari ini harus ada berita tentang Ical..,” begitulah kira-kira kurang lebih nuansa yang ada di jajaran redaksi Metro TV. Atau kalaupun tidak melalui rapat budged, topik tersebut ditugaskan melalui pesan singkat atau komunikasi lainnya.

Dengan cara ini wartawan Metro TV terjebak. Apalagi jika jam terbangnya sebagai reporter relatif masih sedikit. Fakta yang mau disajikan, tetapi yang terjadi faktanya dibungkus opini. Pekerja media, wartawan dipaksa si pemilik mengemas sebuah opini menjadi fakta.

Keadaan seperti ini sangat berbahaya bagi masa depan profesi wartawan. Wartawan hanya akan menjadi seperti buruh dan robot. Sebagai buruh, harus siap menerima apapun kehendak si majikan.

Sebagai robot hanya mengerjakan apa yang sudah diprogram si pemilik. Kreativitas dan intelektualitas yang menjadi modal kuat seorang jurnalis, tidak lagi penting. Wartawan akhirnya tidak lagi menjadi sebuah profesi tetapi dikonversi menjadi aktifis dan partisan.

Bila hal seperti ini terjadi, masyarakat, publik akan mengkonsumsi informasi yang dikemas secara tidak benar. Masyarakat menjadi korban sebab hak mereka memperoleh informasi yang benar dan menyeluruh tidak terpenuhi. Kecenderungan untuk itu ada dan mulai terjadi. Menyedihkan!
Sumber :www.inilah.com

Indonesia Mengajar

Awali langkahmu dengan mengajar. Soekarno mengajar. Bung Hatta mengajar. Bung Syahrir mengajar. Ki Hajar Dewantara mengajar. Panglima Besar Jenderal Sudirman mengajar. Kartini Mengajar. Sanusi Pane mengajar. Jenderal AH. Nasution mengajar. Praktis semua pejuang dan pemimpin republik pernah mengajar. Mereka memberi inspirasi. Mereka menjadi inspirasi. Mengajar adalah memberi inspirasi. Dan menginspirasi adalah tugas utama seorang pemimpin.

Awali langkah besar ini dengan belajar memimpin dan menginspirasi kelas kecilmu (SD) dengan mengajar. Indonesia Mengajar (IM) percaya bahwa kualitas pendidikan berkait erat dengan kualitas tenaga pengajar. Dengan demikian, IM berkepentingan untuk merekrut generasi muda dengan kriteria sebagai berikut:

1. Lulusan S1.
2. Fresh graduate, maksimal dua tahun setelah lulus jenjang strata satu.
3. Umur maksimal 25 tahun.
4. IPK minimal 3,0 dalam skala 4,0 dari berbagai disiplin ilmu.
5. Berprestasi baik di dalam maupun di luar kampus.
6. Mengedepankan jiwa kepemimpinan yang ditunjukkan dengan pengalaman berorganisasi.
7. Mengedepankan kepedulian sosial dan semangat pengabdian.
8. Memiliki antusiasme dan passion dalam dunia pendidikan, khususnya untuk kegiatan belajar mengajar
9. Menghargai dan berempati terhadap orang lain.
10. Memiliki semangat juang, kemampuan adaptasi yang tinggi, menyukai tantangan dan kemampuan
problem solving.
11. Memiliki hobi atau keterampilan non-akademis yang menarik dan bermanfaat.
12. Sehat secara fisik dan mental.
13. Bersedia ditempatkan di daerah terpencil selama satu tahun.

Lokasi Penempatan
1. Kabupaten Bengkalis (Riau)
2. Kabupaten Tulang Bawang (Lampung)
3. Kabupaten Paser (Kalimantan Timur)
4. Kabupaten Majene (Sulawesi Barat)
5. Kabupaten Halmahera Selatan (Maluku Utara)

Pengajar-pengajar muda yang terpilih akan mendapatkan fasilitas seperti
1. Pelatihan bersertifikat mengenai kependidikan dan kepemimpinan
2. Renumerasi yang menjanjikan dan asuransi
3. Pengalaman kepemimpinan di tengah masyarakat
4. Dukungan jejaring profesional bereputasi internasional pasca program

Daftarkan diri anda di
www.indonesiamengajar.org


Wednesday, 26 May 2010

Anas dan tantangan Demokrat

Kongres Partai Demokrat ke II telah usai, kongres yang menurut sebagian pengamat merupakan kongres yang paling demokratis diantara partai politik di Indonesia telah melahirkan wajah pemimpin democrat yang lahir dari rahim demokrasi yang tumbuh subur pada partai tersebut, sosok itu adalah seorang Anas Urbaningrum (AU). Anas yang maju tanpa “cium tangan” dengan SBY mampu membalikkan prediksi banyak pengamat yang lebih menjagokan Andi Mallarangeng yang didukung oleh SBY melalui Ibas. Pun begitu dengan Marzuki Alie, ketua DPR RI ini setelah lolos putaran ke dua pemilihan akhirnya juga “cium tangan” dengan SBY. Lagi-lagi, sosok kharismatik AU dan sense of leadership-nya mampu memenangkan game tersebut. Apakah ini tanda-tanda kekuatan SBY di Demokrat sudah mulai pudar dan digantikan dengan sosok yang lebih muda dan energik.

Kongres telah melahirkan calon pemimpin bangsa ini ke depan, entah 2014, 2019 atau 2024 nantinya. Tapi yang jelas benih-benih kepemimpinan AU untuk Indonesia sudah muncul ketika ia dengan gagah memenangkan Kongres Demokrat 2010. Tantangan demi tantangan sudah menanti AU. Tugas yang diemban pun tidak mudah bagaimana AU mampu mempertahankan track record kemenangan di pemilu 2009 untuk dapat dilanjutkan pada pemilu 2014. Tugas yang tidak mudah tentunya mengingat amanah kongres yang mematok angka 30% kemenangan di pemilu 2014. Tentunya AU harus rajin sowan ke daerah-daerah untuk konsolidasi sejak dini demi penguatan basis masa Demokrat di daerah agar realisasi 30% dapat terwujud.

Pasca kongres ini tentunya masa kooperasi dan konslidasi internal partai untuk membenanhi struktur, pola kerja dan kepengurusan di Demokrat. Positioning yang tepat akan menentukan langkah konkrit ke depan. Yang jelas AU harus mampu merangkul seluruh komponen dalam Demokrat yang sempat pecah menjadi faksi-faksi yang jika tidak diatasi dapat enjadi kerikil yang menghalangi kinerja Demokrat ke depan. Salah satu perubahan besar yang terjadi di Demokrat adalah dibentuknya Majelis Tinggi yang memiliki kewenangan sangat luas, bahkan dapat mem-veto keputusan DPP. Majelis Tinggi yang di ketuai oleh SBY selaku Ketua Dewan Pembina PD sepertinya masih ingin mengendalikan Demokrat seutuhnya. Ini tak ubahnya seperti fungsi Dewan Pembina Golkar pada masa Orba, dimana Dewan Pembina memiliki peran yang sangat luas tak terbatas cenderung ke arah demokrasi totaliter.

Peran yang tak kalah penting dan harus dibentengi oleh AU adalah penguatan koalisi yang mudah sekali di koyak-koyak oleh kepentingan tertentu. Anas harus mampu menjaga stabilitas koalisi agar sesuai dengan track record untuk mendukung oemerintah hingga masa tugas pemerintahan SBY selesai pada 2014 nanti. Anas harus dapat menjalin komunikasi yang intensif pada partai-partai yang “ndablek” seperti Golkar dan PKS. Disinilah kejeniusan seorang Anas Urbaningrum di uji. Gaya dplomasinya yang memang sudah matang dan tertempa di HMI merupakan kunci utama dalam menjaga stabilitas internal koalisi.

Kita hanya bisa menunggu, apa gebrakan yang akan dilakukan oleh AU dalam mengawal pemerintahan SBY Boediono untuk sampai ke dermaga berikutnya. Kemenangan seorang AU merupakan kemenangan anak mudah, untuk dapat mendobrak dikotomi yang memenjarakan aspirasi rakyat dalam ruang public. Selamat Bang Anas, selamat berjuang..

Sani Rachman Soleman, S.Ked






Saturday, 1 May 2010

Komoditi dagang pilkada : Kebijakan Kesehatan


Sudah terbiasa terdengar dalam telinga kita semua setiap calon pemimpin gembar gembor konsep yang cukup menarik simpati sebagai komoditi dagang politik. Selain masalah pendidikan dan perekonomian, permasalahan kesehatan juga cukup mendapatkan tempat tersendiri di hati rakyat. Sayang sungguh sayang, ketika komoditi dagang politik yang cukup strategis ini hanya menjadi cibiran politk tanpa tahu bagaimana dapat mengaplikasikannya.


Pembangunan kesehatan kedepan yang harus diperhatikan adalah pembangunan berlandaskan kesetaraan. Masih banyak kesenjangan yang terjadi sehingga menyebabkan disparitas yang dalam antara health provider dengan patient. Dewasa ini topic yang menjadi buah bibir adalah jamkesmas (Jaminan Kesehatan masyrakat). Memang trobosan ini cukup efektif untuk mengcover golongan menengah kebawah agar mendapatkan kepastian dalam pelayanan kesehatan. Akan tetapi sentralisasi program ini harus sinergis dengan program daerah untuk dapat menutup jumlah kuota peserta jamkesmas yang tidak tercover, bentuk kegiatan ini dapat di aplikasikan dalam bentuk jamkesda (Jaminan kesehatan daerah). Program tersebut harus memiliki kreativitas yang mumpuni sehingga dari tahun ke tahun pengembangan program ini cukup progresif.

Program jaminan kesehatan harus dapat bersifat “universal coverage”, seluruh elemen lapisan masyarakat harus mendapatkan kesehatan, titik tekan terletak pada peserta yang tidak tercover oleh jamkesmas dan elemen masyarakat yang memberikan kontribusi maksimal seperti tokoh masyarakat, kader kesehatan, anak berprestasi.

Bagi daerah yang dikaruniai APBD melimpah, pengembangan pelayanan kesehatan dapat dikonsep lebih luas lagi. Selama ini CT Scan dan MRI dan ada beberapa pemeriksaan lain yang tidak masuk kuota jamkesmas maupun jamkesda, kedepan batasan anggaran bukan lagi kendala berarti. Ada beberapa penyakit yang diagnosis pasti dengan dilakukan CT Scan dan MRI karena keterbatasan dana sehingga diagnosis pasti tidak dapat ditegakkan.

Pengembangan dokter keluarga agar seluruh rakyat mendapatkan kepastian pelayanan kesehatan. Selama ini dokter hanya terpusat pada daerah jawa, hanya segelintir yang bersedia terjun ke perifer. Pemerintah seharusnya dapat memberikan tunjangan ekstra bagi dokter-dokter yang bekerja di daerah perifer sehingga dokter sendiri bersedia untuk ditempatkan dimana saja. Adanya UUPK sebagai temeng untuk membatasi ruang gerak dokter menjadi ambiguitas karena miskinnya SDM dan alat didaerah terpencil sehingga tidak heran jika tenaga kesehatan selain dokter yang dapat memberikan terapi yang lebih banyak tidak sesuainya dibanding kesesuaiannya. Sekelumit cerita diatas belum cukup untuk mewakili jeritan hati rakyat Indonesia yang dahaga akan sebuah makna sehat.

Friday, 30 April 2010

Selamat Berpilkada

Momentum 2010 ini merupakan suatu momentum yang sudah ditunggu-tunggu oleh sebagian pencari kekuasaan untuk dapat bertarung dalam sebuah arena yang disebut pilkada. Berdasarkan data yang terhimpun oleh KPU diseluruh Indonesia terdapat lebih dari 130 pilkada provinsi kabupaten dan kota seluruh Indonesia (Klik disini). Dari sekian momentum pilkada yang menarik adalah pilkada did aerah Kabupaten Kutai Kartanegara.

               

Secara de facto, Kabupaten Kutai Kartanegara adalah kabupaten pertama yang menjalankan pemilihan secara langsung pasca reformasi. Berdasarka fakta itu, muncullah harapan yang cukup besar dipundak bupati terpilih saat itu. Momentum kebangkitan Kerajaan Kutai Modern dengan pembangunan –pembangunan supra dan infrastruktur secara komprehensif. Fakta hanyalah tinggal fakta semata, dibalik mewahnya pergelaran pesa demokrasi itu ternyata output hasil pilkada itu hanya tinggal cerita dibalik layar belaka. Bupati terpilih saat itu H.Syaukani HR dan H.Syamsuri Aspar, keduanya teribat vis a vis dengan KPK sehingga semuanya harus berakhir di bui.

                Seluruh mata dunia internasional dibuat berdecak kagum dengan keberhasila pilkada langsung yang dilaksanakan oleh pemerintah, namun dibalik semua itu ternyata masih meninggalkan sisa puing-puing kebijakan yang masih berserakan. Cerita masa lalu yang hanya dapat dikenang oleh memori-memori yang tersisa kini pada tanggal 1 Mei 2010 berrtepatan dengan hari buruh sedunia dilaksanakan pilkada untuk memilih pemimpin yang memiliku karakter kuat dalam memimpin, sense of belonging yang tinggi, senses of leadership yang tanggung serta menguasai medan adalah kriteria absolute untuk memilih calon pemimpin di kutai kartanegara.

                Sungguh beruntung memang memimpin kabupaten terkaya di Indonesia, dengan sumber daya alam yang melimpah dan APBD nyaris 5 triliun (terbesar di Indonesia) harusnya aspek people wefare dapat tercover dengan baik. Cernati, apakah permasalahan kesehatan masih marketable bagi cabup untuk dapat menarik simpati masa, apakah program pendidikan gratis bukan hanya kualitas yang diperbaiki akan tetapi kuantitas juga harus merata, apakah penegakan supremasi hukum masih dapat ditegakkan dengan mengedepankan aspek praduga tidak bersalah? Semua pasti bicara kecap nomor satu, tidak ada kecap nomor dua. Namun dengan kecap nomor satu itu bagaimana bisa diolah menjadi makanan yang siap saji sehingga seluruh rakyat dapat menikmati hasilnya.

                Support program untuk meningkatkan mikro ekonomi dan stabilisasi makro ekonomi sangat penting agar laju perekonomian dapat mencapai 5% lebih pertahun dan semakin ditingkatkan daru tahun ke tahun. Proses pendampingan bagi ekonomi mikro harus beriringan dan sejajar agar ekonomi mikro tidak tergerus oleh arus globalisasi yang semakin memakan korban. Ingat. Alokasi APBD tahun 2010 nyaris 5 triliun itu hampir mendekati APBD Kaltim seharusnya aspek-aspek diatas tadi dapat terpenuhi. Momentum 1 Mei ini adalah momentum untuk Kukar bangkit, bangkit dari keterpurukan dan bangkit dan ketertindasan. Siapapun pemimpinnya, konsep solus populis supremalex harus dapat dipertanggung jawabkan dihadapan Sang Khaliq.

 

Sani Rachman Soleman, S.Ked

Aktivis HMI MPO Cabang Yogyakarta



Saturday, 27 February 2010

Orang Terkaya Indonesia versi Forbes



Sejumlah pengusaha kaya ikut terjun ke politik. Di tengah bergiat di dunia politik, para pengusaha ini tetap bisa mengembangkan bisnisnya. Hasilnya, kekayaan mereka tetap melonjak. Aburizal Bakrie yang paling tajir, karena kekayaannya bertambah dari US$ 850 juta menjadi US$ 2,5 miliar. Dia tetap masuk dalam daftar 40 orang terkaya di Indonesia. Sementara Murdaya Poo masih tetap masuk dalam daftar, sedangkan Jusuf Kalla (JK) terlempar.

Daftar 40 orang terkaya Indonesia tahun 2009 ini dikeluarkan oleh Forbes. Setiap tahun, Forbes memang melansir orang terkaya Indonesia. Dan dalam rilis, Kamis (3/12/2009), pemilik grup Djarum, Budi dan Michael Hartono masih berada di posisi puncak dengan nilai kekayaan US$ 7 miliar.

Aburizal Bakrie, yang saat ini menjabat Ketua Umum DPP Partai Golkar, naik peringkat. Jumlah kekayaannya juga tambah menjulang. Pada tahun 2008 lalu, pria yang sering disapa Ical itu berada di peringkat 9 dengan kekayaan sebesar US$ 850 juta. Dan pada tahun 2009, Ical berada di urutan ke 4 dengan kekayaan sebesar US$ 2,5 miliar.

Murdaya Poo yang sedang terkena 'musibah' karena baru saja dipecat PDIP dari pengurus DPP PDIP dan anggota DPR, masih masuk dalam daftar 40 orang terkaya, meski peringkat dan jumlah kekayaannya melorot. Pada 2008, Murdaya Poo bertengger di peringkat 10 dengan kekayaan US$ 825 juta, dan pada tahun 2009, suami Hartati Murdaya itu berada di peringkat 20 dengan kekayaan US$ 600 juta.

Anggota DPD 2009-2014 yang juga mantan Wakil Ketua MPR Aksa Mahmud juga memiliki kekayaan yang cukup luar biasa dan masih masuk dalam daftar 40 orang terkaya di Indonesia. Pada 2008, Aksa masuk di peringkat 21 dengan kekayaan US$ 260 juta. Dan pada tahun 2009, Aksa berada di peringkat 32 dengan kekayaan US$ 330 juta. Meski kekayaannya melonjak, namun peringkatnya turun.

Namun, tidak semua pengusaha yang terjun ke dunia politik, tetap bisa bertengger dalam 40 orang terkaya di Indonesia. Mantan Wapres RI yang juga mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla (JK) termasuk dalam jajaran ini. Dia terlempar dari daftar 40 orang terkaya di Indonesia. Padahal pada tahun 2008, JK masuk di peringkat 29 dengan kekayaan US$ 185 juta.

Berikut daftar 40 orang terkaya versi Forbes:

1. R. Budi & Michael Hartono US$ 7 miliar
2. Martua Sitorus US$ 3 miliar
3. Susilo Wonowidjojo US$ 2,6 miliar
4. Aburizal Bakrie US$ 2,5 miliar
5. Eka Tjipta Widjaja U$S 2,4 miliar
6. Peter Sondakh US$ 2,1 miliar
7. Putera Sampoerna US$ 2 miliar
8. Sukanto Tanoto US$ 1,9 miliar
9. Anthoni Salim US$ 1,4 miliar
10. Soegiharto Sosrodjojo US$ 1,2 miliar
11. Low Tuck Kwong US$ 1,18 miliar
12. Eddy William Katuari US$ 1,1 miliar
13. Chairul Tanjung US$ 99 juta
14. Garibaldi Thohir US$ 930 juta
15. Theodore Rachmat US$ 900 juta
16. Edwin Soeryadjaya US$ 800 juta
17. Trihatma Haliman US$ 750 juta
18. Ciliandra Fangiono US$ 710 juta
19. Arifin Panigoro US$ 650 juta
20. Murdaya Poo US$ 600 juta
21. Hashim Djojohadikusumo US$ 500 juta
22. Kusnan & Rusdi Kirana US$ 480 juta
23. Prajogo Pangestu US$ 475 juta
24. Harjo Sutanto US$ 470 juta
25. Mochtar Riady US$ 440 juta
26. Eka Tjandranegara US$ 430 juta
27. Ciputra US$ 420 juta
28. Hary Tanoesoedibjo US$ 410 juta
29. Sandiaga Uno US$ 400 juta
30. Boenjamin Setiawan US$ 395 juta
31. Alim Markus US$ 350 juta
32. Aksa Mahmud US$ 330 juta
33. Sutanto Djuhar US$ 325 juta
34. Kartini Muljadi US$ 320 juta
35. Soegiarto Adikoesoemo US$ 300 juta
36. George Santosa Tahija & Sjakon George Tahija US$ 290
37. Paulus Tumewu US$ 280 juta
38. Husain Djojonegoro US$260 juta.
39. Bachtiar Karim US$ 250 juta.
40. Kris Wiluan US$ 240 juta. (asy/nrl)
Sumber : www.detik.com

Thursday, 25 February 2010

APBD Kukar 2010 : 4.9 Triliun


KutaiKartanegara.com 19/02/2010 22:30 WITA
Banyaknya aspirasi masyarakat yang tak tertampung dalam RAPBD Kutai Kartanegara (Kukar) 2010 membuat sejumlah anggota dewan kecewa berat. Bahkan sehari sebelum Rapat Paripurna Penetapan APBD Kukar, salah seorang Anggota Dewan sempat 'mengamuk' dengan membanting layar televisi lantaran aspirasi yang diperjuangkannya ternyata tak masuk dalam RAPBD 2010.

Kendati dinilai kurang aspirasitif , RAPBD Kukar tahun anggaran 2010 akhirnya tetap dapat diterima seluruh fraksi di DPRD Kukar untuk ditetapkan menjadi APBD dengan nilai Rp 4,986 triliun.


Menanggapi hal itu, Pj Bupati Kukar Sulaiman Gafur dalam Rapat Paripurna DPRD Kukar, Rabu (17/02) malam lalu, mengaku bahwa memang masih banyak aspirasi yang berkembang yang memerlukan penyesuaian-penyesuaian terhadap RAPBD yang disampaikan Pemkab Kukar.


"Kita menyadari dalam proses yang panjang ini masih banyak aspirasi yang dirasakan belum sepenuhnya ditampung dalam RAPBD. Namun demikian, Pemkab Kukar tetap berupaya agar aspirasi-aspirasi yang berkembang saat ini dapat terakomodir, paling tdk sebagian besar yang dijadikan hajat masyarakat, dapat tertampung dalam APBD," ujarnya.


Ditambahkan Sulaiman Gafur, dengan disetujuinya RAPBD menjadi APBD, maka APBD Kukar tahun anggaran 2010 secara keseluruhan berjumlah Rp 4,986 triliun. "Dibandingkan tahun 2009 lalu, jumlah ini mengalami penurunan sebesar Rp 208,39 milyar atau turun 4,02%," ujarnya.


Lebih lanjut Sulaiman Gafur kemudian merincikan APBD 2010 yang terdiri dari Pendapatan Daerah sebesar Rp 4,061 triliun. Komponen pendapatan ini terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 213,11 milyar, Bagian Dana Perimbangan sebesar Rp 3,647 triliun serta Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah sebesar Rp 201,158 milyar.


Sedangkan untuk komponen Belanja, lanjut Sulaiman, mencapai Rp 4,769 triliun yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung sebesar Rp 1,58 triliun dan Belanja Langsung sebesar Rp 3,189 triliun.


"Untuk Belanja Tidak Langsung terdiri dari Gaji sebesar Rp 928,86 milyar, Subsidi Pendidikan sebesar Rp 92,16 milyar, Dana Hibah sebesar Rp 274,9 milyar, Bantuan Sosial Rp 101,64 milyar serta Alokasi Dana Desa (ADD) dan Penyelenggaran Pemerintahan Desa sebesar Rp 223,36 milyar," ujarnya.


Sedangkan Belanja Langsung terdiri dari belanja di tiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan total anggaran sebesar Rp 4,478 triliun.


Setelah ditetapkan dari RAPBD menjadi APBD, tambah Sulaiman lagi, APBD Kukar 2010 akan diserahkan kepada Gubernur Kaltim untuk dievaluasi. "Hingga pada akhirnya mendapat pengesahan menjadi Perda APBD 2010 dan dapat dilaksanakan," katanya. (win)

Tuesday, 15 December 2009

Patung, Sepatu, dan Cairan untuk Para Pemimpin Dunia




KOMPAS.com - Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi bergabung dengan deretan panjang pemimpin dunia yang jadi incaran penyerang. Sampai seberapa banyak pengamanan diperlukan bagi politisi saat bersentuhan dengan publik mereka?

Figur publik dan pemimpin yang melenggang di jalan tanpa perlindungan adalah magnet, bukan hanya bagi teroris, melainkan juga pemrotes, pencari ketenaran, dan orang dengan persoalan kejiwaan.



Seorang pria dengan riwayat gangguan jiwa, Minggu (13/12), melempar Berlusconi dengan patung replika Katedral Duomo di Milan. Dua gigi Berlusconi tanggal, hidungnya retak, dan bibirnya robek.

Bulan lalu Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengakui adanya kekacauan saat dua tamu tak diundang bisa masuk ke jamuan makan malam Gedung Putih dan bersalaman dengan Obama demi tampil di televisi.

Tahun lalu seorang wartawan Irak melempar mantan Presiden AS George W Bush dengan sepatu. Cara itu telah ditiru di seluruh dunia. Salah satu korbannya adalah Perdana Menteri China Wen Jiabao, yang dilempar sepatu oleh seorang mahasiswa saat menyampaikan pidato di Cambridge University.

Pada Maret lalu seorang aktivis pencinta lingkungan melemparkan cairan hijau ke arah Menteri Urusan Bisnis Inggris Peter Mandelson saat dia tiba dalam sebuah konferensi untuk mengurangi emisi karbon.

Berlusconi pun pernah mengalami serangan seperti pada Minggu lalu saat seorang pria memukul kepalanya dengan tripod kamera ketika berjalan di Piazza Navona di Roma tahun 2005.

Mematikan

Bentuk penyerangan lain terhadap pemimpin dunia terbukti mematikan. Di Belanda, pengamanan pejabat pemerintah kian diperketat menyusul pembunuhan politisi populis Pim Fortuyn tahun 2002.

Setahun kemudian Menteri Luar Negeri Swedia Anna Lindh juga tewas dibunuh. Pembunuhan Lindh memunculkan pertanyaan apakah politisi masih bisa merasa bebas melenggang di jalanan kota Stockholm bersama keluarga mereka.

Tahun 1990 Menteri Dalam Negeri Jerman (waktu itu) Wolfgang Schaeuble ditembak oleh seorang yang menderita gangguan jiwa dalam sebuah kampanye. Schaeuble, yang kini menjabat Menteri Keuangan Jerman, mengalami lumpuh dari bagian pinggang ke bawah.

Pemimpin lain yang rentan mengalami penyerangan adalah Paus Benediktus XVI. Paus secara teratur menemui masyarakat di Lapangan Basilika Santo Petrus. Tradisi itu terus berlanjut kendati pendahulunya, Paus Yohanes Paulus II, ditembak tahun 1981 dalam kegiatan serupa.

Kontak langsung

Masih banyak lagi pemimpin-pemimpin dunia yang terluka atau menemui ajal saat menemui publik mereka. Belum lagi pemimpin yang terancam akibat penerobosan keamanan.

Seperti pada pekan lalu saat para aktivis kelompok pencinta lingkungan, Greenpeace, menerobos masuk ke tempat pertemuan 27 pemimpin Uni Eropa. Penerobosan itu menimbulkan pertanyaan terhadap kualitas keamanan di blok tersebut.

Andrea Nativi, peneliti pada Military Center for Strategic Studies yang berbasis di Milan, Italia, mengatakan, pengamanan terhadap Berlusconi gagal karena dia melakukan apa yang tidak seharusnya dilakukan: melakukan kontak langsung dengan kerumunan orang.

”Di Italia, tidak ada pejabat tingkat tinggi yang memiliki cukup kekuasaan untuk berkata kepada dia (PM Berlusconi): ’Jangan lakukan itu’,” ujar Nativi.

Media-media Italia menyebutkan, serangan terhadap Berlusconi merefleksikan iklim politik yang penuh kekerasan. Bukan hanya di Italia, melainkan barangkali juga di negara-negara tempat penyerangan itu berlangsung.

Entah dilakukan oleh orang waras atau gila, ada faktor kebencian—seperti diakui Berlusconi—yang melatari perbuatan para penyerang itu. Saatnya para pemimpin dunia untuk makin waspada dan berhati-hati dengan cara mereka memimpin.(AP/BBC/FRO)

Thursday, 3 December 2009

Cerita Jusuf Kalla tentang Bank Century dikutip dari Tribun Timur

13 November 2008. Pagi. Bank Century kolaps, bangkrut. Bank itu kalah kliring. Sore harinya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama rombongan, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani, terbang menuju Washington, Amerika Serikat, untuk menghadiri pertemuan G-20.

Sri Mulyani melaporkan kondisi Bank Century kepada SBY, 14 November. Hari itu juga, Sri Mulyani kembali ke Tanah Air. Tiba 17 November. Keadaan gawat. Sejumlah tindakan genting harus diambil.
Sejumlah rapat dengan Gubernur Bank Indonesia ketika itu, Boediono, harus segera digelar.

***

PUKUL 03.30 waktu Jakarta, Rabu, 26 November 2008. Udara terasa dingin. Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, sepi. Pesawat Airbus A330-341 mendarat dengan mulus.
Setelah melewati penerbangan meletihkan 30 jam dari Lima, Peru, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan rombongan turun dari pesawat.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyambut SBY dan rombongan di tangga pesawat. Kalla bukan hanya siap menyambut, melainkan juga siap melaporkan perkembangan di Tanah Air selama presiden ke luar negeri.
Selama SBY melakukan misi 16 hari di luar negeri (ke Amerika Serikat, Meksiko, Brasil, dan Peru), Kalla memimpin negara dan pemerintahan. Karena itu, ia segera melaporkan perkembangan di Tanah Air begitu pemberi mandat tiba.
Banyak yang dilaporkan. Salah satunya soal Bank Century. Ia melaporkan bagaimana Sri Mulyani dan Boediono menangani Bank Century.
Kalla juga melaporkan, "Saya sudah memerintahkan Kapolri untuk menangkap Robert Tantular (pemilik Bank Century). Ini perampokan."
"Baik, baik ...," begitu reaksi presiden seperti dikutip Kalla ketika menceritakan kisah tersebut di Studio Trans Kalla, Tanjung Bunga, Makassar, Selasa (24/11).
Kalla terlihat lebih gemuk. Berat badannya naik dua kilo sejak lepas dari kesibukan sebagai wakil presiden, 20 Oktober lalu.
Dengan air muka yang cerah, Kalla berkata: "Sekarang tanggal 24 (November). Besok tanggal 25, persis setahun ketika Ani (Sri Mulyani) dan Boediono melaporkan Bank Century di kantor saya."

***

ISTANA Wakil Presiden RI, Jakarta, pukul 16.00 WIB, Selasa, 25 November 2008. Kalla ingat persis tanggal ini, lengkap dengan harinya.
Ketika itu, ditemani stafnya masing-masing, Sri Mulyani dan Boediono melapor kepadanya mengenai Bank Century. Mereka harus melapor ke wapres karena presiden sedang di luar negeri. Pemilu presiden masih setahun lagi dan hubungan SBY-Kalla masih mesra.
"Apa? Bantuan? Kenapa harus dibantu. Ini perampokan," kata Kalla dengan suara keras ketika Sri Mulyani dan Boediono melaporkan "upaya penyelamatan" Bank Century.
Belum ada yang menduga bahwa kelak Boediono akan berpasangan dengan SBY, dan menang. Kalla adalah bos ketika itu.
Menurut Kalla, kedua pejabat itu melaporkan bahwa Bank Century menghadapi masalah besar. Masalah muncul karena krisis ekonomi global. Karena itu, Bank Century harus dibantu pemerintah dengan cara mengucurkan dana bailout (talangan).
Bila tidak dibantu, demikian kedua pejabat itu meyakinkan Kalla, masalah Bank Century akan berimbas ke bank-bank lainnya. Pada akhirnya, perekonomian nasional akan oleng.
"Saya tidak setuju dengan pandangan itu. Krisis itu menghantam banyak orang. Masak ada badai cuma satu rumah yang kena. Tidak. Bila hanya Bank Century yang kena, itu bukan krisis. Yang bermasalah adalah Bank Century dan itu bukan karena krisis melainkan karena uang bank itu dirampok pemiliknya sendiri. Ini perampokan!" Kalla berteriak dengan keras.
"Lapor ke polisi," perintah Kalla kepada Sri Mulyani dan Boediono. "Sangat jelas, ini perampokan. Jangan berikan dana talangan."
Sri Mulyani dan Boediono tidak berani. Bahkan mereka sempat bertanya, pasal apa yang akan dikenakan.
"Itu urusan polisi. Pokoknya ini perampokan," teriak Kalla lagi.
Karena melihat Sri Mulyani dan Boediono tidak menunjukkan gelagat akan memproses kasus ini secara hukum, Kalla lalu mengambil handphone-nya, menelepon Kapolri Bambang Hendarso Danuri.
"Tangkap Robert Tantular...," teriaknya kepada Kapolri. Setelah menjelaskan secara singkat latar belakangan masalah, Kalla memerintahkan, "Tangkap secepatnya".
"Saya tidak tahu pasal apa yang harus dikenakan. Ini perampokan, tangkap. Soal pasal urusan polisi," cerita Kalla sambil tertawa.
Dua jam kemudian, Kapolri menelepon. Robert Tantular telah ditangkap oleh tim yang dipimpin Kabareskrim Susno Duaji.
Mengingat kecepatan polisi bertindak, dengan nada berkelakar, Kalla mengatakan, polisi itu baik asal diperintah untuk tujuan kebaikan.

***

DI ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 3 September 2009, Robert Tantular diadili. Ketika membacakan duplik, pengacaranya, Bambang Hartono, memprotes Kalla.
Ia menilai Kalla telah mengintervensi hukum karena memerintahkan Kapolri untuk menangkap kliennya.
"Tindakan tersebut bertentangan dengan hak asasi manusia," protes sang pengacara.
Menurut Bambang, penangkapan Robert Tantular tidak memiliki dasar hukum. Ia mengutip Boediono: "Pak Boediono selaku Gubernur BI mengatakan bahwa tidak bisa dilakukan penangkapan karena tidak ada dasar hukumnya."
Mendengar protes pengacara itu, Kalla memberikan reaksi keras. Bahkan terus terang ia mengaku sangat marah.
Kata Kalla, "Saya marah karena saya disebut mengintervensi. Tidak. Saya tidak intervensi. Yang benar, saya memerintahkan polisi agar Robert Tantular ditangkap. Ini perampokan," katanya sambil tertawa.
Robert telah merugikan Bank Century, yang tentu saja ditanggung nasabahnya, sebesar Rp 2,8 triliun.
Bank yang "dirampok" pemiliknya sendiri itu justru mendapatkan bantuan pemerintah, melalui tangan Sri Mulyani dan Boediono, sebesar Rp 6,7 triliun.
Pengadilan memvonis Robert penjara empat tahun dan denda Rp 50 miliar/subsider lima bulan penjara.

***

24 November 2009. Kalla kini bernapas lega karena apa yang diyakininya sebagai perampokan di Bank Century pelan-pelan terkuak.
Hari Selasa kemarin, ia bangun pagi seperti biasa, membersihkan taman di depan rumahnya di Jl Haji Bau, Makassar. Enam anggota Paspampres (tiga dari Bugis), yang akan mengawalnya sepanjang hayat, juga ikut santai.
Satu demi satu ranting pohon dibersihkan. Sebuah pohon kira-kira setinggi dua meter yang bibitnya didatangkan dari Pretoria, Afrika Selatan, ikut dipangkas.
Nyonya Mufidah, istrinya, protes. "Aduh, Bapak ini tidak ngerti seni," komentar wanita Minang ini tentang pohon-pohon yang dipangkas.
Kalla membela diri. "Kalau daunnya banyak, pohon ini tidak bisa lekas besar karena makannya dibagi ke banyak daun. Kalau daunnya sedikit, makanannya dibagi ke sedikit daun. Pasti lebih cepat tumbuh."
Kalla berada di Makassar sepekan terakhir setelah pulang dari liburan di Eropa usai melepas jabatan. Di Makassar ia menghabiskan waktu dengan berdiskusi dengan kolega-koleganya, bermain dengan cucu, dan menikmati makanan kesukaannya, ikan.
Di belakang rumahnya, ia menikmati pohon yang buahnya delapan jenis. Kemarin ia makan siang di sebuah restoran sea food, lalu ke Studio Trans Kalla. Warga yang melihatnya spontan berteriak dan minta foto bersama. Paspampres lebih longgar dari biasanya.
Kalla ingin menikmati hidup sebagai rakyat biasa dan menghindari komentar tentang politik. Tapi kasus Bank Century, yang menguras kas negara Rp 6,7 triliun, terus menggodanya untuk berbicara.
"Saya tidak ingin rakyat terus menerus dikorbankan," katanya berapi-api tapi dengan banyak sekali komentar off the record (tidak untuk dipublikasikan).

***

KALLA ingat persis peristiwa tanggal 25 November 2008 itu. Hari itu Selasa sore. Sri Mulyani dan Boediono sama sekali tidak melaporkan berapa dana yang telah dikucurkan ke Bank Century.
Belakangan ia tahu, sesuatu yang aneh telah terjadi. Sri Mulyani dan Boediono telah membahas rencana pengucuran dana talangan ke Bank Century melalui rapat pada 20 dan 21 November.
Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) mengucurkan dana Rp 2,7 triliun (dari total keseluruhan Rp 6,7 tiliun) ke Bank Century pada 22 November.
Tanggal itu merupakan tanggal merah karena hari Minggu. Sepertinya ada yang begitu mendesak sehingga LPS mengucurkan dana pada hari libur, hari Minggu. Tidak sembarang orang bisa memaksa transaksi sebegitu besar, apalagi pada hari libur.
Sri Mulyani dan Boediono melapor ke Kalla pada 25 November setelah dana mengucur, bukan sebelumnya.
Hasil audit investigatif BPK juga menemukan beberapa keanehan. Misalnya, BI yang dikomandoi Boediono melanggar aturan yang dibuat sendiri demi Bank Century.
Kalla belum mau bercerita mengenai keanehan-keanehan itu. Yang kelihatannya masih samar-samar adalah ini: ada kekuatan besar di balik Boediono dan Sri Mulyani.(dahlan)

Tribun Timur

Diplomasi JK



Sebelum saya menjabat sebagai WAPRES, karakter dan watak orang Bugis sangat jarang yang mengenalnya di belahan nusantara ini. Bahkan ada banyak pendapat yang keliru dan menyangka orang bugis adalah bangsa yang keras dan tidak pernah kenal kompromi. Ini jika melihat dari sejarah banyak yang menganggap bahwa orang bugis adalah bajak laut pada masa silam. Anggapan ini sungguh tidak berdasar dan keliru.

Orang bugis sebenarnya mempunyai cirri khas yang menarik. Dari sejarahnya kerajaan bugis didirikan bukan pada pusat-pusat ibu kota dan sangat jauh dari pengaruh India. Itulah sebabnya di Bugis tidak ada candi. Ini berbeda dengan kerajaan jawa yang mebangun pusat kerajaannya pada ibu kota dan bersifat konsentris.

Namun demikian, orang bugis sudah terkenal memiliki kebudayaan, mereka memiliki tradisi lisan maupun tulisan. Bahkan orang bugis memiliki salah satu epos terbesar di dunia yang lebih panjang daripada epos Mahabarata yakni cerita tentang lagaligo yang sampai saat ini sering dibaca dan disalin ulang dan menjadi budaya yang mengakar pada masyarakat bugis.

Bagi suku-suku lain, orang Bugis sering dianggap sebagai orang yang berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan. Bila perlu demi kehormatan, orang bugis bersedia melakukan kekerasan. Namun dibalik sifat itu semua, sebenarnya orang bugis adalah orang yang sangat ramah, menghargai orang lain dan menjunjung tinggi kesetiakawanan, bahkan bersedia menjadi bumper demi kesetiakawanan. (itulah mungkin sebabnya mengapa Golkar pada masa pemerintahan SBY-JK sering menjadi Bumper karena ia dipimpin oleh seorang yang sangat berwatak bugis).

Meskipun sebagai bangsa perantau, orang bugis selalu membawa identitas bugisnya di mana mana. Beberapa orang-orang di singapura dan Malaysia meskipun sudah menjadi warga Negara sana, dan mereka sudah bergaya hidup modern tapi mereka selalu mengaku sebagai orang Bugis meskpiun sudah merupakan keturunan yang kesekian dan belum pernah menginjak tanah bugis.

Begitu juga dengan saya, selama terjun ke dunia politik saya tidak pernah melepas karakter bugis saya yang blak-blakan, dan sering dianggap kurang santun bagi mereka yang sangat menghargai etiket. Tapi itulah saya, saya sering mengatakan kepada teman-teman, jangan paksa saya jadi orang jawa. Menjadi orang bugis dan berkarakter keras kadang berguna juga. Waktu menyelesaikan kasus ambalat untuk pertama kalinya, saat itu saya menggunakan gaya diplomasi ala Bugis yang anda tidak dapatkan dalam literature strategi diplomasi. Waktu itu saya ke Malaysia bertemu dengan Perdana Menteri yaitu Najib. Saat itu ia ditemani oleh 5 Menteri dan saya juga ditemani oleh 5 Menteri plus Dubes kita. Saat pertemuan itu

saya bilang ke Najib “ Najib…Ambalat itu masalah sensitive, itu bisa membuat kita perang. Kalau kita perang, belum tentu siapa yang menang. Tapi satu hal yang mesti you ingat, di Malaysia ini ada 1 juta orang Indonesia, 1000 orang saja saya ajari Bom, dan mereka Bom ini gedung-gedung di Malaysia maka habislah kalian”

Saat itu pak Najib kaget, dia sadar sebagai sesama Bugis, ancaman saya bukan hanya gertakan belaka. Dia bilang ke saya “pak Jusuf, tidak bisa begitu”

Saya bilang ke dia “makanya mari kita berunding, terus terang saya kadang tidak suka sama you punya Negara, Buruh-buruh Ilegal dari Indonesia ditangkapi kayak binatang, sedangkan majikannya tidak ditangkap, padahal kalau ada buruh Ilegal maka tentu ada juga majikan illegal. Setiap ada Ilegal loging pasti orang Malaysia yang ambil, begitu ada kebakaran hutan mereka marah-marah, padahal hampir sepanjang tahun mereka menghirup udara segar yang dihasilkan oleh hutan-hutan di Indonesia, satu bulan saja ada kabut asap mereka marah marah. Dan juga setiap ada ledakan Bom di Indonesia selalu orang Malaysia dalangnya”

Waktu itu Pak Dubes langsung bisiki saya “Pak, Ini sepertinya sudah melewati batas diplomasi”

Saya langsung bilang ke dia “kau kan Dubes, yah sudah kau perbaikilah mana yang lewat”

Setelah itu, untuk menunjukkan ketidak sukaan saya kepada Malaysia saya menolak menginap di Kuala

Lumpur, saya bilang saya mau menginap di kampong Bugis di Johor sana. Akhirnya pak Najib ikut juga saya ke sana. Di atas mobil, dalam perjalanan menuju Johor Pak Najib Bilang ke saya “ Kayaknya bapak terlalu keras tadi waktu berunding”

Saya cuman bilang ke dia “kamu kan juga orang Bugis, kenapa kau tidak keras juga tadi?” mendengar itu dia cuman ketawa saja.

Malamnya di Johor, kita makan malam dan nyanyi-nyanyi, mengundang Siti Nurhaliza, sampai jam 1 malam dan kita ngantuk. Keesokan paginya kita main golf, dan saat itu juga masalah Ambalat selesai. Dengan gaya Diplomasi ala Bugis, saya tidak perlu memakai bahan yang sudah disiapkan oleh DEPLU semua spontanitas saja. Dan sampai sekarang kalau ada tentara Malaysia datang lagi di Ambalat, saya tinggal telpon Najib “Hey Najib, jangan lagi kau kirim, you punya tentara ke Ambalat, kita bisa perang nanti”

Demikan juga waktu saya menyuruh EXXON supaya angkat kaki dari Blok Natuna. Waktu itu saya dikejar oleh orang-orang EXXON mereka mau melobi. Tapi saya selalu menolak ketemu dan menghindar. Saya ke Riyadh, mereka mau nyusul ke sana, saya ke Jedah mereka mau datang, tapi saya tolak karena saya mau ibadah dan sampai di belahan bumi manapun mereka kejar saya. Akhirnya waktu itu Di Makassar karena melihat kegigihan mereka, saya suruh mereka datang. Dan datanglah itu Chairman Exxon mereka 4 orang dan saya hanya ditemani oleh Sekretaris saya.

Saat pertemuan di Hotel Sahid Makassar, orang Exxon bilang ke saya, “Mr.Vice President, anda kalau membatalkan kontrak dengan EXXON, maka besok akan saya SU”

Saya langsung pukul meja saya dan bilang ke dia “kalau kau berani SU, maka saya akan SU kau 10 kali, Its my country, not your country, jangan kau datang ke sini mau ancam-ancam saya”.

Saat itu dia langsung minta maaf. Dan saat itu Blok Natuna kembali ke tangan kita pengelolaannya,meskipun pada akhirnya lepas lagi ke EXXON karena wewenang saya dicabut dan control tidak lagi berada di tangan saya. Apa pun itu, untuk kehormatan bangsa, kita jangan mau didikte oleh bangsa lain, kalau mereka keras, maka kita balas lebih keras lagi. Jangan pernah takut kita akan dibuat susah dan macam-macam. Selama kita yakin Tuhan selalu bersama kita, maka bangsa lain tidak akan bisa berbuat apa-apa terhadap kita.

-dikutip dari Kompasiana 4 Augustus 2009 -

Sunday, 25 October 2009

Terima Kasih JK...


Terim kasih JK..
Sepenngal kata yang mampu menumpahkan ribuan kata yang sempat tercecar selama lima tahun JK menjadi The Real President. Selama ini dibalik kesuksesan pemerintahan SBY peran JK juga tidak dapat dikesampingkan. Dibalik program-program kerja pemerintah yang pro rakyat tidak bisa dikesampingkan bahwa JK juga turut andil dalam membangun Indonesia 5 tahun yang lalu.

Sifatnya yang blak-blakan, terbuka dan apa adanya membuat sosok saudagar Makassar ini banyak dicintai oleh lawan maupun kawan.

JK memberikan warna yang sangat unit dalam sejarah panjang bangsa Indonesia. Masih ingat dalam ingtatan kita, ketika debat capres yang disiarkan oleh stasiun televisi, JK membeberkan semua yang ia kerjakan tanpa ada rasa "pekewuh" dengan SBY.

Mulai dari program BLT yang menjadi tradmark sampai, pemberantasan korupsi sampai perdamaian Aceh. JK terlibat langsung didalamnya.

Tapi semua itu seolah-olah akan sirna karena apa yang diperbuat JK tertutup oleh peran sentral SBY dalam memajukan pemerintahan.

Kini, tokoh perdamaian Indonesia sudah harus lengser keprabon. Posisinya saat ini digantikan oleh boediono.

JK akan tetap menjadi JK yang inspirasinya akan terus mengalir di sanubari pemuda-pemuda bangsa. Citra diri yang lugas, tegas, arif dan bijaksana membuat sosok JK menjadi tokoh sentral yang siap menghias tinta emas sejarah panjang perjalanan bangsa Indonesia.

Mungkin Allah belum memberi izin kepada JK untuk memimpin bangsa indonesia. Tapi yakinlah, JK-JK lain akan tumbuh dari tunas yang kecil hingga membesar membentuk pucuk bunga yang wanginya semerbak dimana-mana..

Sudah sepantasnya ucapan kata yang tulus tuk berkata, terimakasih JK...


Saturday, 15 August 2009

DPR Melupakan lagu Indonesia Raya

Dalam pidato kenegaraan kali ini ada sesuatu yang ganjil, dimana dalam pembukaan pidato kenegaraan ada sesuatu yang dilewatkan tanpa adanya menyanyikan lagu Indonesia Raya.

"Mohon maaf sebelumnya ada yang tertinggal, dimana seharusnya menyanyikan Indonesia Raya," kata Ketua pimpinan sidang Paripurna, Agung Laksono dalam penutupan pidatonya di Gedung DPR, Senayan. Sebagai informasi, biasanya secara protokoler dalam memulai pidato kenegaraan harus diawali menyanyikan lagu Indonesia Raya dan disusul dengan mengheningkan cipta. Namun kali ini tidak diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia raya, tapi langsung dimulai mengheningkan cipta.

Ini yang dikatakan desakralisasi nilai-nilai perjuangan.Perjuangan dengan menumpahkan darah ke tanah ibu pertiwi hilang hanya dalam waktu sekejap. Lagu Indonesia rayat yang mengobarkan semangat pantang menyerah untuk tumpah darah Indonesia seolah-olah hanya teks biasa yang mudah untuk dibuang begitu saja.

Inilah ironi negara kaya tapi miskin. Mudah melupakan sesuatu yang seharusnya diingat kapan saja dimana saja. Tingkah polah wakil rakyat di DPR ketika mendengarkan pidato presiden di gedung DPR. Begitu mudahnya melupakan lagu Indonesia raya yang seharusnya tetap diingat dalam setiap momentum. Lagu yang saat ditulis dan diperdengarkan memiliki arti tersendiri bagi rakyat Indonesia.

Apakah ini tanda-tanda, wakil rakyat lupa akan rakyatnya?? Ketika ketua DPR dimintai pendapatnya tentang hal ini jawabannya singkat, khilaf. Lagu Indonesia yang setiap hari diperdengarkan begitu mudah untuk dilupakan.


JK Pulang Kampung



JK benar-benar menepati janjinya untuk pulang kampung pasca pilpres yang baru saja dilalui. Seperti yang diketahui saat pemaparan visi dan misi dalam debat capres, jika tidak terpilih menjadi Presiden, JK akan pulang kampung untuk mengurus mesjid, pendidikan dan perdamaian. Dan hal- itu benar-benar ditepati oleh JK, saat kembali ke Makassar, JK disambut bak pahlawan demokrasi karena berani mendobrak tradisi yang selama ini menempatkan hanya orang jwa yang pantas menjadi Presiden.

JK adalah pahlawan Demokrasi sesungguhnya. Ditengah-tengah arus yang tidak menghendaki JK menjadi Capres. DIa tetap konsisten maju menjadi Capres walaupun ari segi usia sudah terbilang udzur. Jk tetap komitmen untuk pulang kampung walaupun segudang jabatan strategis di negeri ini sudah dipersiapkan. Presiden SBY sendiri menjanjikan posisi Utusan Khusus Perdamaian, namun JK menolak. Dalam kalangan internal Golkar, JK diberi amanah oleh calon ketum sebagai ketua Kehormatan yang memiliki fungsi yang luas, JK tetap menolak. Yang terakhir, JK masuk dalam bursa ketua umum PB NU dan sekali lagi, JK menolak.

Inilah bukti konsistensi seorang pahlawan sejati, seorang negarawan yang tetap profesional mengemban tugas sampai selesai sebagai wapres. JK memiliki komitmen dan integritas yang inggi sebagai Bapak Bangsa yang namanya siap di kenang sepanjang massa.

Indonesia pantas bersyukur, memiliki anak bangsa yang mengabdikan sepenuhnya dedikasi untuk perdamaian bangsa, bukan hanya di Indonesia. Akan tetapi juga di dunia. JK adalah inspirasi untuk maju. Gagasan demi gagasan yang tertuang dalam program kerja kabinet merupakan terobosan-terobosan yang dilakukan bersama SBY. Dan hasilnya seluruh rakyat dapat menikmatinya.

Indonesia masih membutuhkan sosok yang bekerja keras, tekun dan penuh dengan dedikasi tinggi untuk memajukan Indonesia kedepan. Semoga Indonesia tidak akan pernah kehilangan anak bangsa yang mendedikasikan hidupnya untuk bangsa dan negara.

Saturday, 1 August 2009

Kinerja KPU dipertanyakan??


Pemilihan umum tahun ini merupakan pemilu yang paling buruk dalam catatan sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Sejarah mencatat pemilu tahun 2009 ini penuh dengan ketidak siapan dan kesemerawutan yang mengakibatkan hilangnya sense of trust masyarakat kepada KPU. Permasalahan muncul termasuk masalah DPT yang tidak akurat. Dapat dibayangkan, H-2 sebelum pilpres para capres melakukan judicial review tetang penggunaan KTP untuk meminimalisir golput yang kemungkinan besar terjadi karena tidak masuk ke dalam DPT didaerah tertentu.


Sebelumnya juga masih ingat dibenak kita tentang penetapan caleg terpilih yang menuai banyak kontroversi. Bukan hanya itu, pasca pieg kemarin, KPU salah melakukan penghitungan salah satu caleg terpilih sehingga langsung melakukan klarifikasi ulang. Sampai kasus yang paling hangat saat ini, adalah kasus perubahan kursi DPR yang banyak menguntungkan partai-partai besar.

Perubahan penghitungan kursi tersebut terjadi pada penghitungan tahap satu diikuti oleh parpol yang memenuhi BPP. Missal BPP 50 ribu suara, Bila memperoleh 126 ribu suara, partai A otomatis mendapatkan dua kursi, sisa suara 26 ribu diikutkan pada penghitungan tahap dua. Nah, ditahap dua ini yang berhak ikut adalah partai peraih suara 50 persen BPP. Itu dikompetisikan dengan sisa suara parpol yang sudah dapat jatah pada tahap satu. Pemenangnya adalah suara terbanyak. Misal, sisa suara partai A 26 ribu sedangkan partai B memperoleh 30 ribu suara, dengan demikian yang mendapatkan kursi adalah partai B.

Peghitungan MA menyangkut penghitungan tahap dua

Kursi diberikan kepada parpol yang memiliki sisa suara dari perhitungan tahap satu. Sebab putusan MA mengakui seluruh suara (termasuk suara yang sudah dihitung pada tahap satu) untuk dihitung pada tahap dua. Contoh, sisa suara partai A tersebut adalah 26 ribu sedangkan partai B memperoleh 30 ribu suara. Dengan demikian yang mendapatkan kursi adalah partai A karena sisa dari tahap satu.

Menyangkut masalah kinerja KPU dalam pemilu kali ini, jelas ini akan menimbulkan preseden buruk bagi masyarakat yang berdampak pada peningkatan golput yang kemungkinan dapat lebih besar lagi dikemudian hari. Perlu adanya pembenahan dari segi kinerja dan prodktivitas kerja KPU dimasa yang akan datang agar permasalahan demi permasalahan tidak bermunculan ke permukaan. Semoga dengan waktu tersisa KPU dapat menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

Wednesday, 1 July 2009

Debat Cawapres tentang Kesehatan


Kemarin malam, salah satu stasiun TV menyiarkan debat Cawapres yang mengangkat tema tentang seputar kesehatan. Debat yang cenderung monoton dan membosankan tidak mengena substansi dari aspek kesehatan. Jawaban demi jawaban yang keluar dari para cawapres terkesan normative. Wajar saja ketika jawaban yang muncul normative karena para cawapres tidak kafa’ah dalam bidang kesehatan.

Cawapres dari PDIP Gerindra, ketika ditanya tentang presentase anggaran kesehatan yang hanya 4,9% sementara target sesuai dengan amanah konstitusi 15%. Prabowo hanya berkata tidak ingin berputar-putar pada presentase angka, akan tetapi perlu peningkatan anggaran kesehatan yang lebih karena banyaknya keuangan yang bocor keluar. Boediono yang diusung oleh Demokrat cenderung normative karena karena untuk merealisasikan angka 15% dalam waktu 5 tahun sukar. Wiranto pun cenderung normative untuk meningkatkan anggaran kesehatan hanya superficial.

Rokok yang menjadi permaslahan juga ternyata tidak lepas dari bahan pertanyaan moderator yang kali ini dipimpin oleh DR.dr. Fahmi Idris M.Kes, Seluruh jawaban tidak mengenai substansi pertanyaan. Wiranto cenderung menjawab bahwa fungsi edukasi iklan bahaya rokok harus lebih diintensifkan. Boediono dan Prabowo menjawab bahwa yang harus dibela adalah petani tembakau. Jika rokok akan diregulasikan petani tembakau harus diberi alternative pekerjaan agar tidak kehilangan haknya.

Itulah sekelumit hasil debat cawapres yang menurut penulis masih sangat mendasar dan tidak mengena substansi dari perdebatan. Pemimpin Indonesia kedepan adalah pemimpin yang memerlukan komitmen politik untuk mengadvokasi 15% anggaran konstitusi. Semoga pemimpin kedepan bukan hanya ngecap saja akan tetapi dapat memberikan kontribusi real bagi kesejahteraan rakyat.