Suatu pengalaman baru untuk hidup di daerah yang merupakan bagian dari Nanggroe Aceh Darussalam, dimana di dalamnya diberlakukan syariah. Walaupun secara umum aturan islam tersebut belum ditegakkan secara benar dan keseluruhan, namun metode islam setidaknya dicoba untuk diaplikasikan di daerah serambi mekkah ini. Salah satunya adalah adanya Baitul Mal. Baitul Mal Kualasimpang baru berjalan sejak september 2008. Dalam waktu yang masih belum lama tersebut, perkembangannya masih dalam proses.
Seperti yang saya temui ketika berkunjung ke Baitul Mal tersebut, dapat ditemukan bahwa belum seluruh instansi di daerah Kualasimpang mengkoordinir zakat penghasilan masing-masing pegawainya untuk kemudian disetorkan di Baitul Mal. Padahal petugas Baitul Mal tersebut telah melakukan sosialisasi ke instansi seluruh Kualasimpang. Penolakan instansi tersebut bisa terjadi, dikarenakan kurangnya kewenangan yang dimiliki oleh Baitul Mal Kualasimpang. Padahal sebenarnya, Baitul Mal hanya fasilitator setiap orang muslim yang ada di Kualasimpang untuk melaksanakan kewajibannya. Untuk itu, dengan kesadaran pribadi, beberapa orang yang bekerja di instansi yang belum mengkoordinasi zakat ke Baitul Mal, menyetorkan secara personal kepada Baitul Mal.
Sebenarnya, di kalangan Umat muslim sendiri ada yang belum mengetahui banyak tentang baitul Mal dan kewajibannya untuk berzakat harta. Tidak heran, Baitul Mal banyak mengalami kendala dalam pelaksanaannya. Ada pula yang sudah paham dengan kewajiban tersebut, namun merasa lebih afdol untuk menyampaikan secara langsung kepada muzakki.
Untuk lebih jelasnya, berikut saya petik dari sebuah situs tentang pengertian baitul Mal. Baitul Mal berasal dari bahasa Arab bait yang berarti rumah, dan al-mal yang berarti harta. Jadi secara etimologis (ma’na lughawi) Baitul Mal berarti rumah untuk mengumpulkan atau menyimpan harta.
Adapun secara terminologis (ma’na ishtilahi), sebagaimana uraian Abdul Qadim Zallum (1983) dalam kitabnya Al Amwaal Fi Daulah Al Khilafah, Baitul Mal adalah suatu lembaga atau pihak (Arab: al jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Jadi setiap harta baik berupa tanah, bangunan, barang tambang, uang, komoditas perdagangan, maupun harta benda lainnya di mana kaum muslimin berhak memilikinya sesuai hukum syara' dan tidak ditentukan individu pemiliknya ¾ walaupun telah tertentu pihak yang berhak menerimanya ¾ maka harta tersebut menjadi hak Baitul Mal, yakni sudah dianggap sebagai pemasukan bagi Baitul Mal. Secara hukum, harta-harta itu adalah hak Baitul Mal, baik yang sudah benar-benar masuk ke dalam tempat penyimpanan Baitul Mal maupun yang belum.
Demikian pula setiap harta yang wajib dikeluarkan untuk orang‑orang yang berhak menerimanya, atau untuk merealisasikan kemaslahatan kaum muslimin, atau untuk biaya penyebarluasan dakwah, adalah harta yang dicatat sebagai pengeluaran Baitul Mal, baik telah dikeluarkan secara nyata maupun yang masih berada dalam tempat penyimpanan Baitul Mal.
Dengan demikian, Baitul Mal dengan makna seperti ini mempunyai pengertian sebagai sebuah lembaga atau pihak (al-jihat) yang menangani harta negara, baik pendapatan maupun pengeluaran. Namun demikian, Baitul Mal dapat juga diartikan secara fisik sebagai tempat (al- makan) untuk menyimpan dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan negara (Zallum, 1983).
Kesimpulannya, mari kita dukung dan awasi pelaksanaan Baitul Mal ini demi pembangunan dan kemajuan daerah, khususnya dalam hal ini adalah kemajuan Kota Kualasimpang, Aceh Tamiang.
No comments:
Post a Comment