II.1 Anatomi dan Fisiologi Retina
Retina merupakan membran tipis yang terdiri atas saraf sensorik penglihatan dan serat saraf. Merupakan jaringan saraf mata yang di bagian luarnya berhubungan erat dengan koroid. Koroid memberi metabolisme pada retina luar atau sel kerucut dan sel batang. Sel kerucut dan sel batang mempunyai fungsi diantaranya :
Sel kerucut gunanya untuk photopic vision yaitu melihat warna, cahaya dengan intensitas tinggi dan penglihatan sentral (ketajaman penglihatan).
Sel batang gunanya untuk scotoptic vision yaitu untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan.
Bagian koroid yang memegang peranan penting dalam metabolisme retina adalah membran Bruch dan Sel epitel pigmen. Retina bagian dalam mendapat metabolisme dari A. retina sentral.
Retina terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat mueller, membrana limitans interna dan eksterna sel-sel glia.
Retina terdiri atas 3 lapis utama yang membuat sinap saraf sensibel retina, yaitu sel kerucut dan sel batang, sel bipolar dan sel ganglion. Terdapat 10 lapisan yang dapat dibedakan secara histologi yaitu dari dalam keluar terdiri dari :
1. Membrana limitans interna
2. Lapisan serabut-serabut saraf (axon dari sel-sel ganglion)
3. Lapisan sel-sel ganglion
4. Lapisan plexiform dalam
5. Lapisan nuklear dalam (nukleus dari sel bipoler)
6. Lapisan plexiform luar
7. Lapisan nuklear luar (nukleus dari batang dan kerucut)
8. Membrana limitans eksterna
9. Lapisan batang dan kerucut (alat-alat untuk melihat penerima cahaya).
10. Lapisan epitel pigmen
Pada bagian post retina tidak terdiri atas 10 lapisan, hal ini untuk mmeudahkan sinar dari luar mencapai sel kerucut dan sel batang. Bagian ini disebut makula lutea yang pada pemeriksaan funduskopi koroid terlihat lebih jelas karena tipis dan adanya refleks fovea karena sinar dipantulkan kembali. Fovea sentralis merupakan bagian retina yang sangat sensitif dan yang akan menghasilkan ketajaman penglihatan maksimal atau 6/6. Bila terjadi kerusakan pada fovea sentral ini, maka ketajaman penglihatan sangat menurun karena pasien akan melihat dengan bagian perifer makula lutea.
Jalur penglihatan
Serat saraf sel ganglion adalah meneruskan seratnya menjadi saraf optik dan keluar melalui lamina kribrosa sklera. Setelah keluar dari bola mata, saraf optik dibungkus oleh selaput otak. Serabut yang berasal dari bagian perifer retina akan terletak di bagian perifer. Saraf optik serabut yang terletak dekat dengan papil saraf optik akan terletak di bagian sentral saraf optik. Serat papilomakula perlahan-lahan meletakan diri di bagian sentral saraf optik. Di daerah kiasma optik saraf berasal dari bagian temporal retina adalah terletak tetap pada bagian temporal kiasma sedang serat dari bagian nasal retina adalah bersilang pada kiasma optik sehingga terletak disisi lain dari pada jalur penglihatan. Serat ini akan masuk kedalam ganglion genikulatum lateral, melalui radiasi optik serabut ini akan mencapai korteks penglihatan.
II.2 Definisi
Retinopati diabetika adalah proses degenerasi akibat hipoksia di retina karena penyakit diabetes mellitus. Diagnosis retinopati diabetika ditegakkan secara klinis jika dengan pemeriksaan angiografi flurosensi fundus sudah didapatkan mikroaneurisma atau perdarahan pada retina di satu mata, baik dengan atau tanpa eksudat lunak ataupun keras, abnormalitas mikrovaskular intra retina atau hal-hal lain yang telah diketahui sebagai penyebab perubahan-perubahan tersebut (Michaelson, 1980).
II.3 Etiologi
Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak terkontrol dan diderita lama. Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi retina. Angiopati dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak. Sedangkan mikroaneurisma dapat menimbulkan perdarahan.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
1. Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri.
2. Adanya komposisi darah abnormal.
3. Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombi.
4. Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler, selanjutnya terjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasi dinding haemorhagic dengan udem perikapiler.
5. Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruang vitreoretinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi.
6. Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksia relatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.
7. Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal.
8. Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes.
II.4 Patofisiologi
Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati, sebagai akibat dari gangguan metabolik, yaitu defisiensi insulin dan hiperglikemi. Peningkatan gula darah sampai ketinggia tertentu, mengakibatkan keracunan sel-sel tubuh, terutama darah dan dinding pembuluh darah, yang disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini merupakan penggabungan ireversibel dari molekul glukose dengan protein badan, yang disebut glikosilase dari protein.
Dalam keadaan normal glikosilase ini hanya sekitar 4-9%, sedang pada penderita diabetes mencapai 20%. Glikosilase ini dapat mengenai isi dan dinding pembuluh darah, yang secara keseluruhan dapat menyebabkan meningkatnya viskositas darah, gangguan aliran darah, yang dimulai pada aliran didaerah sirkulasi kecil, kemudian disusul dengan gangguan pada daerah sirkulasi besar dan menyebabkan hipoksi jaringan yang diurusnya. Kelainan-kelainan ini didapatkan juga di dalam pembuluh-pembuluh darah retina yang dapat diamati dengan melakukan :
1. “Fundus fluorescein angiography”.
2. Pemotretan dengan memakai film berwarna.
3. Oftalmoskop langsung dan tak langsung.
4. Biomikroskop (slitlamp) dengan lensa kontak dari Goldman.
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, yang dindingnya menebal dan mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini menetap untuk waktu yang lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan melemahnya dinding kapiler, maka akan menonjol membentuk mikroaneurisma. Mula-mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar makula, yang tampak sebagai titik-titik merah pada oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma sudah cukup mendiagnosa adanya retinopati diabetika.
II.5 Klasifikasi
Menurut perjalanannya, retinopati diabetika dibagi menjadi retinopati diabetika type background (non proliferatif) dan retinopati diabetika type proliferatif. (Greenspen & Baxter, 1994 – Daniel W. Foster, 2000)
1. Retinopati diabetika non proliferatif
Retinopati diabetika non proliferatif merupakan stadium awal dari keterlibatan retina akibat diabetes mellitus yang ditandai dengan adanya microaneurisma, hemoragi dan eksudat dalam retina. Dalam stadium ini terjadi kebocoran protein, lipid atau sel-sel darah merah dari pembuluh-pembuluh kapiler retina ke retina. Bila proses ini sampai terjadi di makula yaitu bagian yang memiliki konsentrasi tinggi sel-sel penglihatan maka akan menimbulkan gangguan pada ketajaman penglihatan.
Retinopati diabetika non proliferatif terdiri atas :
a. Retinopati diabetika background
Retinopati diabetika dasar merupakan refleksi klinis hiperpermeabilitas serta inkompetasi dinding-dinding pembuluh darah. Pada kapiler terbentuk tonjolan kecil bulat-bulat dinamakan pembuluh darah. Pada kapiler terbentuk tonjolan kecil bulat dinamakan mikroaneurisma, sedang vena retina mengalami pelebaran. Pada retina terjadi perdarahan dengan bentuk nyala api (flame hemorages) dan bentuk bercak (blot hemorrhages) (Vaughan & Ashbury, 1995).
Kapiler yang bocor mengakibatkan sembab retina terutama di makula, sehingga retina menebal dan terlihat berawan. Walaupun cairan serosa terserap, masih ada presipitat lipid kekuningan dalam bentuk eksudat keras (hard eksudat). Jika fovea menjadi sembab atau iskhemis atau terdapat eksudat keras maka tajam penglihatan sentral akan menurun sampai derajat tertentu. Pada tahap ini umumnya tidak progresif (Vaughan & Ashbury, 1995).
b. Retinopati diabetika preproliferatif
Dengan bertambahnya progresifitas sumbatan mikro vaskular maka gejala iskemia melebihi gambaran retinopati diabetika dasar. Perubahannya yang khas adalah adanya sejumlah bercak mirip kapas (multiple cotton wool spots) atau yang sering disebut sebagai eksudat lunak atau soft eksudate yang merupakan mikro infark lapisan serabut saraf.
Gejala yang lain adalah kelainan vena seperti ikalan (loops) segmentasi vena (boxcar phenomenon) dan kelainan mikrovaskular intraretina, yaitu pelebaran alur kapiler yang tidak teratur dan hubungan pendek antara pembuluh darah (shunt) intra retina. Pada angiografi fluoresin dengan jelas terlihat adanya bagian yang iskhemis, non perfusi kapiler dan defek pengisian kapiler (Vaughan & Ashbury, 1995).
Perkembangan retinopati diabetika non proliferatif adalah sebagai berikut :
b.1. Kelainan mula-mula adalah rusaknya barier (sawar) darah retina (sel endotel kapiler retina dan sel epitel pigmen). Kebocoran ini akibat kenaikan kadar gula darah. Secara histologis terjadi penebalan membrana basalis kapiler dan hilangnya perisit (dalam keadaan normal satu endotel ada satu perisit).
b.2. Terjadinya microaneurisma, dimulai sebagai dilatasi kapiler pada daerah yang kehilangan perisit dengandinding tipis, mula-mula pada sisi vena kemudian juga pada sisi arteri.
b.3. Selanjutnya endotel mengalami proliferasi sehingga terjadi akumulasi material pada membrana basalis sekitar microaneurisma.
b.4. Meskipun membrana basalis tebal, tetapi karena permeabel terhadap air dan molekul besar, maka terjadi timbunan air lipid pada retina. Apabila kerusakan barier ringan akan terjadi timbunan cairan pada retina terutama makula (bintik kuning) dengan demikian terjadi penurunan visus dan kelainan persepsi warna.
b.5. Terjadi pula dilatasi vena, yang kadang-kadang ireguler.
b.6. Apabila dinding kapiler lemah, maka akan dan menyebabkan perdarahan intra retina. Perdarahan bisa berbentuk apabila letaknya dalam, atau berbentuk seperti nyala (frame shaped) apabila letaknya superfisial atau perdarahan subhyaloid apabila terletak antara retina dan badan kaca.
b.7. Selain terjadi perubahan retina vaskular seperti yang disebutkan di atas juga terjadi abnormalitas koriokapilaris yang berupa penebalan membrana basalis.
Gejala klinik
- Makula udema
- Mikroaneurisma
- Penimbunan air dan lipid
- Hemorhage intra retinal
- Daerah hipoksia atau iskemia
- Eksudat lunak
2. Retinopati diabetika proliferatif
Iskemia retina yang progresif merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang rapuh sehingga dapat mengakibatkan kebocoran serum dan protein dalam jumlah yang banyak. Biasanya terdapat di permukaan papil optik di tepi posterior daerah non perfusi. Pada iris juga bisa terjadi neovascularisasi disebut rubeosis.
Pembuluh darah baru berproliferasi di permukaan posterior badan kaca (corpus vitreum) dan terangkat bila badan kaca bergoyang sehingga terlepas dan mengakibatkan hilangnya daya penglihatan mendadak.
Retinopati diabetika proliferatif terbagi dalam 3 stadium :
Stadium 1 : Aktif : Disebut stadium “florid”, basah, kongestif dekompensata lesi intra retina menonjol, perdarahan retina, eksudat lunak, neovaskularisasi progresif cepat, proliferasi fibrosa belum ada atau minimal, dapat terjadi perdarahan vitreus, permukaan belakang vitreus masih melekat pada retina bisa progresif atau menjadi type stabil.
Stadium 2 : Stabil : Disebut stadium kering atau “quiescent”, lesi intra retina minimal neovaskularisasi dengan atau tanpa proliferasi fibrosa, bisa progresif lambat atau regresi lambat.
Stadium 3 : Regresi : Disebut juga stadium burned out, lesi intra retina berupa perdarahan, eksudat atau hilang, neovaskularisasi regresi, yang menonjol adalah jaringan fibrosa (Kingham, 1982).
Gejala klinik :
- Makula udema
- Eksudat
- Viterus hemorhage (perdarahan vitreus)
- Neovasculatisasi
- Ablasi retina
- Jaringan ikat vitreo retinal
- Perdarahan di subhyaloid
II.6 Pemeriksaan Penunjang
Semua penderita diabetes mellitus yang sudah ditegakkan diagnosanya segera dikonsulkan ke dokter spesialis mata untuk diperiksa retinanya. Jika didapatkan gambaran retinopati diabetika segera lakukan pemeriksaan di bawah ini :
1. Angiografi Fluoresein
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan sirkulasi darah retina serta penyakit-penyakit yang mengenai retina dan khoroid. Pemeriksaan ini akan menunjukkan aliran darah yang khas dalam pembuluh darah saat cairan fluoresein yang disuntikkan intra vena mencapai sirkulasi darah di retina dan khoroid. Angiografi fluoresein akan merekam gambaran rinci yang halus dari fundus pada bagian yang berukuran lebih kecil dari kemampuan daya pisah (minimum separable) penglihatan mata masih dapat diperiksa dengan pembesaran rekaman angiografi fluoresein (Michaelson, 1980).
Gambaran retinopati diabetika dengan angiografi fluoresein :
a. Retinopati Background, bentuk juvenil
Disini ditemukan proliferasi dan hipertrofi venula retina disertai pembentukan rete mirabile, pelebaran cabang-cabang vena berbentuk kantong dan aneurisma kapiler. Terdapat area iskhemik terbatas (Hollwich, 1993).
b. Retinopati Background, bentuk senil
Perdarahan superfisial bentuk nyala api dan perdarahan dalam bentuk bintik-bintik. Endapan lemak pada polus posterior, kadang tersusun dalam bentuk rangkaian bunga (retinopati circinata), biasanya pembuluh darah retina beraneka ragam dan dindingnya terlihat menebal (sklerosis).
Pada retinopati background terlihat mikroaneurisma, perdarahan bentuk bintik-bintik dan bercak, eksudat keras berwarna kuning yang terdiri atas protein dan lipid yang terdapat di lapisan pleksiform luar yang dikemudian hari juga terjadi makulopati. Jika pasien mengidap hipertensi kardiovaskular, bercak yang mirip kapas timbulnya akan lebih awal (Hollwich, 1993).
c. Retinopati proliferatif
Pada stadium ini terdapat pembentukan pembuluh darah baru yang mengakibatkan neovaskularisasi yang tumbuh menonjol di depan retina terutama pada permukaan belakang badan kaca yang mengalami ablasi (Hollwich, 1993).
2. Elektroretinografi
Pada pemeriksaan ini dilakukan perekaman kegiatan listrik retina yang sangat berguna untuk memperoleh gambaran yang tepat mengenai fungsi retina yang masih tersisia.
II.7 Pengobatan
Therapi retinopati diabetik adalah fotokoagulasi. Therapi ini menurunkan insidensi perdarahan dan pembentukan parut dan selalu merupakan indikasi jika terjadi pembentukan pembuluh darah baru. Juga berguna dalam therapi mikroaneurisma, perdarahan dan edem makuler bahkan jika tahap proliferatif belum mulai. Fotokoagulasi panretina sering digunakan untuk mengurangi kebutuhan oksigen retina dengan harapan stimulasi untuk neovaskularisasi akan berkurang. Dengan tehnik ini beberapa ribu lesi terjadi selama 2 minggu. Komplikasi fotokoagulasi masih dapat diterima. Sebagian kehilangan penglihatan perifer tidak dapat dihindari dengan pembakaran luas. Tehnik pembedahan lainnya, vitrektomi, pars plana, digunakan untuk terapi perdarahan vitreus dan pelepasan retina yang tidak teratasi. Komplikasi pasca operasi lebih sering dibandingkan pada fotokoagulasi dan termasuk robekan retina, pelepasan retina, katarak, perdarahan vitreus berulang, glaukoma, infeksi, dan kehilangan mata. Ada harapan bahawa inhibisi angiogenesis oleh obat seperti beta-siklodekstrin tetradekasulfat yang menyerupai heparin analog dalam percobaan dapat mencegah retinopati proliferatif. Semua pasien dengan retinopati diabetik harus dipantau oleh ahli mata (Daniel W. Foster, 2000)
DAFTAR PUSTAKA
1. Djokomoeljanto R., Soetardjo, Harmadji, Darmojo R.B., Tajima N., Ikeda Y., Abe M., 1976. A Community Sutdy of Diabetes Mellitus in an Urban Population in Semarang, Indonesia, Socio Medical Conditions of Early Onset Diabetes as Observed in a Diabetes Clinic in Tokyo. P. 45-50, p. 62-68. Dalam S., Baba Y., Goto I., Fukui, Diabetes Mellitus in Asia. Excerpta Medica. Amsterdam.
2. David E. Schteingart. 1995. Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus dalam Patofisiologi. EGC, Hal. 1118-1119.
3. Daniel W. Foster. 2000. Diabetes Mellitus dalam Harrison Ilmu-ilmu Penyakit Dalam. Volume 5, EGC. Hal. 2212.
4. Greenspen F.S. and Baxter, J.D. 1994. Basic and Clinical Endocrinology. 4th ed. Connection: a Lange Medical Book. P 575-625.
5. Hollwich F. 1993. Ophtalmology. Edisi 2. Binarupa Aksara. Jakarta. Hal. 233.
6. Kingham J.D. 1982. Diabetic Retinopathy: Recognition and Management dalam Management of Diabetes Mellitus. PSG Inc. London. P 209-244.
7. Michaelson I.C. 1980. Textbook of the Fundus of the Eye. Churchil Livingstone. New York. P 244-283.
8. Prof. dr. Sidarta Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. FKUI. 1998.
9. Vaughan D. and Ashbury T. 1995. Retinal Vascular Disease dalam General Ophtalmology. 24 ed. A Lange Medical Book. New York, p 199-203.
Retina merupakan membran tipis yang terdiri atas saraf sensorik penglihatan dan serat saraf. Merupakan jaringan saraf mata yang di bagian luarnya berhubungan erat dengan koroid. Koroid memberi metabolisme pada retina luar atau sel kerucut dan sel batang. Sel kerucut dan sel batang mempunyai fungsi diantaranya :
Sel kerucut gunanya untuk photopic vision yaitu melihat warna, cahaya dengan intensitas tinggi dan penglihatan sentral (ketajaman penglihatan).
Sel batang gunanya untuk scotoptic vision yaitu untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan.
Bagian koroid yang memegang peranan penting dalam metabolisme retina adalah membran Bruch dan Sel epitel pigmen. Retina bagian dalam mendapat metabolisme dari A. retina sentral.
Retina terdiri dari macam-macam jaringan, jaringan saraf dan jaringan pengokoh yang terdiri dari serat-serat mueller, membrana limitans interna dan eksterna sel-sel glia.
Retina terdiri atas 3 lapis utama yang membuat sinap saraf sensibel retina, yaitu sel kerucut dan sel batang, sel bipolar dan sel ganglion. Terdapat 10 lapisan yang dapat dibedakan secara histologi yaitu dari dalam keluar terdiri dari :
1. Membrana limitans interna
2. Lapisan serabut-serabut saraf (axon dari sel-sel ganglion)
3. Lapisan sel-sel ganglion
4. Lapisan plexiform dalam
5. Lapisan nuklear dalam (nukleus dari sel bipoler)
6. Lapisan plexiform luar
7. Lapisan nuklear luar (nukleus dari batang dan kerucut)
8. Membrana limitans eksterna
9. Lapisan batang dan kerucut (alat-alat untuk melihat penerima cahaya).
10. Lapisan epitel pigmen
Pada bagian post retina tidak terdiri atas 10 lapisan, hal ini untuk mmeudahkan sinar dari luar mencapai sel kerucut dan sel batang. Bagian ini disebut makula lutea yang pada pemeriksaan funduskopi koroid terlihat lebih jelas karena tipis dan adanya refleks fovea karena sinar dipantulkan kembali. Fovea sentralis merupakan bagian retina yang sangat sensitif dan yang akan menghasilkan ketajaman penglihatan maksimal atau 6/6. Bila terjadi kerusakan pada fovea sentral ini, maka ketajaman penglihatan sangat menurun karena pasien akan melihat dengan bagian perifer makula lutea.
Jalur penglihatan
Serat saraf sel ganglion adalah meneruskan seratnya menjadi saraf optik dan keluar melalui lamina kribrosa sklera. Setelah keluar dari bola mata, saraf optik dibungkus oleh selaput otak. Serabut yang berasal dari bagian perifer retina akan terletak di bagian perifer. Saraf optik serabut yang terletak dekat dengan papil saraf optik akan terletak di bagian sentral saraf optik. Serat papilomakula perlahan-lahan meletakan diri di bagian sentral saraf optik. Di daerah kiasma optik saraf berasal dari bagian temporal retina adalah terletak tetap pada bagian temporal kiasma sedang serat dari bagian nasal retina adalah bersilang pada kiasma optik sehingga terletak disisi lain dari pada jalur penglihatan. Serat ini akan masuk kedalam ganglion genikulatum lateral, melalui radiasi optik serabut ini akan mencapai korteks penglihatan.
II.2 Definisi
Retinopati diabetika adalah proses degenerasi akibat hipoksia di retina karena penyakit diabetes mellitus. Diagnosis retinopati diabetika ditegakkan secara klinis jika dengan pemeriksaan angiografi flurosensi fundus sudah didapatkan mikroaneurisma atau perdarahan pada retina di satu mata, baik dengan atau tanpa eksudat lunak ataupun keras, abnormalitas mikrovaskular intra retina atau hal-hal lain yang telah diketahui sebagai penyebab perubahan-perubahan tersebut (Michaelson, 1980).
II.3 Etiologi
Retinopati diabetika terjadi karena diabetes mellitus yang tak terkontrol dan diderita lama. Pada makula terjadi hipoksia yang menyebabkan timbulnya angiopati dan degenerasi retina. Angiopati dapat menyebabkan mikroaneurisma dan eksudat lunak. Sedangkan mikroaneurisma dapat menimbulkan perdarahan.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
1. Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri.
2. Adanya komposisi darah abnormal.
3. Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombi.
4. Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler, selanjutnya terjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasi dinding haemorhagic dengan udem perikapiler.
5. Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruang vitreoretinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi.
6. Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksia relatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.
7. Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal.
8. Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes.
II.4 Patofisiologi
Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati, sebagai akibat dari gangguan metabolik, yaitu defisiensi insulin dan hiperglikemi. Peningkatan gula darah sampai ketinggia tertentu, mengakibatkan keracunan sel-sel tubuh, terutama darah dan dinding pembuluh darah, yang disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini merupakan penggabungan ireversibel dari molekul glukose dengan protein badan, yang disebut glikosilase dari protein.
Dalam keadaan normal glikosilase ini hanya sekitar 4-9%, sedang pada penderita diabetes mencapai 20%. Glikosilase ini dapat mengenai isi dan dinding pembuluh darah, yang secara keseluruhan dapat menyebabkan meningkatnya viskositas darah, gangguan aliran darah, yang dimulai pada aliran didaerah sirkulasi kecil, kemudian disusul dengan gangguan pada daerah sirkulasi besar dan menyebabkan hipoksi jaringan yang diurusnya. Kelainan-kelainan ini didapatkan juga di dalam pembuluh-pembuluh darah retina yang dapat diamati dengan melakukan :
1. “Fundus fluorescein angiography”.
2. Pemotretan dengan memakai film berwarna.
3. Oftalmoskop langsung dan tak langsung.
4. Biomikroskop (slitlamp) dengan lensa kontak dari Goldman.
Mula-mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, yang dindingnya menebal dan mempunyai afinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini menetap untuk waktu yang lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan melemahnya dinding kapiler, maka akan menonjol membentuk mikroaneurisma. Mula-mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler vena sekitar makula, yang tampak sebagai titik-titik merah pada oftalmoskopi. Adanya 1-2 mikroaneurisma sudah cukup mendiagnosa adanya retinopati diabetika.
II.5 Klasifikasi
Menurut perjalanannya, retinopati diabetika dibagi menjadi retinopati diabetika type background (non proliferatif) dan retinopati diabetika type proliferatif. (Greenspen & Baxter, 1994 – Daniel W. Foster, 2000)
1. Retinopati diabetika non proliferatif
Retinopati diabetika non proliferatif merupakan stadium awal dari keterlibatan retina akibat diabetes mellitus yang ditandai dengan adanya microaneurisma, hemoragi dan eksudat dalam retina. Dalam stadium ini terjadi kebocoran protein, lipid atau sel-sel darah merah dari pembuluh-pembuluh kapiler retina ke retina. Bila proses ini sampai terjadi di makula yaitu bagian yang memiliki konsentrasi tinggi sel-sel penglihatan maka akan menimbulkan gangguan pada ketajaman penglihatan.
Retinopati diabetika non proliferatif terdiri atas :
a. Retinopati diabetika background
Retinopati diabetika dasar merupakan refleksi klinis hiperpermeabilitas serta inkompetasi dinding-dinding pembuluh darah. Pada kapiler terbentuk tonjolan kecil bulat-bulat dinamakan pembuluh darah. Pada kapiler terbentuk tonjolan kecil bulat dinamakan mikroaneurisma, sedang vena retina mengalami pelebaran. Pada retina terjadi perdarahan dengan bentuk nyala api (flame hemorages) dan bentuk bercak (blot hemorrhages) (Vaughan & Ashbury, 1995).
Kapiler yang bocor mengakibatkan sembab retina terutama di makula, sehingga retina menebal dan terlihat berawan. Walaupun cairan serosa terserap, masih ada presipitat lipid kekuningan dalam bentuk eksudat keras (hard eksudat). Jika fovea menjadi sembab atau iskhemis atau terdapat eksudat keras maka tajam penglihatan sentral akan menurun sampai derajat tertentu. Pada tahap ini umumnya tidak progresif (Vaughan & Ashbury, 1995).
b. Retinopati diabetika preproliferatif
Dengan bertambahnya progresifitas sumbatan mikro vaskular maka gejala iskemia melebihi gambaran retinopati diabetika dasar. Perubahannya yang khas adalah adanya sejumlah bercak mirip kapas (multiple cotton wool spots) atau yang sering disebut sebagai eksudat lunak atau soft eksudate yang merupakan mikro infark lapisan serabut saraf.
Gejala yang lain adalah kelainan vena seperti ikalan (loops) segmentasi vena (boxcar phenomenon) dan kelainan mikrovaskular intraretina, yaitu pelebaran alur kapiler yang tidak teratur dan hubungan pendek antara pembuluh darah (shunt) intra retina. Pada angiografi fluoresin dengan jelas terlihat adanya bagian yang iskhemis, non perfusi kapiler dan defek pengisian kapiler (Vaughan & Ashbury, 1995).
Perkembangan retinopati diabetika non proliferatif adalah sebagai berikut :
b.1. Kelainan mula-mula adalah rusaknya barier (sawar) darah retina (sel endotel kapiler retina dan sel epitel pigmen). Kebocoran ini akibat kenaikan kadar gula darah. Secara histologis terjadi penebalan membrana basalis kapiler dan hilangnya perisit (dalam keadaan normal satu endotel ada satu perisit).
b.2. Terjadinya microaneurisma, dimulai sebagai dilatasi kapiler pada daerah yang kehilangan perisit dengandinding tipis, mula-mula pada sisi vena kemudian juga pada sisi arteri.
b.3. Selanjutnya endotel mengalami proliferasi sehingga terjadi akumulasi material pada membrana basalis sekitar microaneurisma.
b.4. Meskipun membrana basalis tebal, tetapi karena permeabel terhadap air dan molekul besar, maka terjadi timbunan air lipid pada retina. Apabila kerusakan barier ringan akan terjadi timbunan cairan pada retina terutama makula (bintik kuning) dengan demikian terjadi penurunan visus dan kelainan persepsi warna.
b.5. Terjadi pula dilatasi vena, yang kadang-kadang ireguler.
b.6. Apabila dinding kapiler lemah, maka akan dan menyebabkan perdarahan intra retina. Perdarahan bisa berbentuk apabila letaknya dalam, atau berbentuk seperti nyala (frame shaped) apabila letaknya superfisial atau perdarahan subhyaloid apabila terletak antara retina dan badan kaca.
b.7. Selain terjadi perubahan retina vaskular seperti yang disebutkan di atas juga terjadi abnormalitas koriokapilaris yang berupa penebalan membrana basalis.
Gejala klinik
- Makula udema
- Mikroaneurisma
- Penimbunan air dan lipid
- Hemorhage intra retinal
- Daerah hipoksia atau iskemia
- Eksudat lunak
2. Retinopati diabetika proliferatif
Iskemia retina yang progresif merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang rapuh sehingga dapat mengakibatkan kebocoran serum dan protein dalam jumlah yang banyak. Biasanya terdapat di permukaan papil optik di tepi posterior daerah non perfusi. Pada iris juga bisa terjadi neovascularisasi disebut rubeosis.
Pembuluh darah baru berproliferasi di permukaan posterior badan kaca (corpus vitreum) dan terangkat bila badan kaca bergoyang sehingga terlepas dan mengakibatkan hilangnya daya penglihatan mendadak.
Retinopati diabetika proliferatif terbagi dalam 3 stadium :
Stadium 1 : Aktif : Disebut stadium “florid”, basah, kongestif dekompensata lesi intra retina menonjol, perdarahan retina, eksudat lunak, neovaskularisasi progresif cepat, proliferasi fibrosa belum ada atau minimal, dapat terjadi perdarahan vitreus, permukaan belakang vitreus masih melekat pada retina bisa progresif atau menjadi type stabil.
Stadium 2 : Stabil : Disebut stadium kering atau “quiescent”, lesi intra retina minimal neovaskularisasi dengan atau tanpa proliferasi fibrosa, bisa progresif lambat atau regresi lambat.
Stadium 3 : Regresi : Disebut juga stadium burned out, lesi intra retina berupa perdarahan, eksudat atau hilang, neovaskularisasi regresi, yang menonjol adalah jaringan fibrosa (Kingham, 1982).
Gejala klinik :
- Makula udema
- Eksudat
- Viterus hemorhage (perdarahan vitreus)
- Neovasculatisasi
- Ablasi retina
- Jaringan ikat vitreo retinal
- Perdarahan di subhyaloid
II.6 Pemeriksaan Penunjang
Semua penderita diabetes mellitus yang sudah ditegakkan diagnosanya segera dikonsulkan ke dokter spesialis mata untuk diperiksa retinanya. Jika didapatkan gambaran retinopati diabetika segera lakukan pemeriksaan di bawah ini :
1. Angiografi Fluoresein
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan sirkulasi darah retina serta penyakit-penyakit yang mengenai retina dan khoroid. Pemeriksaan ini akan menunjukkan aliran darah yang khas dalam pembuluh darah saat cairan fluoresein yang disuntikkan intra vena mencapai sirkulasi darah di retina dan khoroid. Angiografi fluoresein akan merekam gambaran rinci yang halus dari fundus pada bagian yang berukuran lebih kecil dari kemampuan daya pisah (minimum separable) penglihatan mata masih dapat diperiksa dengan pembesaran rekaman angiografi fluoresein (Michaelson, 1980).
Gambaran retinopati diabetika dengan angiografi fluoresein :
a. Retinopati Background, bentuk juvenil
Disini ditemukan proliferasi dan hipertrofi venula retina disertai pembentukan rete mirabile, pelebaran cabang-cabang vena berbentuk kantong dan aneurisma kapiler. Terdapat area iskhemik terbatas (Hollwich, 1993).
b. Retinopati Background, bentuk senil
Perdarahan superfisial bentuk nyala api dan perdarahan dalam bentuk bintik-bintik. Endapan lemak pada polus posterior, kadang tersusun dalam bentuk rangkaian bunga (retinopati circinata), biasanya pembuluh darah retina beraneka ragam dan dindingnya terlihat menebal (sklerosis).
Pada retinopati background terlihat mikroaneurisma, perdarahan bentuk bintik-bintik dan bercak, eksudat keras berwarna kuning yang terdiri atas protein dan lipid yang terdapat di lapisan pleksiform luar yang dikemudian hari juga terjadi makulopati. Jika pasien mengidap hipertensi kardiovaskular, bercak yang mirip kapas timbulnya akan lebih awal (Hollwich, 1993).
c. Retinopati proliferatif
Pada stadium ini terdapat pembentukan pembuluh darah baru yang mengakibatkan neovaskularisasi yang tumbuh menonjol di depan retina terutama pada permukaan belakang badan kaca yang mengalami ablasi (Hollwich, 1993).
2. Elektroretinografi
Pada pemeriksaan ini dilakukan perekaman kegiatan listrik retina yang sangat berguna untuk memperoleh gambaran yang tepat mengenai fungsi retina yang masih tersisia.
II.7 Pengobatan
Therapi retinopati diabetik adalah fotokoagulasi. Therapi ini menurunkan insidensi perdarahan dan pembentukan parut dan selalu merupakan indikasi jika terjadi pembentukan pembuluh darah baru. Juga berguna dalam therapi mikroaneurisma, perdarahan dan edem makuler bahkan jika tahap proliferatif belum mulai. Fotokoagulasi panretina sering digunakan untuk mengurangi kebutuhan oksigen retina dengan harapan stimulasi untuk neovaskularisasi akan berkurang. Dengan tehnik ini beberapa ribu lesi terjadi selama 2 minggu. Komplikasi fotokoagulasi masih dapat diterima. Sebagian kehilangan penglihatan perifer tidak dapat dihindari dengan pembakaran luas. Tehnik pembedahan lainnya, vitrektomi, pars plana, digunakan untuk terapi perdarahan vitreus dan pelepasan retina yang tidak teratasi. Komplikasi pasca operasi lebih sering dibandingkan pada fotokoagulasi dan termasuk robekan retina, pelepasan retina, katarak, perdarahan vitreus berulang, glaukoma, infeksi, dan kehilangan mata. Ada harapan bahawa inhibisi angiogenesis oleh obat seperti beta-siklodekstrin tetradekasulfat yang menyerupai heparin analog dalam percobaan dapat mencegah retinopati proliferatif. Semua pasien dengan retinopati diabetik harus dipantau oleh ahli mata (Daniel W. Foster, 2000)
DAFTAR PUSTAKA
1. Djokomoeljanto R., Soetardjo, Harmadji, Darmojo R.B., Tajima N., Ikeda Y., Abe M., 1976. A Community Sutdy of Diabetes Mellitus in an Urban Population in Semarang, Indonesia, Socio Medical Conditions of Early Onset Diabetes as Observed in a Diabetes Clinic in Tokyo. P. 45-50, p. 62-68. Dalam S., Baba Y., Goto I., Fukui, Diabetes Mellitus in Asia. Excerpta Medica. Amsterdam.
2. David E. Schteingart. 1995. Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus dalam Patofisiologi. EGC, Hal. 1118-1119.
3. Daniel W. Foster. 2000. Diabetes Mellitus dalam Harrison Ilmu-ilmu Penyakit Dalam. Volume 5, EGC. Hal. 2212.
4. Greenspen F.S. and Baxter, J.D. 1994. Basic and Clinical Endocrinology. 4th ed. Connection: a Lange Medical Book. P 575-625.
5. Hollwich F. 1993. Ophtalmology. Edisi 2. Binarupa Aksara. Jakarta. Hal. 233.
6. Kingham J.D. 1982. Diabetic Retinopathy: Recognition and Management dalam Management of Diabetes Mellitus. PSG Inc. London. P 209-244.
7. Michaelson I.C. 1980. Textbook of the Fundus of the Eye. Churchil Livingstone. New York. P 244-283.
8. Prof. dr. Sidarta Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. FKUI. 1998.
9. Vaughan D. and Ashbury T. 1995. Retinal Vascular Disease dalam General Ophtalmology. 24 ed. A Lange Medical Book. New York, p 199-203.
No comments:
Post a Comment