Hampir satu bulan ini media tanah air memberitakan berita yang cukup kontroversial, kedatangan lady gaga dan Intermilam ke Indonesia. Lady Gaga yang merupakan penyanyi "panas" America yang beberapa lagunya sangat vulgar yang bukan tradisi budaya timur seperti bangsa Indonesia ini. Lady Gaga menemukan resistensi dikalangan ormas Islam karena ditakutkan akan semakin menambah rusaknya moral anak bangsa. Ini alibi karena memang sudah rusak atau ini hanya sekedar kamuflase belaka sebagai pencitraan semata. Padahal kalau kita menyimak beberapa bulan yang lalu, konser Katty Perry ke Indonesia tidak seperti ini, padahal jika ingin dilihat kedua penyanyi itu sama-sama penyanyi kontroversial. Yang ada dibenak saya saat ini, lagi-lagi ini hanya sekedar pengalihan issu semata karena kompleksnya permalasahan yang harus dihadapi oleh pemerintahan SBY saat ini. Terbukti program pemerintah tidak berjalan maksimal. Dalam kasus Lady Gaga ini banyak yang kontra dan yang pro juga tidak kalah banyak. Kalau kita masih menjunjung tinggi budaya Timur sebagai bangsa yang mematuhi norma dan adat istiadat seharusnya bisa lebih bijak bahwa konser-konser seperti itu dapat tambah memperburuk citra budaya bangsa. Akan tetapi, opini media menggiring opini publik seolah-olah ada kesenjangan yang sangat dalam jika konser ini dibatalkan. Independensi media akan dipertanyakan karena selama ini masyarakat Indonesia yang semakin awam akan semakin sulit bisa memfilter pemberitaan media. Dan pada akhirnya korporasi besar yang berlindung dibalik pemberitaan media itulah yang menjadi pemenangnya.
Sekarang mari kita beralih ke Intermilan, klub besar dari liga ternama Italia. Kehebohan sudah ada jauh hari sebelum kedatangan Intermilan. Semua rakyat seolah-olah tersedot ke satu kutub, eksebisi Indonesia vs Intermilan. Riuh gemuruh stadion Gelora Bung Karno yang berwarnakan jersey biru hitam ala Intermilan. Ironisnya, seluruh penonton adalah rakyat Indonesia yang mendukung sepenuhnya tim biru hitam, lantas kemanakah pendukung setia Indonesia? Hampir setiap menit dalam pertandingan tersebut pandangan tertuju pada seluruh pemain Intermilan. Nasionalisme dipertanyakan??
Membicarakan nasionalisme tidak cukup hanya dengan dua parameter tersebut, konser Lady Gaga dan kedatangan Intermilan. Tantangan nasionalisme saat ini jauh lebih besar dibanding dengan masa lalu dimana jelas sekali musuh bersama nasionalisme adalah kolonialisme. Saat ini konspirasi global menjadi pseudokolonialisme karena pengaruhnya yang samar namun penetrasinya cukup mematikan. Sebagai anak bangsa yang nantinya akan memegang tampuk kepemimpinan nusantara, kita harus memiliki kematangan ideologi dengan pondasi yang kuat dan kokoh sehingga mampu menahan gempuran kolonialisme dengan warna jubah yang berbeda.
Sekarang mari kita beralih ke Intermilan, klub besar dari liga ternama Italia. Kehebohan sudah ada jauh hari sebelum kedatangan Intermilan. Semua rakyat seolah-olah tersedot ke satu kutub, eksebisi Indonesia vs Intermilan. Riuh gemuruh stadion Gelora Bung Karno yang berwarnakan jersey biru hitam ala Intermilan. Ironisnya, seluruh penonton adalah rakyat Indonesia yang mendukung sepenuhnya tim biru hitam, lantas kemanakah pendukung setia Indonesia? Hampir setiap menit dalam pertandingan tersebut pandangan tertuju pada seluruh pemain Intermilan. Nasionalisme dipertanyakan??
Membicarakan nasionalisme tidak cukup hanya dengan dua parameter tersebut, konser Lady Gaga dan kedatangan Intermilan. Tantangan nasionalisme saat ini jauh lebih besar dibanding dengan masa lalu dimana jelas sekali musuh bersama nasionalisme adalah kolonialisme. Saat ini konspirasi global menjadi pseudokolonialisme karena pengaruhnya yang samar namun penetrasinya cukup mematikan. Sebagai anak bangsa yang nantinya akan memegang tampuk kepemimpinan nusantara, kita harus memiliki kematangan ideologi dengan pondasi yang kuat dan kokoh sehingga mampu menahan gempuran kolonialisme dengan warna jubah yang berbeda.
No comments:
Post a Comment