Pages

Tuesday, 17 May 2011

Ini bukan aku..

Setelah satu tahun lebih lulus dokter, (Alhamdulillah Ya Alloh) kadang kala sempat tersirat dalam sanubari terdalam bahwa aku yang sekrang adalah bukan jiwaku yang dulu. Ketika akhir koass sudah merasakan jadwal praktek pertama kali di Rumah Sakit Swasta di Wates hingga menjelajah sampai ke RS. bhayangkara. Semuanya dilalui tanpa sedikitpun mengenal kata lelah karena semangat yang membara. Boleh dikatakan tiada hari tanpa praktek. Sebenarnya tubuh ini terasa lelah jiwa ini terasa jengah dengan keadaan. Hingga suatu waktu, ketika praktek di kantor Pos termenung terdiam melihat diriku yang sesugguhnya.

Dalam hati diam sanubari ini berbisik, Ini Bukan Diriku. Diriku yang dulu aktif di kampus baik kegiatan intra di DPM maupun ekstra di HMI pudar seketika ketika menghadapi dunia yang sesugguhnya telah mencetak profesi saya sekarang ini.

Renungan yang dalam inilah yang kemudian menjadi titik balik bahwa saya harus kembali ke khittah semula. Saya kehilangan dunia saya dengan jadwal praktek yang sangat padat dan melelahkan. Saya harus masuk dari satu rumahs akit ke rumah sakit yang lain, dari satu balai pengobatan ke balai pengobatan yang lain. Bahkan saya menginstilahkan hanya punya dua pintu yaitu pintu rumah dan pintu rumah sakit.

Dalam hati bertanya, kemana tradisi membaca buku ku seperti dahulu? kemana tradisi diskusi seperti dahulu? Ilmu medis sudah saya dapatkan walaupun masih jauh dari sempurna. Namun, ilmu sosial yang membentuk idealisme dan komitemen ketangguhan diri dalam dunia kerja pudar. Karena menurut saya, nilai-nilai universalisme dalam dunia sosial sangatlah luas tak terbatas ruang dan waktu, tanpa menggunakan alat dan metode yang rumit. Cukup dengan analisa tajam dan intelektual yang runcing sehingga mampu memiliki analisa sosial yang akurat.

disela-sela kesibukan aktif di HMI, masih sempat untuk praktek (hanya satu tempat praktek) dan juga kuliah magister di FK UGM. saya perlu HMI untuk mencetak menjadi Insan Ulil Albab, disana banyak nilai-nilai profetik yang secara tidak sadar mengalir dalam setiap kegiatan dan aktivitas. Hela nafas di HMI menawarkan kesejukan intelektual, degub jantung di HMI menawarkan ketenangan jiwa. Akhirnya saya simpulkan bahwa saya harus kembali ke khittoh semula. Sayam kurangi jadwal praktek agar memiliki waktu lebih untuk membaca buku, diskusi dan datang dari satu pengajian ke pengajian berikutnya.

Saya sadar bahwa diri saya bukan manusia sempurna seperti yang orang pernah lihat dari kulit luarnya. sehingga saya pribadi masih perlu memperbaiki diri dari hari ke hari.

Secara naluriah, saya seorang dokter yang juga memiliki keinginan untuk melanjutkan spesialisasi di bidang kedoktera. Namun saya juga berfikir, jika semua masuk ke ranah keahlian lantas siap yang akan memperjuangkan nasib dokter dan tenaga medis dalam sistem kesehatan menghadapi globalisasi nantinya. memang saya juga mengakui bahwa dunia medis banyak di kritik habis-habisan oleh pihak luar yang tidak mengetahui sistem. Mulai dari mahalnya harga obat, hingga pelayanan yang tidak prima semua di keluarkan seolah-olah kapitalisasi medis menjangkit hingga ke grass root.

Banyak hal sebenarnya yang harus diperbaiki dalam sistem. Sehingga saya coba menekuni bidang kedokteran sosial untuk membantu rekan-rekan dalam menghadapi tantangan sosial dalam era serba semerawut ini. Mungkin ini hanya alibi karena saya pribadi tidak memiliki kesempaan yang sama untuk melanjutkan bidang spesialisasi. tapi inilah fakta hari ini bahwa saya hadir untuk mampu manjawab tantangan zaman, Insya Alloh. Amien..

No comments:

Post a Comment