KPU menerbitkan peraturan No 15/2009 tentang tata cara penghitungan perolehan kursi masing-masing parpol, baik untuk DPR-RI dan DPRD. Ada 3 tahapan yang akan dilalui dalam penentuan perolehan kursi DPR. Pertama, menentukan angka bilangan pembagi pemilih (BPP), kedua, 50% dari BPP, ketiga, BPP baru, dengan cara suara dan kursi sisa ditarik ke propinsi. Berikut ini gambaran cara menghitung kursi parpol.
DPR-RI memiliki 560 kursi yang terbagi ke dalam 77 daerah pemilihan (dapil), dengan jumlah kursi bervariasi tiap dapil. Sebelum menghitung perolehan kursi parpol per dapil, terlebih dulu kita harus menentukan parpol mana yang lolos parliamentary threshold (PT) sebesar 2,5 persen dari surat suara sah nasional dan parpol mana yang tidak lolos. Parpol yang tidak lolos PT tidak akan diikutkan dalam hitung-hitungan pembagian kursi.
Kita andaikan, dengan jumlah pemilih tetap kita mencapai sekitar 171 juta, hanya 160 juta di antaranya yang mengunakan hak suaranya. Dari jumlah sekian itu, surat suara sah nasional ternyata berjumlah 150 juta. Dengan demikian jumlah suara yang harus dimiliki parpol untuk lolos PT adalah 2,5 persen atau 3.750.000 dari 150 juta suara.
Angka 150 juta itu adalah suara untuk 38 parpol. Dengan angka PT 2,5 persen, kita asumsikan hanya 10 parpol yang lolos PT dan berhak diikutkan dalam hitung-hitungan pembagian kursi. Karena harus dikurangi suara parpol yang tak lolos PT, kita buatlah total suara sah ke-10 parpol itu 140 juta.
Nah, angka 140 juta ini tersebar ke 77 dapil. Penetapan perolehan kursi parpol harus dilakukan per dapil, mengingat jumlah kursi dan jumlah pemilih di tiap dapil berbeda-beda. Sebagai contoh, untuk Propinsi DKI terdapat sekitar 7 juta pemilih dengan 3 dapil, yakni dapil I (Jakarta Timur) yang memiliki 6 kursi, dapil II (Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan luar negeri) yang memiliki 7 kursi, dan dapil III (Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan wilayah administrasi Kepulauan Seribu) yang memiliki 8 kursi.
Untuk mempermudah pengertian tata cara penetapan perolehan kursi parpol, kita akan mengambil contoh dapil Jakarta I yang memiliki 6 kursi dengan jumlah pemilih 1.800.000. Kita mulai dengan pengitungan tahap pertama.
Tahap Pertama
Menentukan BPP adalah dengan membagi seluruh jumlah suara sah parpol yang lolos PT di suatu dapil dengan jumlah kursi di dapil tersebut.
Untuk dapil DKI Jakarta I, misalnya, agar mempermudah penghitungan, kita asumsikan dari 1.800.000 pemilih, suara untuk 10 parpol yang lolos PT adalah 1.200.000. Dengan dibagi 6 kursi, maka angka BPP 200.000. Artinya, 1 kursi berharga 200.000 suara. Parpol yang memperoleh 200.000 suara secara otomatis memperoleh kursi.
Kita buat 10 parpol itu bernama A hingga J. Parpol A memperoleh 150.000 suara, parpol B 240.000, parpol C 70.000, parpol D 320.000, parpol E 40.000, parpol F 70.000, parpol G 80.000, parpol H 90.000, parpol I 30.000, dan parpol J 110.000.
Partai yang memperoleh kursi di tahap pertama adalah parpol B dengan sisa suara 40.000 dan parpol D dengan sisa suara 120.000. Dengan demikian dari 6 kursi, 2 di antaranya telah terbagi, jadi masih sisa 4 kursi. Sisa suara kedua partai tersebut bersama suara 8 parpol lainnya diikutkan dalam perhitungan tahap kedua untuk memperebutkan 4 kursi sisa.
Tahap Kedua
Pada perhitungan tahap kedua, parpol yang memperoleh sekurang-kurangnya 50 persen BPP (100.000 suara) akan memperoleh kursi. Parpol yang memiliki suara di atas 100.000 adalah parpol A, parpol D (berasal dari sisa suara perhitungan tahap pertama sebesar 120.000), dan partai J. Dengan demikian, 4 kursi sisa perhitungan suara pertama telah terbagi 3, sehingga tinggal 1.
Sebagai catatan, jika jumlah parpol yang lolos 50 persen BPP melebihi jumlah kursi sisa, maka pembagian kursi dilakukan secara ranking. Yang suaranya paling banyak dialah yang dapat kursi.
Adapun jika terdapat 2 atau lebih parpol yang memiliki suara sama, sedangkan kursi yang tersedia tidak mencukupi, maka pembagian dilakukan dengan cara diundi. Pengundian dilakukan dalam rapat pleno terbuka KPU. Mengenai mekanisme pengundiannya, hingga saat ini KPU belum menentukan.
Jika pada tahap kedua ini tidak ada parpol yang lolos 50 persen BPP, maka semua suara dan sisa kursi akan dibawa ke perhitungan tahap ketiga dengan cara ditarik ke propinsi untuk digabung dengan dapil lain dan dicari BPP baru per propinsi.
Perlu dicatat, parpol yang memperoleh kursi di tahap kedua ini secara otomatis tidak bisa lagi dibawa ke tahap ketiga. Meskipun suaranya melebihi 50 persen BPP sehingga masih ada sisa, namun sisa ini dianggap hangus.
Tahap Ketiga
Perhitungan tahap ketiga dilakukan dengan cara menarik seluruh sisa suara dan sisa kursi dari tiap dapil ke propinsi untuk dicari BPP baru. Dalam contoh kasus kita, mengingat di DKI Jakarta terdapat 3 dapil, maka suara sisa dan kursi sisa dari ketiga dapil ini ditarik ke propinsi alias digabung.
Dari dapil I kita telah memperoleh sisa kursi sebanyak 1 buah, sedangkan sisa suaranya sebanyak 420.000 (gabungan dari suara parpol C, E, F,G, H, I, dan sisa suara parpol B). Kita bermain asumsi lagi, untuk dapil II sisa kursi sebanyak 2 buah dan sisa suara sebanyak 630.000, sedangkan untuk dapil III sisa kursi sebanyak 1 buah dan sisa suara sebanyak 550.000.
Untuk memperoleh BPP baru, gabungan sisa suara harus dibagi dengan gabungan sisa kursi. Jadi 1.600.000 dibagi 4, sama dengan 400.000. Jadi BPP baru itu adalah 400.000.
Parpol yang gabungan suaranya dari ketiga dapil mencapai angka 400.000 akan mendapat jatah 1 kursi. Jika jumlah parpol yang lolos BPP baru ini melebihi jumlah kursi, maka pembagian kursi dilakukan secara rangking. Empat parpol dengan suara gabungan terbanyak akan mendapatkan kursi.
Jika tidak ada yang lolos BPP baru ini, maka mekanismenya juga menggunakan rangking. Empat parpol dengan suara terbanyak akan mendapatkan kursi.
Jika ada parpol yang memperoleh suara sama, namun jumlah kursi yang ada tinggal 1, maka pembagian kursi dilakukan dengan cara undian. Seperti pada tahap kedua, pengundiannya dilakukan dalam rapat pleno terbuka KPU yang mekanismenya hingga saat ini belum ditetapkan oleh KPU.
Jika sebuah parpol memperoleh kursi pada tahap ketiga ini, lantas di dapil mana dia harus mendudukkan wakilnya? Jawabannya adalah di dapil yang menyumbang suara paling banyak.
Sebagai misal, partai H memperoleh 1 kursi di tahap ketiga ini. Dari dapil I yang kita jadikan contoh, partai ini memperoleh suara 90.000. Sedangkan dari dapil II dia dapat 170.000 dan dari dapil III dia mendapat 190.000 (misalnya). Artinya kursi yang dibagikan ke partai H diambilkan dari dapil III.
Lantas bagaimana jika ternyata di dapil III itu kebetulan tidak ada kursi sisa? Jawabannya adalah diambilkan kursi dari dapil terdekat yang memiliki sisa kursi.
Perhitungan Kursi DPRD
Untuk DPRD, baik propinsi maupun kabupaten/kota, PT tidak berlaku. Artinya seluruh parpol yang memperoleh suara, berapa pun suaranya, akan diikutkan dalam pembagian kursi.
Perhitungan hanya dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama dilakukan dengan membagi suara sah seluruh parpol di sebuah dapil dengan jumlah kursi untuk ditemukan BPP-nya. Parpol yang lolos BPP ini akan memperoleh kursi.
Perhitungan tahap kedua dilakukan dengan cara ranking. Jika pada perhitungan pertama masih terdapat sisa kursi, maka sisa kursi ditambah sisa suara yang belum terpakai di perhitungan pertama akan diikutkan dalam perhitungan tahap kedua.
Parpol yang mempunyai suara paling banyak di tahap kedua ini akan mendapatkan kursi. Jika terdapat parpol dengan suara sama, sedangkan sisa kursi tidak mencukupi, maka penentuan akan dilakukan dengan cara diundi dalam rapat pleno terbuka KPUD setempat.
Kepada caleg mana kursi diberikan?
Setelah seluruh parpol memperoleh jatah kursi masing-masing, barulah KPU menentukan kepada caleg yang mana kursi parpol tersebut diberikan. Dengan merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK), maka kursi diberikan ke caleg yang memperoleh suara terbanyak dari parpol yang bersangkutan di masing-masing dapil.
Jika di sebuah dapil suatu parpol memperoleh kursi, namun tidak ada satupun caleg yang memperoleh suara, maka pemberian kursi ditentukan oleh parpol yang bersangkutan. Jika terdapat dua atau lebih caleg yang memperoleh suara sama, sedangkan kursinya tidak mencukupi, maka pemberian kursi juga ditentukan oleh parpol yang bersangkutan. (dcn)
Sumber : Buka disini ya
DPR-RI memiliki 560 kursi yang terbagi ke dalam 77 daerah pemilihan (dapil), dengan jumlah kursi bervariasi tiap dapil. Sebelum menghitung perolehan kursi parpol per dapil, terlebih dulu kita harus menentukan parpol mana yang lolos parliamentary threshold (PT) sebesar 2,5 persen dari surat suara sah nasional dan parpol mana yang tidak lolos. Parpol yang tidak lolos PT tidak akan diikutkan dalam hitung-hitungan pembagian kursi.
Kita andaikan, dengan jumlah pemilih tetap kita mencapai sekitar 171 juta, hanya 160 juta di antaranya yang mengunakan hak suaranya. Dari jumlah sekian itu, surat suara sah nasional ternyata berjumlah 150 juta. Dengan demikian jumlah suara yang harus dimiliki parpol untuk lolos PT adalah 2,5 persen atau 3.750.000 dari 150 juta suara.
Angka 150 juta itu adalah suara untuk 38 parpol. Dengan angka PT 2,5 persen, kita asumsikan hanya 10 parpol yang lolos PT dan berhak diikutkan dalam hitung-hitungan pembagian kursi. Karena harus dikurangi suara parpol yang tak lolos PT, kita buatlah total suara sah ke-10 parpol itu 140 juta.
Nah, angka 140 juta ini tersebar ke 77 dapil. Penetapan perolehan kursi parpol harus dilakukan per dapil, mengingat jumlah kursi dan jumlah pemilih di tiap dapil berbeda-beda. Sebagai contoh, untuk Propinsi DKI terdapat sekitar 7 juta pemilih dengan 3 dapil, yakni dapil I (Jakarta Timur) yang memiliki 6 kursi, dapil II (Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan luar negeri) yang memiliki 7 kursi, dan dapil III (Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan wilayah administrasi Kepulauan Seribu) yang memiliki 8 kursi.
Untuk mempermudah pengertian tata cara penetapan perolehan kursi parpol, kita akan mengambil contoh dapil Jakarta I yang memiliki 6 kursi dengan jumlah pemilih 1.800.000. Kita mulai dengan pengitungan tahap pertama.
Tahap Pertama
Menentukan BPP adalah dengan membagi seluruh jumlah suara sah parpol yang lolos PT di suatu dapil dengan jumlah kursi di dapil tersebut.
Untuk dapil DKI Jakarta I, misalnya, agar mempermudah penghitungan, kita asumsikan dari 1.800.000 pemilih, suara untuk 10 parpol yang lolos PT adalah 1.200.000. Dengan dibagi 6 kursi, maka angka BPP 200.000. Artinya, 1 kursi berharga 200.000 suara. Parpol yang memperoleh 200.000 suara secara otomatis memperoleh kursi.
Kita buat 10 parpol itu bernama A hingga J. Parpol A memperoleh 150.000 suara, parpol B 240.000, parpol C 70.000, parpol D 320.000, parpol E 40.000, parpol F 70.000, parpol G 80.000, parpol H 90.000, parpol I 30.000, dan parpol J 110.000.
Partai yang memperoleh kursi di tahap pertama adalah parpol B dengan sisa suara 40.000 dan parpol D dengan sisa suara 120.000. Dengan demikian dari 6 kursi, 2 di antaranya telah terbagi, jadi masih sisa 4 kursi. Sisa suara kedua partai tersebut bersama suara 8 parpol lainnya diikutkan dalam perhitungan tahap kedua untuk memperebutkan 4 kursi sisa.
Tahap Kedua
Pada perhitungan tahap kedua, parpol yang memperoleh sekurang-kurangnya 50 persen BPP (100.000 suara) akan memperoleh kursi. Parpol yang memiliki suara di atas 100.000 adalah parpol A, parpol D (berasal dari sisa suara perhitungan tahap pertama sebesar 120.000), dan partai J. Dengan demikian, 4 kursi sisa perhitungan suara pertama telah terbagi 3, sehingga tinggal 1.
Sebagai catatan, jika jumlah parpol yang lolos 50 persen BPP melebihi jumlah kursi sisa, maka pembagian kursi dilakukan secara ranking. Yang suaranya paling banyak dialah yang dapat kursi.
Adapun jika terdapat 2 atau lebih parpol yang memiliki suara sama, sedangkan kursi yang tersedia tidak mencukupi, maka pembagian dilakukan dengan cara diundi. Pengundian dilakukan dalam rapat pleno terbuka KPU. Mengenai mekanisme pengundiannya, hingga saat ini KPU belum menentukan.
Jika pada tahap kedua ini tidak ada parpol yang lolos 50 persen BPP, maka semua suara dan sisa kursi akan dibawa ke perhitungan tahap ketiga dengan cara ditarik ke propinsi untuk digabung dengan dapil lain dan dicari BPP baru per propinsi.
Perlu dicatat, parpol yang memperoleh kursi di tahap kedua ini secara otomatis tidak bisa lagi dibawa ke tahap ketiga. Meskipun suaranya melebihi 50 persen BPP sehingga masih ada sisa, namun sisa ini dianggap hangus.
Tahap Ketiga
Perhitungan tahap ketiga dilakukan dengan cara menarik seluruh sisa suara dan sisa kursi dari tiap dapil ke propinsi untuk dicari BPP baru. Dalam contoh kasus kita, mengingat di DKI Jakarta terdapat 3 dapil, maka suara sisa dan kursi sisa dari ketiga dapil ini ditarik ke propinsi alias digabung.
Dari dapil I kita telah memperoleh sisa kursi sebanyak 1 buah, sedangkan sisa suaranya sebanyak 420.000 (gabungan dari suara parpol C, E, F,G, H, I, dan sisa suara parpol B). Kita bermain asumsi lagi, untuk dapil II sisa kursi sebanyak 2 buah dan sisa suara sebanyak 630.000, sedangkan untuk dapil III sisa kursi sebanyak 1 buah dan sisa suara sebanyak 550.000.
Untuk memperoleh BPP baru, gabungan sisa suara harus dibagi dengan gabungan sisa kursi. Jadi 1.600.000 dibagi 4, sama dengan 400.000. Jadi BPP baru itu adalah 400.000.
Parpol yang gabungan suaranya dari ketiga dapil mencapai angka 400.000 akan mendapat jatah 1 kursi. Jika jumlah parpol yang lolos BPP baru ini melebihi jumlah kursi, maka pembagian kursi dilakukan secara rangking. Empat parpol dengan suara gabungan terbanyak akan mendapatkan kursi.
Jika tidak ada yang lolos BPP baru ini, maka mekanismenya juga menggunakan rangking. Empat parpol dengan suara terbanyak akan mendapatkan kursi.
Jika ada parpol yang memperoleh suara sama, namun jumlah kursi yang ada tinggal 1, maka pembagian kursi dilakukan dengan cara undian. Seperti pada tahap kedua, pengundiannya dilakukan dalam rapat pleno terbuka KPU yang mekanismenya hingga saat ini belum ditetapkan oleh KPU.
Jika sebuah parpol memperoleh kursi pada tahap ketiga ini, lantas di dapil mana dia harus mendudukkan wakilnya? Jawabannya adalah di dapil yang menyumbang suara paling banyak.
Sebagai misal, partai H memperoleh 1 kursi di tahap ketiga ini. Dari dapil I yang kita jadikan contoh, partai ini memperoleh suara 90.000. Sedangkan dari dapil II dia dapat 170.000 dan dari dapil III dia mendapat 190.000 (misalnya). Artinya kursi yang dibagikan ke partai H diambilkan dari dapil III.
Lantas bagaimana jika ternyata di dapil III itu kebetulan tidak ada kursi sisa? Jawabannya adalah diambilkan kursi dari dapil terdekat yang memiliki sisa kursi.
Perhitungan Kursi DPRD
Untuk DPRD, baik propinsi maupun kabupaten/kota, PT tidak berlaku. Artinya seluruh parpol yang memperoleh suara, berapa pun suaranya, akan diikutkan dalam pembagian kursi.
Perhitungan hanya dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama dilakukan dengan membagi suara sah seluruh parpol di sebuah dapil dengan jumlah kursi untuk ditemukan BPP-nya. Parpol yang lolos BPP ini akan memperoleh kursi.
Perhitungan tahap kedua dilakukan dengan cara ranking. Jika pada perhitungan pertama masih terdapat sisa kursi, maka sisa kursi ditambah sisa suara yang belum terpakai di perhitungan pertama akan diikutkan dalam perhitungan tahap kedua.
Parpol yang mempunyai suara paling banyak di tahap kedua ini akan mendapatkan kursi. Jika terdapat parpol dengan suara sama, sedangkan sisa kursi tidak mencukupi, maka penentuan akan dilakukan dengan cara diundi dalam rapat pleno terbuka KPUD setempat.
Kepada caleg mana kursi diberikan?
Setelah seluruh parpol memperoleh jatah kursi masing-masing, barulah KPU menentukan kepada caleg yang mana kursi parpol tersebut diberikan. Dengan merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK), maka kursi diberikan ke caleg yang memperoleh suara terbanyak dari parpol yang bersangkutan di masing-masing dapil.
Jika di sebuah dapil suatu parpol memperoleh kursi, namun tidak ada satupun caleg yang memperoleh suara, maka pemberian kursi ditentukan oleh parpol yang bersangkutan. Jika terdapat dua atau lebih caleg yang memperoleh suara sama, sedangkan kursinya tidak mencukupi, maka pemberian kursi juga ditentukan oleh parpol yang bersangkutan. (dcn)
Sumber : Buka disini ya
No comments:
Post a Comment