Pages

Thursday, 29 October 2009

Karsinoma Kolorectal, Staging and Grading



TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Karsinoma kolorektal adalah keganasan yang terjadi pada kolon dan rektum.

2.2 Etiologi
Terlepas dari faktor genetik yang diturunkan, faktor terpenting pada etiologi pada kanker kolorektal ialah faktor lingkungan. Bukti epidemiologis menunjukkan bahwa faktor tersebut adalah diet. Diet mempengaruhi bakteri flora usus besar sewaktu transit di usus, serta mempengaruhi jumlah selulosa, kandungan asam amino dan asam empedu pada usus. Saat ini dikenal suatu bakteri yakni nuclear dehydrogenating clostridia (NDC), bakteri ini dapat bekerja pada asam empedu untuk memproduksi karsinogen. Hal serupa yaitu tranformasi bakteri dari asam amino juga menghasilkan karsinogen (atau ko-karsinogen). Dilain pihak, kandungan selulosa yang tinggi yang dapat difermentasikan menyebabkan peningkatan kadar asam lemak yang mudah berubah, sehingga bersifat protektif dalam pemenuhan nutrisi dan membantu maturasi sel epitel. Dengan demikian, jenis diet yang berhubungan dengan kanker kolorektal adalah tinggi lemak, tinggi protein dan rendah serat. Diet tinggi lemak akan meningkatkan asam empedu, kemudian asam empedu yang tinggi di dalam feses akan bereaksi dengan NDC. Diet tinggi protein menguntungkan tranformasi asam amino oleh bakteri. Sedang diet rendah serat akan mengurangi asam lemak yang mudah berubah dan transit intestinal menjadi lebih lama sehingga memberi lebih banyak waktu bagi bakteri untuk beraksi terhadap kandungan feses serta lebih banyak waktu bagi karsinogen untuk kontak dengan mukosa. Faktor-faktor inilah yang diperhitungkan sebagai penyebab tingginya insidensi kanker kolorektal di negara maju


2.3 Letak
Sekitar 70-75% karsinoma kolorektal terletak pada rektum dan sigmoid. Keadaan ini sesuai dengan lokasi polip kolitis ulserosa dan kolitis amuba kronik.

Letak Persentase
Sekum dan kolon asendens 10%
Kolon transversum termasuk fleksura hepar dan lien 10%
Kolon desendens 5%
Rektosigmoid 75%


2.4 Patologi
Secara makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma kolorektal. Tipe polipoid atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus, berbentuk seperti bunga kol dan ditemukan terutama di sekum dan kolon asendens. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di kolon desendens, sigmoid, dan rektum. Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum. Pada tahap lanjut, sebagian besar karsinoma kolon mengalami lserasi menjadi tukak maligna.

2.5 Faktor Resiko
1. Umur lebih dari 50 tahun
2. Ras (Afrika, Amerika, Hisponic)
3. Diet (gizi buruk, tinggi lemak, kurang serat)
4. Polip kolon
5. Familial poliposis
6. Mempunyai riwayat karsinoma kolorektal
7. Riwayat keluarga karsinoma kolorektal
8. karsinoma ovarii
9. karsinoma uterus
10. karsinoma mammae
11. Inflamatory bowel disease
12. Kolitis ulseratif
13. Aktivitas fisik kurang
14. Obesitas
15. Overweight
16. Alkohol
17. Merokok

2.6 Gejala dan Tanda
Tanda dan gejala karsinoma kolorektal secara umum adalah sebagai berikut :
 Perubahan pola BAB
 Diare
 Obstipasi
 Perasaan BAB tidak selesai
 Darah dalam feses (merah cerah atau hitam)
 Perdarahan gastrointestinal
 Perut sakit
 Penuh pada perut
 Kram perut
 Berat badan nenurun
 Mudah lelah
 Muntah
 Anemia
 Kentut
 Anoreksia

Berikut adalah tanda dan gejala karsinoma kolorektal berdasarkan letaknya :
Kolon kanan :
- Aspek klinis : kolitis
- Nyeri : karena penyusupan
- Defekasi : diare atau diare berkala
- Obstruksi : jarang
- Darah pada feses : samar
- Feses : normal atau diare
- Dispepsi : sering
- Memburuknya keadaan umum : hampir selalu
- Anemia : hampir selalu
Kolon kiri :
- Aspek klinis : obstruksi
- Nyeri : karena obstruksi
- Defekasi : konstipasi progresif
- Obstruksi : hampir selalu
- Darah pada feses : samar atau makroskopik
- Feses : normal
- Dispepsi : jarang
- Memburuknya keadaan umum : lambat
- Anemia : lambat
Rektum :
- Aspek klinis : proktitis
- Nyeri : tenesmi
- Defekasi : tenesmi terus-menerus
- Obstruksi : tidak jarang
- Darah pada feses : makroskopik
- Feses : perubahan bentuk
- Dispepsi : jarang
- Memburuknya keadaan umum : lambat
- Anemia : lambat



2.7 Stadium Karsinoma Kolon Menurut DUKES
Menurut DUKES, klasifikasi karsinoma kolon dibagi menjadi :
A 1 Tidak lebih dalam daripada muscularis mukosa
A 2 Tidak lebih dalam daripada sub mukosa
B 1 Pertumbuhan kedalam dinding otot, tetapi tidak menembus
B 2 Pertumbuhan menembus semua lapisan dinding otot sampai jaringan sekitar
C 1 Ada metastasis kelenjar limfe di sekitar karsinoma. Tumor primer tidak menembus dinding usus.
C 2 Metastase kelenjar limfe. Tumor primer menembus dinding usus.
D Metastase jarak jauh dan atau tumor primer yang in operabel.
Menurut TMN (The American Joint Committe on Cancer/AJCC), klasifikasi karsinoma kolon dibagi menjadi :
Stage 0 Tis,N0,M0
Stage I T1,N0,M0/T2,N0,M0
Stage II T3,N0,M0/T4,N0,M0
Stage III Any T,N1,M0
Any T, N2,M0
Stage IV Any T,AnyN,M0
Keterangan : definisi TNM
Tumor Primer (T)
Tis : Karsinoma In situ : intra epitel atau invasi dari lamina propia (intra mucosal)
T1 : Tumor yang menyerang sub mukosa
T2 : Tumor yang menyerang lapisan otot
T3 : Tumor yang menyerang mulai lapisan otot sampai sub serosa atau sampai sekitar kolon non peritoneum
T4 : Tumor secara langsung menyerang organ-organ lain/jaringan-jaringan lain dan perforasi sampai peritoneum visceral
Regional Limfonodi (N)
N0 : Tidak ada metastasi kelenjar limfonodi regional
N1 : Metastasi 1-3 kelenjar limfonodi regional
N2 : Metastasi 4 atau lebih kelenjar limfonodi regional
Metastasis Jauh (M)
M0 : Tidak ada metastasi jauh
M1 : Metastasi jauh
Menurut selnya, klasifikasi karsinoma kolon dibagi menjadi :
Adenokarsinoma (kasus terbanyak)
Adenokarsinoma mucinous
Adenokarsinoma signet ring
Neuroendokrin

2.8 Pertumbuhan dan Penyebaran
Kebanyakan penderita dengan metastase karsinoma kolorektal juga mempunyai metastase ke hepar. Melalui vena mesentarial, vena kolika atau vena mesenterika inferior dan vena porta sel-sel tumor akhirnya sampai ke hepar. Aliran limfe berjalan melalui saluran limfe di mesenterium, yang berada di sepanjang arteri dan vena. Di dalam mesenterium kebanyakan metastase kelenjar limfe terdapat di sepanjang aorta. Penyebaran dapat juga terjadi di dalam rongga peritoneum, karena sel-sel tumor, yang tumbuh menembus sampai di serosa, terlepas dan melekat pada peritoneum dan bertumbuh lanjut.

2.9 Pemeriksaan Karsinoma Kolorektal
Pemeriksaan karsinoma kolorektal dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Pemeriksaan Klinik : anamnesis dan pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Klinik
Anamnesis :
 keluhan utama dan keluhan-keluhan penyerta, serta lamanya keluhan tersebut timbul
 Riwayat penyakit atau progresifitas penyakit
 Pengobatan yang telah diberikan dan bagaimana hasilnya
 Faktor etiologi dan faktor resiko
Pemeriksaan fisik :
Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba menunjukkan keadaanyang sudah lanjut. Massa di dalam sigmoid lebih jelas teraba daripada massa di bagian lain kolon. Pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) merupakan keharusan dan dapat disusul dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi. Foto kolon dengan barium kontras merupakan kelengkapan dalam menegakkan diagnosis.

Pemeriksaan Penunjang :
Prosedur deteksi dini pada karsinoma kolorektal yang direkomendasikan oleh American Cancer Society (ACS) diantaranya adalah : annual rectal digital examination (dimulai sejak usia 40 tahun), annual fecal hemoccult screening (dimulai sejak usia 50 tahun), dan sigmoidoskopi setiap 3-5 tahun (dimulai sejak usia 50 tahun pada penderita yang sudah menunjukkan gejala, tetapi tanpa riwayat faktor resiko tinggi terhadap karsinoma kolorektal). Oleh karena itu deteksi dini pada penderita yang memiliki riwayat faktor resiko sebaiknya dilakukan lebih sering dan dilakukan pada usia yang lebih awal, tergantung pada perkembangan dari faktor resiko tersebut. Sangat jelas bahwa metode deteksi dini lebih baik digunakan hanya pada 38% kasus karsinoma kolorektal yang terlokalisir pada saat diagnosis ditetapkan.
Diagnosis karsinoma kolorektal tergantung pada jenis metodenya. Antara lain :
1. Barium enema
Barium enema merupakan suspensi barium yang di masukkan ke dalam usus sebagai bahan kontras untuk pemeriksaan radiologi saluran pencernaan khususnya usus bagian bawah (usus besar). Dapat berupa pemeriksaan kontras ganda (double contrast barium enema). Antusiasme terhadap penggunaan kontras barium enema ganda dalam kolonoskopi telah mengalami penurunan beberapa tahun terakhir, meskipun biaya penggunaannya lebih murah. Adapun alasan dari penurunan penggunaan bahan ini sebagai alat pendiagnosis yakni karena kurangnya sensitifitas dari tes tersebut dalam mendeteksi polyp dengan ukuran kurang dari 1 cm serta dalam mendeteksi polyp yang terletak pada satu lumen yang sulit untuk di deteksi misalnya : sigmoid, recto sigmoid, hepar, dan cekungan pada limpa. Meskipun barium enema memiliki keterbatasan namun ketika kolonoskopi tidak memungkinkan untuk dilakukan, maka kontras barium enema ganda dapat menjadi alternatif bila di kombinasikan dengan sigmoidoskopi fleksibel kecuali pada keluarga dengan riwayat polyp, riwayat kanker kolon serta serta riwayat penyakit radang usus besar (inflammatory bowel disease), oleh karena pada keadaan-keadaan tersebut dibutuhkan perhatian secara intensif berkaitan dengan mukosa kolon serta tindakan biopsi atau pengangkatan polyp yang meningkat.
2. Kolonoskopi
Kolonoskopi merupakan pemeriksaan endoskopi kolon, baik secara transabdominal selama laparatomi atau transanal menggunakan endoskopi serat fiber. Kolonoskopi tetap menjadi gold standar dalam memberikan gambaran pada biopsi dan pengangkatan polyp kolon. Pengangkatan dari semua polyp dengan menggunakan kolonoskopi telah banyak dilakukan untuk mengurangi resiko kanker kolon sekitar 76 hingga 90%. Pada tahun 1994, lebih dari 2.000.000 tindakan kolonoskopi dilakukan di US dan lebih dari 650.000 diantaranya menjalani poypectomy (eksisi polip). Adapun indikasi dari kolonoskopi antara lain : positif FOBT (fecal occult blood testing), polyp adenomatous pada sigmoidoskopi fleksibel atau pada kontras barium enema, anemia defisiensi besi yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya pada pria atau post menopause pada wanita, perdarahan rektum yang tidak tampak keluar dari anus atau melena yang tidak tampak keluar dari traktus gastrointestinal bagian atas, gambaran colotis ulseratif kronik pada fleksibel sigmoidoskopi yang meluas, barium enema atau sigmoidoskopi fleksibel yang menunjukkan kanker kolon non obstruksi, kanker kolorektal atau polyp yang besar, diare yang bermakna secara klinis namun tidak diketahui secara jelas penyebabnya, identifikasi intraoperatif terhadap tempat lesi yang tidak dapat dideteksi dengan inspeksi luar saja maupun palpasi pada saat pembedahan.
3. Sigmoidoskopi fleksibel
Sigmoidoskopi merupakan pemeriksaan langsung kedalam kolon sigmoid. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mencapai setinggi kolon descenden dan dapat dilakukan oleh seorang dokter umum yang terlatih.Sigmoidoskopi telah terbukti mengurangi angka insidensi dan angka kematian dari kanker kolon secara langsung dengan deteksi dini. Bagaimanapun juga sigmoidoskopi fleksibel bukanlah metode yang adekuat dalam menyaring kanker kolon yang diturunkan dan merupakan 2/3 dari lesi yang tumbuh pada cekungan limpa bagian proksimal. Dalam kasus ini kolonoskopi sebaiknya dilakukan. Sigmoidoskopi fleksibel yang dilakukan tanpa pemberian obat penenang biasanya dilakukan di tempat praktek dokter umum. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi sekitar 65%-75% polyp dan 40%-65% kanker kolorektal.

4. Tes immunologi CEA (carcino embryonic antigen)
CEA merupakan petanda tumor (tumor marker). Petanda tumor sendiri adalah molekul protein berupa antigen, enzim, hormon, protein, dsb yang dalam keadaan normal tidak atau hanya sedikit sekali diproduksi oleh sel tubuh. CEA merupakan petanda tumor pada kanker mamma dan kanker kolorektal. Penyaringan pasien kanker kolorektal dengan menggunakan tes CEA, tidak direkombinasikan oleh karena CEA umumnya muncul setelah tumor membesar dan telah menyebar. CEA tidak spesifik untuk kanker kolon dan CEA dapat muncul pada perokok meski tidak menderita kanker.

2.10 Diagnosis
Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, colok dubur, dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan kontras ganda. Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan tekanan ureter kiri, atau infiltrasi ke vesica urinaria, serta hati dan paru untuk metastase.

2.11 Diagnosis banding
Beberapa kelainan di rongga perut yang bergejala sama atau mirip dengan karsinoma kolorektal adalah ulkus peptik, neoplasma lambung, kolesistitis, abses hepar, abses appendiks, massa periappendikuler, amuboma, divertikulitis, kolitis ulserosa, dan polip rektum.




2.12 Penataksanaan
Terapi Bedah
Pada karsinoma rektum, teknik pembedahan yang dipilih tergantung dari letaknya, khususnya jarak batas bawah karsinoma dan anus. Sedapat mungkin anus dengan sfingter eksterna dan interna akan dipertahankan untuk menghindari anus preternaturalis. Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal maupun jauh. Pada tumor sekum atau kolon asendens dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung ke ujung. Pada tumor di fleksura hepatika dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon transversum dilakukan reseksi kolon transversum kemudian anastomosis ujung ke ujung, sedangkan tumor kolon desendens dilakukan hemikolektomi kiri. Pada tumor sigmoid dilakukan reseksi sigmoid dan pada tumor rektum sepertiga proksimal dilakukan reseksi anterior. Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini, isi anus turut dikeluarkan. Tumor yang teraba pada colok dubur umumnya dianggap terlalu rendah untuk dilakukan preservasi sfingter anus. Hanya pada tumor dini eksisi lokal dengan mempertahankan anus dapat dipertanggungjawabkan. Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limfe pararektum dan retroperineal. Kemudian melalui insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan rektum melalui abdomen. Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi dengan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal rendah.

Terapi bedah berdasarkan stagenya, dapat disimpulkan sebagai berikut :
Stage 0 :
a. Eksisi lokal atau polypectomy simple dengan pembersihan hingga ke garis tepi.
b. Reseksi lokal pada lesi yang luas yang tidak dapat dilakukan dengan eksisi lokal.
Stage I :
Pembedahan dengan reseksi luas serta anastomosis
Stage II :
1. Pembedahan reseksi luas serta anastomosis
2. Pembedahan lanjutan.
Stage III :
Pembedahan reseksi luas serta anastomosis, terutama pada pasien yang bukan kandidat dari clinical trials, post operasi kemoterapi dengan fluouracil (5-FU)/leucovorin selama 6 bulan.

Stage IV :
1. Bedah reseksi/anastomosis atau pembuatan jalan pintas pada obstruksi atau perdarahan pada lesi primer pada kasus tertentu.
2. Bedah reseksi pada metastase yang masih terisolasi (hati, paru, ovarium)
3. Kemoterapi
4. Evaluasi obat baru pada pemeriksaan klinik dan terapi biologi
5. Terapi radiasi pada tumor primer dengan perdarahan ringan, obstruksi atau nyeri. Terapi radiasi ringan dapat juga ditujukan pada metastase lainnya dengan indikasi yang sama.



2.13 Radioterapi karsinoma kolorektal
Pengertian
Adalah pelayanan radioterapi untuk karsinoma kolorektal menggunakan radiasi pengion (Co.60), dan merupakan terapi komplemen untuk kasus-kasus yang masih pada tingkat operable, dan merupakan pilihan utama untuk kasus-kasus inoperable sebagai terapi paliatif untuk menjaga kualitas hidup pasien.
Tujuan
 Sebagai terapi komplemen terhadap modalitas terapi bedah pada kasus stadium dini
 Paliatif untuk kasus stadium lanjut
Indikasi
 Karsinoma kolorektal stadium dini pasca bedah
 Karsinoma kolorektal stadium lanjut (inoperable)
Kontraindikasi
 Keadaan pasien buruk
Tata Laksana Teknis Radioterapi Pada Karsinoma Kolorektal
Perencanaan radioterapi pada karsinoma koorektal dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu :
- Pembuatan foto simulator
- Perencanaan dosis penyinaran
- CT-Scan dosimetri (pelvis)
- Pembuatan kurva isodosis
Karsinoma kolon :
-Radioterapi pada karsinoma kolon tidak dilakukan pasca bedah (hemicolectomy) untuk kasus-kasus yang masih operabel
- Untuk kelompok ini hanya diberikan sitostatika tunggal 5-FU secara serial. Dimulai dengan loading dose selama 4 hari berturut-turut sebanyak 500 mg / i.v. kemudian dilanjutkan dengan 500 mg / i.v. pada hari ke 29, selanjutnya diberikan 500 mg / i.v. setiap minggu.
- Dilakukan evaluasi kadar CEA setiap 3 bulan
Stadium II (T3-4 N0 M0)
Dilakukan radioterapi eksternal dengan dosis total 50 Gy. Dosis fraksinasi 2 Gy, 5 kali dalam 1 minggu, dengan arah penyinaran depan – belakang whole pelvis atau multi-field disesuaikan dengan distribusi dosis pada perhitungan menggunakan TPS. Dan diberikan kemoterapi 5-FU secara concurrent.
Stadium III (T1- 4 N1 M0)
Stadium T1-2 N1 M0
Dilakukan radioterapi eksternal dengan dosis total 50-60 Gy. Dosis fraksinasi 2 Gy, 5 kali dalam 1 minggu, dengan penentuan arah penyinaran depan - belakang whole pelvis atau multi-field disesuaikan dengan distribusi dosis pada perhitungan dengan menggunakan TPS. Dan diberikan kemoterapi 5 -FU secara concurrent.
Stadium T3-4 N1 M0
Dilakukan radioterapi eksternal dengan dosis total 50-60 Gy. Dosis fraksinasi 2 Gy, 5 kali dalam 1 minggu, dengan penentuan arah penyinaran sama dengan stadium T1-2 N1 M0. Diberikan booster lapangan kecil (tumor bed) dengan dosis 10 Gy dan dosis fraksinasi 2 Gy. Diberikan juga kemoterapi (5-FU) secara concurrent.
Stadium IV (T1-4 N1,2,4 M0-1)
Stadium T1-4 N4 M0
Dilakukan radioterapi dengan metode dan dosis sama dengan stadium T3-4 N1 M0 serta dikombinasikan dengan kemoterapi (5-FU) secara concurrent.
Stadium T1-4 N1,2,4 M1
Tidak diberikan radioterapi, hanya dilakukan kemoterapi.
Karsinoma Rektum
- Radioterapi pada karsinoma rektum diberikan untuk tujuan kuratif maupun paliatif. Radioterapi kuratif dilakukan pra bedah maupun pasca bedah.
Radioterapi kuratif pra-bedah
- Diberikan dengan dosis total 25-30 Gy, dosis fraksinasi 2,5-3,5 cGy dan diberikan 5 kali dalam 1 minggu dengan arah sinar depan-belakang whole-pelvis atau 3 lapangan (1 lapangan langsung, 2 lapangan oblique menggunakan wedge filter).
- Radioterapi kuratif pasca operasi merupakan lanjutan radioterapi pra-bedah dengan dosis total 40-50 Gy, dan dosis fraksinasi 2-2,5 Gy diberikan 5 kali dalam 1 minggu.
- Radioterapi paliatif diberikan dengan dosis total 50-60 Gy, dosis fraksinasi 2 Gy dilakukan 5 kali dalam 1 minggu dengan arah sinar depan-belakang (DB), whole pelvis.

1.14 Prognosis
Prognosis dari karsinoma kolorektal tergantung dari stadium saat diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan. Berikut merupakan pembagian prognosis dari karsinoma kolorektal berdasarkan klasifikasi dari Duke’s :

Klasifikasi DUKE’S Tingkat invasi Keterlibatan limfonodi Prognosis
Duke’s A Terbatas pada mukosa Tidak ada Angka harapan hidup 5 tahun >90%
Duke’s B1 Sampai stratum muscularis propia Tidak didapatkan invasi limfonodi Angka harapan hidup 5 tahun 70-85%
Duke’s B2 Menembus stratum muscularis propia Tidak didapatkan invasi limfonodi Angka harapan hidup 5 tahun 55-65%
Duke’s C1 Sampai stratum muscularis propia Terdapat invasi pada limfonodi terdekat Angka harapan hidup 5 tahun 45-55%
Duke’s C2 Menembus stratum muscularis propia Terdapat invasi pada limfonodi jauh Angka harapan hidup 5 tahun 20-30%
Duke’s D Metastase jauh Tidak dapat dipakai Angka harapan hidup 5 tahun <1%>

No comments:

Post a Comment