Copas dari FB Awy Qalawun ...
Beberapa hari lalu, aku mendapat giliran untuk membagi kurma di masjidil Haram. Seperti biasanya, kebiasaan tahunan kami jika Ramadhan adalah, separoh bulan pertama kami pakai Umroh plus bagi kurma sembari menunggu buka. Paroh bulan kedua, kami pergi ke Masjidil Haram untuk membagi kurma saja, tentu sekaligus berbuka sembari memandang Ka'bah yang agung dan berwibawa.
Ketika giliranku kemarin, aku mendapat satu pelajaran penting. Saat itu, waktu berbuka masih lama, masih lebih dari satu jam, dan aku, stand by di tempat kami biasa membagi kurma, di Bab al-Fath, atau pintu nomer 45 Masjidil Haram.
Kurma aku bagi di piring-piring kecil, dan aku duduk dekat dengan tempat minum air zamzam (biasanya, sekaligus membagi kurma, kami juga mengambilkan zamzam dalam gelas-gelas buat orang-orang yang mau berbuka) untuk kami tauzi' (bagi) di atas sufroh -plastik seperti taplak- yang telah digelar.
Tiba-tiba di samping kiriku agak sedikit ada kegaduhan, aku tak memperhatikan teriakan memanggilku sebab aku sibuk membagi kurma, lagi pula aku kira bukan aku yang dipanggil. Saat aku mendongak, ternyata beberapa orang berkebangsaan Turki, memberi isyarat padaku untuk mengambilkan air.
Sebagian yang lain bilang pada orang tadi, bahwa maghrib masih lama, tapi orang tadi bersikeras memintaku untuk membagikan zamzam. Aku hanya senyum dan mereka pun kuambilkan air. Yang lain akhirnya jadi ikut-ikutan minta, sementara adzan maghrib masih lama.
Saat itu, tepat dari samping kananku, pria berkebangsaan Mesir, hanya menggeleng-geleng sembari bilang, "Shobron ya muslimin, shobr". Maksudnya, jangan tergesah lah, maghrib masih lama.
Aku menengok sembari tersenyum dan kubilang, "humma yabghun, wa isy usawwi? Ana bas u-abbi", (lah mereka maunya gitu, terus aku gimana?) dia pun tersenyum semberi mengedikkan pundaknya.
Sebelum akhirnya dia menutup keheranannya dengan kalimat yang cukup membekas di hatiku, "Wallahi, asshobru huwan ni'mah". Demi Allah, sabar adalah anugrah dan kenikmatan tersendiri.
@ @ @
Kerap sekali kita kurang sabar dalam menghadapi sesuatu atau menunggu sesuatu. Manusia memang tercetak dengan tabiat selalu tergesa, Khuliqol insanu min 'ajal. Nah, Para Nabi diutus adalah di antaranya untuk mendidik manusia menaklukkan sifat ketergesaan itu dengan belajar bersabar.
Kata Sabar sendiri mempunyai banyak pemahaman, tentu saja hal itu melihat situasi dan keadaan.
Sabar adakalanya bermakna menahan diri untuk tidak melakukan maksiat saat nafsu yang ditunggangi setan dengan begitu gencarnya mendorong kita untuk maksiat dan melanggar larangan.
Sabar adakalanya berarti ketabahan hati atas musibah, mara bahaya yang menimpa, atau hal-hal apapun yang membuat hati sedih dan suntuk. Sabar ini dibutuhkan agar seseorang tidak mengeluh .
Sabar juga sangat dibutuhkan untuk pelaksanaan segala jenis ibadah, dengan tidak malas melakukannya, dan mendirikannya sesuai yang diperintahkan Allah Ta'ala.
Sabar juga bisa diartikan menahan segala keinginan diri menikmati hidup secara berlebihan. Sebab tentu saja kebiasaan menuruti semua keinginan diri, bisa menyeret seseorang untuk masuk pada perkara-perkara yang tak jelas halal-haramnya, atau malah bahkan terjerumus dalam hal-hal yang diharamkan.
Sabar adakalanya berarti tidak tergesa-gesa menanggapi segala sesuatu, bersikap tenang, tidak gopoh. Atau dalam istilah Nabi, (atta-anni).
Dan sabar sendiri adalah satu di antara 12 hal yang bisa menyelamatkan seseorang dalam menempuh kehidupan (11 hal yang lain,insyaallah aku catatankan pada waktunya)
Banyak sekali ayat-ayat alqur'an atau hadits yang berbicara tentang sabar dengan berbagai jenis pemahamannya.
Benar sekali apa yang dikatakan kenalanku dari Mesir tadi, bahwa seseorang jika diberi kesabaran, maka dia menerima anugerah yang agung.
Bukankah, peringkat para Nabi tertinggi adalah Ulul Azmi? 5 Nabi besar yang meraih gelar ini karena kesabaran mereka yang luar biasa. Nabi kita Muhammad, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Isa alaihimussalam.
Tergesa, sepertinya banyak jadi bawaan keseharian kita. Tentu saja ketergesaan adalah hal yang tak baik. Dalam kesempatan lain Nabi menjelaskan bahwa ketergesaan itu dari setan. Yang tenang, yang santai, sabar sedikit.
Lagi pula segala sesuatu jika dilakukan dengan ketergesa-gesaan, hasilnya tak pernah maksimal, pasti ada saja yang kurang, atau tertinggal.
Masuk dalam hal ini juga adalah doa. Kerap kita punya keinginan dan kita terus menerus berdoa, tetapi saat belum diwujudkan oleh Allah, kita segera bilang bahwa doa kita tak dikabulkan. Tentu saja ini adalah kesalahan besar tersendiri.
Tata krama dari doa adalah, sabar menunggu hasil doa itu sendiri. Jika belum-belum kita langsung bilang bahwa doa kita tak terkabul, dengan menyatakan bahwa kenyataannya tak terbukti-bukti, ini namanya adalah tergesa, dan sikap ini adalah kurang ajar terhadap Tuhan.
Garansi terkabul atau tidaknya doa, paling lambat adalah 40 tahun (berdasar atas terkabulnya permintaan Nabi Musa). Jadi selama masih dalam kurun 40 tahun itu, artinya peluang terkabulnya doa masih sangat besar.
Sebab terkabulnya doa juga melihat kesiapan diri kita, dan persiapan apa saja yang telah kita lakukan. Salah satunya adalah sabar menunggu hasil doa itu sendiri.
Akhir catatan, sekali lagi, masih banyak rupanya yang mesti kita benahi dalam diri kita
No comments:
Post a Comment