A. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Konjungtiva adalah selaput lendir atau disebut lapisan mukosa. Konjungtiva melapisi permukaan sebelah dalam kelopak mulai tepi kelopak (margo palpebralis), melekat pada sisi dalam tarsus, menuju ke pangkal kelopak menjadi konjuntiva fornicis yang melekat pada jaringan longgar dan melipat balik melapisi bola mata hingga tepi kornea.
Konjungtiva dibagi menjadi 3 bagian :
1. Konjungtiva palpebra
2. Konjungtiva forniks
3. Konjungtiva bulbi
Yang ada di palpebra disebut konjuntiva palpebra, di fornix disebut konjuntiva fornicis dan yang di bola mata disebut konjuntiva bulbi. Di sudut nasal, di canthus internus ada lipatan disebut plica semilunaris. Juga disitu menuju benjolan menyerupai epidermoid yang disebut caruncula.2
Histologis lapisan konjuntiva adalah epitel konjuntiva terdiri atas epitel superficial mengandung sel goblet yang memproduksi mucin. Epitel basal, di dekat limbus dan epitel ini mengandung pigmen. Dibawah epitel terdapat stroma konjuntiva yang terdiri atas lapisan adenoid yang mengandung jaringan limfoid dan lapisan fibrosa yang mengandung jaringan ikat. Yang padat adalah tarsus dan ditempat lain jaringan longgar.2
Kelenjar yang ada di konjuntiva terdiri kelenjar Krause (ditepi atas tarsus) yang menyerupai kelenjar air mata. Pembuluh darah yang ada di konjuntiva adalah a.siliaris anterior dan a. palpebralis. Konjuntiva mengandung sangat banyak pembuluh limfe. Inervasi syaraf di palpebra oleh percabangan n. oftalmikus cabang N.V. 2
Konjuntiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara di fornix atas. Air mata mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan tertahan pada bangunan lekukan di belakang kelopak mata tertahan di belakang tepi kelopak. Air mata yang mengalir ke bawah menuju fornix dan mengalir ke tepi nasal menuju punctum lakrimalis. Dengan demikian konjuntiva dan kornea selalu basah.2,3
Kedudukan konjuntiva mempunyai resiko mudah terkena mikroorganisme atau benda lain. Air mata akan melarutkan materi infektius atau mendorong debu keluar. Alat pertahanan ini menyebabkan peradangan menjadi self-limited disease. Selain air mata, alat pertahanan berupa elemen limfoid, mekanisme eksfoliasi epitel dan gerakan memompa kantong air mata. Hal ini dapat dilihat pada kehidupan mikroorganisme patogen untuk saluran genitourinaria yang dapat tumbuh di daerah hidung tetapi tidak berkembang di daerah mata.
Arteri- arteri konjungtiva berasal dari a.ciliaris anterior dan a. palpebralis yang keduanya beranastomosis. Yang berasal dari a. ciliaris anterior berjalan ke depan mengikuti m. rectus menembus sclera dekat limbus untuk mencapai bagian dalam mata dan cabang- cabang yang mengelilingi kornea.3
Konjungtiva menerima persyarafan dari percabangan pertama n. trigeminus yang berakhir sebagai ujung- ujung yang lepas terutama di bagian palpebra.3
B. KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Peradangan konjuntiva selain memberi keluhan yang khas pada anamnesis seperti gatal, pedih, seperti ada pasir, seperti klilipen, rasa panas juga memberi gejala yang khas di konjuntiva, ada tahi lalat. Jika meluas ke kornea timbul silau dan ada air mata nrocos (epifora). Gejala objektif paling ringan adalah hiperemi dan berair sampai berat dengan pembengkakan bahkan nekrosis. Bangunan yang sering tampak khas lainnya adalah folikel, flikten dan sebagainya.2,3
Gejala objektif dari konjuntivitis adalah:2
a. hiperemi;
Merupakan gejala yang paling umum pada konjuntivitis. Terjadi karena pelebaran pembuluh darah sebagai akibat adanya peradangan. Hiperemi mengakibatkan adanya kemerahan pada konjuntiva. Makin kuat peradangan itu makin terlihat merah konjuntiva.
b. Epifora atau mata berair, nrocos.
Biasa terjadi pada mata yang terkena benda asing dan meradang. Adanya hiperemi yang berat, terjadi transudasi pembuluh darah dan menambah cairan air mata tersebut. eksudat adalah produksi dari peradangan konjuntiva.
c. Peradangan
pada infeksi lebih banyak eksudat ketimbang peradangan alergi. Jenis eksudat akan berbeda pada infeksi dengan Neisseria Gonokokken , eksudat akan berupa nanah. Sedang infeksi koken lain akan memberi getah radang mukus.
d. Kemosis
Sembab pada konjuntiva bulbi yang meradang. Biasanya menunjukkan adanya peradangan yang berat, baik di dalam maupun diluar.
e. Follikel,
Merupakan bangunan khas sebagai benjolan kecil pada konjuntiva palpebra atau fornicis. Terdapat pada semua infeksi virus, klamidian, alergi dan konjuntivitis akibat obat-obatan, berwarna pucat atau abu-abu.
f. Granula
Merupakan bentuk ukuran besar dari follikel, terutama folikel trakoma.
g. Flikten
Bangunan khas berbentuk benjolan seperti gunung. Dilereng terlihat hiperemi dipuncak menguning pucat. Ini merupakan manifestasi alergi bakteri.
h. Membran dan pseudomembran,
Merupakan hasil proses koagulasi protein di permukaan konjuntiva. Pada pseudomembran koagulum hanya menempel di permukaan, sedang sekret membran koagulumnya menembus keseluruh tebal epitel.Pengelupasan membran akan menimbulkan perdarahan hebat, sedang pada pseudomembran tidak menimbulkan perdarahan
Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis dapat diklasifikasikan menjadi :4
1. Bakterial:
- Konjungtivitis Blenore
- Konjungtivitis Gonorre
- Konjungtivitis Difteri
- Konjungtivitis Folikuler
- Konjungtivitis kataral
- Blefarokonjungtivitis
2. Viral :
- Keratokonjungtivitis epidemika
- Demam Faringokonjungtivitis
- Keratokonjungtivitis New castle
- Konjungtivitis Hemoragik akut
3. Jamur
4. Alergi :
- Konjungtivitis vernal
- Konjungtivitis flikten
C. KONJUNGTIVITIS VERNALIS
1.Definisi
Merupakan suatu peradangan konjungtiva kronik, rekuren bilateral, atopi, yang mengandung secret mucous sebagai akibat reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit ini juga dikenal sebagai “catarrh musim semi”.1,2,3,4,5,6
2.Klasifikasi
Ada dua tipe konjugtivitis vernalis :3,6
- Bentuk Palpebra
Pada tipe palpebral ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior, terdapat pertumbuhan papil yang besar atau cobble stone yang diliputi secret yang mukoid. Konjungtiva bawah hiperemi dan edema dengan kelainan kornea lebih berat disbanding bentuk limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan uang rata dan dengan kapiler di tengahnya.
- Bentuk Limbal
Hipertrofi pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatine. Dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya panus dengan sedikit eosinofil
3.Patofisiologi1
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemi dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone.
Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells.
Tahap awall konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil dan sel mast.
Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam hal ini hampir 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam membuktikan peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya dalam konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan.
Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Horner- Trantas dot’s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.
4.Diagnosis
Diagnosis konjungtivitis vernalis ditegakan berdasarkan :
- Gejala klinis1,2,4,6
Keluhan utama adalah gatal yang menetap, disertai oleh gejala fotofobia, berair dan rasa mengganjal pada kedua mata. Adanya gambaran spesifik pada konjungivitis ini disebabkan oleh hiperplasi jaringan konjungtiva di daerah tarsal, daerah limbus atau keduanya. Selanjutnya gambaran yang tampak akan sesuai dengan perkembangan penyakit yang memiliki bentuk yaitu palpebral ataupun bentuk limbal.
Bentuk palpebral hamper terbatas pada konjungtiva tarsalis superior dan terdapat cobble stone. Ini banyak terjadi pada anak yang lebih besar. Cobble stone ini dapat demikian berat sehingga timbul pseudoptosis.
Bentuk limbal disertai hipertrofi limbus yang dapat disertai bintik- bintik yang sedikit menonjol keputihan dikenal sebagai Horner- Trantas dot’s. Ini banyak terjadi pada anak- anak yang lebih kecil. Penebalan konjungtiva palpebra superior akan menghasilkan pseudomembran yang pekat dan lengket, yang mungkin bias dilepaskan tanpa timbul perdarahan.
Eksudat konjungtiva sangat spesifik, berwarna putih susu kental, lengket, elastic dan fibrinous. Peningkatan sekresi mucus yang kental dan adanya peningkatan jumlah asam hyaluronat, mengakibatkan eksudat menjadi lengket. Hal ini memberikan keluhan adanya sensasi seperti ada tali atau cacing pada matanya.
- Pemeriksaan Laboratorium1
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untk mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dan granula- granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula basofilik bebas.
5.Diagnosis Banding1
Diagnosis banding pada umumnya tidak sulit, kecuali yang dihadapi penderita dewasa muda, karena mungkin suatu konjungtivitis atopik. Kelainan mata pada konjungtivitis atopik berupa kelopak mata yang tebal, likenisasi, konjungtiva hiperemi dan kemosis disertai papil- papil di konjungtiva tarsalis inferior. Kadang- kadang papil ini bias besar mirip cobble stone dan dapat dijumpai pada konjungtiva tarsalis superior. Trantas dot’s juga bias dijumpai pada konjungtivitis atopik meskipun tidak sesering pada konjungtivitis vernalis.
Selain konjungtivitis atopik, perlu juga dipikirkan kemungkinan adanya Giant Papillary conjungtivitis pada pemakaian lensa kontak, baik yang hard maupun yang soft. Gejalanya mulai dengan gatal disertai banyak mucus serta timbulnya atau ditemukannya papil raksasa di knjungtiva tarsalis superior. Kelainan ini dapat timbul baik satu minggu sesudah pemakaian lensa kontak maupun setelah lama pemakaian. Pada kelainan ini tidak ada pengaruh musim. Pemeriksaan sitologi hanya menunjukkan sedikit eosinofil. Dengan dilepasnya kontak lens, gejala- gejalanya akan berkurang.
Konjungtivitis vernalis kadang- kadang perlu di diagnosis banding dengan trachoma stadium II yang disertai folikel- folikel yang besar mirip cobble stone.
6.Penatalaksanaan1,3,5,6
Seperti halnya semua penyakit alergi lainnya, terapi konjungtivitis vernalis bertujuan untuk mengidentifikasi allergen dan bahkan mungkin mengeliminasi atau menghindarinya. Untuk itu, anamnesis yang teliti baik pada pasien maupun orang tua akan dapat membantu menggambarkan aktivitas dan lingkungan mana yang harus dihindari. Dengan demikian, penatalaksanaan pada pasien ini akan terbagi dalam tiga bentuk yang saling menunjang untuk dapat memberikan hasil yang optimal. Ketiga bentuk pelaksanaan tersebut meliputi : (1) Tindakan umum; (2) Terapi medikasi; (3) Pembedahan.
1.Tindakan Umum
Dalam hal ini mencakup tindakan- tindakan konsultatif yang membantu mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis tersebut diatas. Beberapa tindakan tersebut antara lain :
- Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter
- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari
- Menggunakan kacamata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan allergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak dihindari karena dapat membantu resistensi allergen.
- Kompres dingin di daerah mata
- Pengganti air mata (artificial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen.
- Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut climato-therapy. Cara ini memang kurang praktis, mengingat tingginya biaya yang dibtuhkan. Namun, efektivitasnya yang cukup dramatis patut diperhitungkan sebagai alternative bila keadaan memungkinkan
- Menghindari tindakan menggosok- gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator- mediator sel mast.
2.Terapi Medik
Dalam hal ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepada pasien dan orang tua pasien tentang sifat kronis serta self limiting dari penyakit ini. Selain itu perlu juga dijelaskan mengenai keuntungan dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul dari pengobatan yang ada, terutama dalam pemakaian steroid. Salah satu factor pertimbangan yang penting dalam mengambil langkah untuk memberikan obat- obatan adalah eksudat yang kental dan lengket pada konjungtivitis vernalis ini, karena merupakan indicator yang sensitive dari aktivitas penyakit, yang pada gilirannya akan memainkan peran penting dalam timbulnya gejala.
Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan mukolitik seperti asetil sistein 10% - 20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada kuantitas eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada larutan 10%. Larutan alkaline seperti sodium karbonat monohidrat dapat membantu melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif sepenuhnya.
Satu- satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan konjungtivitis vernalis ini adalah kortikosteroid, baik topical maupun sistemik. Namun untuk pemakaian dalam dosis besar harus diperhitungkan kemungkinan timbulnya resiko yang tidak diharapkan.
Untuk Konjungtivitis vernal yang berat, bias diberikan steroid topical prednisolone fosfat 1%, 6- 8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Pada kasus yang lebih parah, bias juga digunakan steroid sistemik seperti prednisolon asetet, prednisolone fosfat atau deksametason fosfat 2- 3 tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah gnakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.
Antihistamin, baik local maupun sistemik dapat dipertimbangkan sebagai plihan lain karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan control yang memadai pada kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Bahkan menangguhkan pemberian kortikosteroid topical. Satu hal yang tidak disukai dari pemakaian antihistamin adalah efek samping yang menimbulkan kantuk. Pada anak- anak, hal ini dapat juga mengganggu aktivitas sehari- hari.
Emedastine adalah antihistamin paling poten yang tersedia di pasaran dengan kemampuan mencegah sekresi sitokin. Sementara olopatadine merupakan antihistamin yang berfungsi sebagai inhibitor degranulasi sel mast konjungtiva.
Sodium kromolin 4% terbukti bermanfaat karena kemampuannya sebaga pengganti steroid bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu mengurangi kebutuhan akan pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel masi, mencegah terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I, namun tidak mampu menghambat pengikatan IgE terhadap sel maupun interaksi sel IgE dengan antigen spesifik. Titik tangkapnya, diduga sodium kromolin memblok kanal kalsium pada membrane sel serta menghambat pelepasan histamine dari sel mast dengan cara mengatur fosforilasi.
Lodoksamid 0,1% bermanfaat mengurangi infiltrate radang terutama eosinofil dalam konjungtiva. Levokabastin tetes mata merupakan suatu antihistamin yang spesifik terhadap konjungtivitis vernalis, dimana symptom konjungtivitis vernalis hilang dalam 14 hari.
3. Terapi pembedahan
Berbagai terapi pembedahan, krioterapi dan diatermi pada papil raksasa konjungtiva tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh lagi. Apabila segala bentuk pengobatan telah dicoba dan tidak memuaskan, maka metode dengan tandur alih membrane mukosa pada kasus konjungtivitis vernalis tipe palpebra yang parah perlu dipertimbangkan. Akhirnya perlu dipetekankan bahwa konjungtivitis vernalis biasanya berlangsung selama 4- 6 tahun dan bisa sembuh sendiri apabila anak sudah dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Staff Ilmu Penyakit Mata FK UGM, Keratokonjungtivitis Vernalis dalam http://www.tempo.com.id/medika/042002.htm
2. Al-Ghozie, M., Handbook of Ophthalmology : A Guide to Medical Examination, FK UMY, Yogyakarta, 2002
3. Wijana, N., Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit Mata, 1993, hal: 41-69
4. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah., Buku Pedoman Kesehatan Mata Telinga dan Jiwa, 2001
5. Vaughan, D.G, Asbury, T., Eva, P.R., General Ophthalmology, Original English Language edition, EGC, 1995
6. Ilyas, S., Konjungtivitis Vernalis dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I, Fakultas Kedokteran UI, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2004
Konjungtiva adalah selaput lendir atau disebut lapisan mukosa. Konjungtiva melapisi permukaan sebelah dalam kelopak mulai tepi kelopak (margo palpebralis), melekat pada sisi dalam tarsus, menuju ke pangkal kelopak menjadi konjuntiva fornicis yang melekat pada jaringan longgar dan melipat balik melapisi bola mata hingga tepi kornea.
Konjungtiva dibagi menjadi 3 bagian :
1. Konjungtiva palpebra
2. Konjungtiva forniks
3. Konjungtiva bulbi
Yang ada di palpebra disebut konjuntiva palpebra, di fornix disebut konjuntiva fornicis dan yang di bola mata disebut konjuntiva bulbi. Di sudut nasal, di canthus internus ada lipatan disebut plica semilunaris. Juga disitu menuju benjolan menyerupai epidermoid yang disebut caruncula.2
Histologis lapisan konjuntiva adalah epitel konjuntiva terdiri atas epitel superficial mengandung sel goblet yang memproduksi mucin. Epitel basal, di dekat limbus dan epitel ini mengandung pigmen. Dibawah epitel terdapat stroma konjuntiva yang terdiri atas lapisan adenoid yang mengandung jaringan limfoid dan lapisan fibrosa yang mengandung jaringan ikat. Yang padat adalah tarsus dan ditempat lain jaringan longgar.2
Kelenjar yang ada di konjuntiva terdiri kelenjar Krause (ditepi atas tarsus) yang menyerupai kelenjar air mata. Pembuluh darah yang ada di konjuntiva adalah a.siliaris anterior dan a. palpebralis. Konjuntiva mengandung sangat banyak pembuluh limfe. Inervasi syaraf di palpebra oleh percabangan n. oftalmikus cabang N.V. 2
Konjuntiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara di fornix atas. Air mata mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan tertahan pada bangunan lekukan di belakang kelopak mata tertahan di belakang tepi kelopak. Air mata yang mengalir ke bawah menuju fornix dan mengalir ke tepi nasal menuju punctum lakrimalis. Dengan demikian konjuntiva dan kornea selalu basah.2,3
Kedudukan konjuntiva mempunyai resiko mudah terkena mikroorganisme atau benda lain. Air mata akan melarutkan materi infektius atau mendorong debu keluar. Alat pertahanan ini menyebabkan peradangan menjadi self-limited disease. Selain air mata, alat pertahanan berupa elemen limfoid, mekanisme eksfoliasi epitel dan gerakan memompa kantong air mata. Hal ini dapat dilihat pada kehidupan mikroorganisme patogen untuk saluran genitourinaria yang dapat tumbuh di daerah hidung tetapi tidak berkembang di daerah mata.
Arteri- arteri konjungtiva berasal dari a.ciliaris anterior dan a. palpebralis yang keduanya beranastomosis. Yang berasal dari a. ciliaris anterior berjalan ke depan mengikuti m. rectus menembus sclera dekat limbus untuk mencapai bagian dalam mata dan cabang- cabang yang mengelilingi kornea.3
Konjungtiva menerima persyarafan dari percabangan pertama n. trigeminus yang berakhir sebagai ujung- ujung yang lepas terutama di bagian palpebra.3
B. KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Peradangan konjuntiva selain memberi keluhan yang khas pada anamnesis seperti gatal, pedih, seperti ada pasir, seperti klilipen, rasa panas juga memberi gejala yang khas di konjuntiva, ada tahi lalat. Jika meluas ke kornea timbul silau dan ada air mata nrocos (epifora). Gejala objektif paling ringan adalah hiperemi dan berair sampai berat dengan pembengkakan bahkan nekrosis. Bangunan yang sering tampak khas lainnya adalah folikel, flikten dan sebagainya.2,3
Gejala objektif dari konjuntivitis adalah:2
a. hiperemi;
Merupakan gejala yang paling umum pada konjuntivitis. Terjadi karena pelebaran pembuluh darah sebagai akibat adanya peradangan. Hiperemi mengakibatkan adanya kemerahan pada konjuntiva. Makin kuat peradangan itu makin terlihat merah konjuntiva.
b. Epifora atau mata berair, nrocos.
Biasa terjadi pada mata yang terkena benda asing dan meradang. Adanya hiperemi yang berat, terjadi transudasi pembuluh darah dan menambah cairan air mata tersebut. eksudat adalah produksi dari peradangan konjuntiva.
c. Peradangan
pada infeksi lebih banyak eksudat ketimbang peradangan alergi. Jenis eksudat akan berbeda pada infeksi dengan Neisseria Gonokokken , eksudat akan berupa nanah. Sedang infeksi koken lain akan memberi getah radang mukus.
d. Kemosis
Sembab pada konjuntiva bulbi yang meradang. Biasanya menunjukkan adanya peradangan yang berat, baik di dalam maupun diluar.
e. Follikel,
Merupakan bangunan khas sebagai benjolan kecil pada konjuntiva palpebra atau fornicis. Terdapat pada semua infeksi virus, klamidian, alergi dan konjuntivitis akibat obat-obatan, berwarna pucat atau abu-abu.
f. Granula
Merupakan bentuk ukuran besar dari follikel, terutama folikel trakoma.
g. Flikten
Bangunan khas berbentuk benjolan seperti gunung. Dilereng terlihat hiperemi dipuncak menguning pucat. Ini merupakan manifestasi alergi bakteri.
h. Membran dan pseudomembran,
Merupakan hasil proses koagulasi protein di permukaan konjuntiva. Pada pseudomembran koagulum hanya menempel di permukaan, sedang sekret membran koagulumnya menembus keseluruh tebal epitel.Pengelupasan membran akan menimbulkan perdarahan hebat, sedang pada pseudomembran tidak menimbulkan perdarahan
Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis dapat diklasifikasikan menjadi :4
1. Bakterial:
- Konjungtivitis Blenore
- Konjungtivitis Gonorre
- Konjungtivitis Difteri
- Konjungtivitis Folikuler
- Konjungtivitis kataral
- Blefarokonjungtivitis
2. Viral :
- Keratokonjungtivitis epidemika
- Demam Faringokonjungtivitis
- Keratokonjungtivitis New castle
- Konjungtivitis Hemoragik akut
3. Jamur
4. Alergi :
- Konjungtivitis vernal
- Konjungtivitis flikten
C. KONJUNGTIVITIS VERNALIS
1.Definisi
Merupakan suatu peradangan konjungtiva kronik, rekuren bilateral, atopi, yang mengandung secret mucous sebagai akibat reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit ini juga dikenal sebagai “catarrh musim semi”.1,2,3,4,5,6
2.Klasifikasi
Ada dua tipe konjugtivitis vernalis :3,6
- Bentuk Palpebra
Pada tipe palpebral ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior, terdapat pertumbuhan papil yang besar atau cobble stone yang diliputi secret yang mukoid. Konjungtiva bawah hiperemi dan edema dengan kelainan kornea lebih berat disbanding bentuk limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan permukaan uang rata dan dengan kapiler di tengahnya.
- Bentuk Limbal
Hipertrofi pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatine. Dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya panus dengan sedikit eosinofil
3.Patofisiologi1
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemi dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone.
Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells.
Tahap awall konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil dan sel mast.
Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam hal ini hampir 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam membuktikan peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya dalam konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan.
Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Horner- Trantas dot’s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.
4.Diagnosis
Diagnosis konjungtivitis vernalis ditegakan berdasarkan :
- Gejala klinis1,2,4,6
Keluhan utama adalah gatal yang menetap, disertai oleh gejala fotofobia, berair dan rasa mengganjal pada kedua mata. Adanya gambaran spesifik pada konjungivitis ini disebabkan oleh hiperplasi jaringan konjungtiva di daerah tarsal, daerah limbus atau keduanya. Selanjutnya gambaran yang tampak akan sesuai dengan perkembangan penyakit yang memiliki bentuk yaitu palpebral ataupun bentuk limbal.
Bentuk palpebral hamper terbatas pada konjungtiva tarsalis superior dan terdapat cobble stone. Ini banyak terjadi pada anak yang lebih besar. Cobble stone ini dapat demikian berat sehingga timbul pseudoptosis.
Bentuk limbal disertai hipertrofi limbus yang dapat disertai bintik- bintik yang sedikit menonjol keputihan dikenal sebagai Horner- Trantas dot’s. Ini banyak terjadi pada anak- anak yang lebih kecil. Penebalan konjungtiva palpebra superior akan menghasilkan pseudomembran yang pekat dan lengket, yang mungkin bias dilepaskan tanpa timbul perdarahan.
Eksudat konjungtiva sangat spesifik, berwarna putih susu kental, lengket, elastic dan fibrinous. Peningkatan sekresi mucus yang kental dan adanya peningkatan jumlah asam hyaluronat, mengakibatkan eksudat menjadi lengket. Hal ini memberikan keluhan adanya sensasi seperti ada tali atau cacing pada matanya.
- Pemeriksaan Laboratorium1
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untk mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dan granula- granula bebas eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula basofilik bebas.
5.Diagnosis Banding1
Diagnosis banding pada umumnya tidak sulit, kecuali yang dihadapi penderita dewasa muda, karena mungkin suatu konjungtivitis atopik. Kelainan mata pada konjungtivitis atopik berupa kelopak mata yang tebal, likenisasi, konjungtiva hiperemi dan kemosis disertai papil- papil di konjungtiva tarsalis inferior. Kadang- kadang papil ini bias besar mirip cobble stone dan dapat dijumpai pada konjungtiva tarsalis superior. Trantas dot’s juga bias dijumpai pada konjungtivitis atopik meskipun tidak sesering pada konjungtivitis vernalis.
Selain konjungtivitis atopik, perlu juga dipikirkan kemungkinan adanya Giant Papillary conjungtivitis pada pemakaian lensa kontak, baik yang hard maupun yang soft. Gejalanya mulai dengan gatal disertai banyak mucus serta timbulnya atau ditemukannya papil raksasa di knjungtiva tarsalis superior. Kelainan ini dapat timbul baik satu minggu sesudah pemakaian lensa kontak maupun setelah lama pemakaian. Pada kelainan ini tidak ada pengaruh musim. Pemeriksaan sitologi hanya menunjukkan sedikit eosinofil. Dengan dilepasnya kontak lens, gejala- gejalanya akan berkurang.
Konjungtivitis vernalis kadang- kadang perlu di diagnosis banding dengan trachoma stadium II yang disertai folikel- folikel yang besar mirip cobble stone.
6.Penatalaksanaan1,3,5,6
Seperti halnya semua penyakit alergi lainnya, terapi konjungtivitis vernalis bertujuan untuk mengidentifikasi allergen dan bahkan mungkin mengeliminasi atau menghindarinya. Untuk itu, anamnesis yang teliti baik pada pasien maupun orang tua akan dapat membantu menggambarkan aktivitas dan lingkungan mana yang harus dihindari. Dengan demikian, penatalaksanaan pada pasien ini akan terbagi dalam tiga bentuk yang saling menunjang untuk dapat memberikan hasil yang optimal. Ketiga bentuk pelaksanaan tersebut meliputi : (1) Tindakan umum; (2) Terapi medikasi; (3) Pembedahan.
1.Tindakan Umum
Dalam hal ini mencakup tindakan- tindakan konsultatif yang membantu mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis tersebut diatas. Beberapa tindakan tersebut antara lain :
- Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter
- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari
- Menggunakan kacamata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan allergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak dihindari karena dapat membantu resistensi allergen.
- Kompres dingin di daerah mata
- Pengganti air mata (artificial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen.
- Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut climato-therapy. Cara ini memang kurang praktis, mengingat tingginya biaya yang dibtuhkan. Namun, efektivitasnya yang cukup dramatis patut diperhitungkan sebagai alternative bila keadaan memungkinkan
- Menghindari tindakan menggosok- gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator- mediator sel mast.
2.Terapi Medik
Dalam hal ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepada pasien dan orang tua pasien tentang sifat kronis serta self limiting dari penyakit ini. Selain itu perlu juga dijelaskan mengenai keuntungan dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul dari pengobatan yang ada, terutama dalam pemakaian steroid. Salah satu factor pertimbangan yang penting dalam mengambil langkah untuk memberikan obat- obatan adalah eksudat yang kental dan lengket pada konjungtivitis vernalis ini, karena merupakan indicator yang sensitive dari aktivitas penyakit, yang pada gilirannya akan memainkan peran penting dalam timbulnya gejala.
Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan mukolitik seperti asetil sistein 10% - 20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada kuantitas eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada larutan 10%. Larutan alkaline seperti sodium karbonat monohidrat dapat membantu melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif sepenuhnya.
Satu- satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan konjungtivitis vernalis ini adalah kortikosteroid, baik topical maupun sistemik. Namun untuk pemakaian dalam dosis besar harus diperhitungkan kemungkinan timbulnya resiko yang tidak diharapkan.
Untuk Konjungtivitis vernal yang berat, bias diberikan steroid topical prednisolone fosfat 1%, 6- 8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Pada kasus yang lebih parah, bias juga digunakan steroid sistemik seperti prednisolon asetet, prednisolone fosfat atau deksametason fosfat 2- 3 tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah gnakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.
Antihistamin, baik local maupun sistemik dapat dipertimbangkan sebagai plihan lain karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan control yang memadai pada kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Bahkan menangguhkan pemberian kortikosteroid topical. Satu hal yang tidak disukai dari pemakaian antihistamin adalah efek samping yang menimbulkan kantuk. Pada anak- anak, hal ini dapat juga mengganggu aktivitas sehari- hari.
Emedastine adalah antihistamin paling poten yang tersedia di pasaran dengan kemampuan mencegah sekresi sitokin. Sementara olopatadine merupakan antihistamin yang berfungsi sebagai inhibitor degranulasi sel mast konjungtiva.
Sodium kromolin 4% terbukti bermanfaat karena kemampuannya sebaga pengganti steroid bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu mengurangi kebutuhan akan pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel masi, mencegah terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I, namun tidak mampu menghambat pengikatan IgE terhadap sel maupun interaksi sel IgE dengan antigen spesifik. Titik tangkapnya, diduga sodium kromolin memblok kanal kalsium pada membrane sel serta menghambat pelepasan histamine dari sel mast dengan cara mengatur fosforilasi.
Lodoksamid 0,1% bermanfaat mengurangi infiltrate radang terutama eosinofil dalam konjungtiva. Levokabastin tetes mata merupakan suatu antihistamin yang spesifik terhadap konjungtivitis vernalis, dimana symptom konjungtivitis vernalis hilang dalam 14 hari.
3. Terapi pembedahan
Berbagai terapi pembedahan, krioterapi dan diatermi pada papil raksasa konjungtiva tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh lagi. Apabila segala bentuk pengobatan telah dicoba dan tidak memuaskan, maka metode dengan tandur alih membrane mukosa pada kasus konjungtivitis vernalis tipe palpebra yang parah perlu dipertimbangkan. Akhirnya perlu dipetekankan bahwa konjungtivitis vernalis biasanya berlangsung selama 4- 6 tahun dan bisa sembuh sendiri apabila anak sudah dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Staff Ilmu Penyakit Mata FK UGM, Keratokonjungtivitis Vernalis dalam http://www.tempo.com.id/medika/042002.htm
2. Al-Ghozie, M., Handbook of Ophthalmology : A Guide to Medical Examination, FK UMY, Yogyakarta, 2002
3. Wijana, N., Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit Mata, 1993, hal: 41-69
4. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah., Buku Pedoman Kesehatan Mata Telinga dan Jiwa, 2001
5. Vaughan, D.G, Asbury, T., Eva, P.R., General Ophthalmology, Original English Language edition, EGC, 1995
6. Ilyas, S., Konjungtivitis Vernalis dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I, Fakultas Kedokteran UI, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2004
No comments:
Post a Comment