Pages

Wednesday, 29 April 2009

Terapi Cairan


Pendahuluan
 Pembahasan mengenai terapi cairan ini akan dibahas secara garis besar saja, mengingat pembahasan tentang terapi cairan ini sangat luas. 
Tubuh sebagian besar terdiri dari air. Air dan zat-zat yang terlarut di dalamnya (cairan tubuh), menjadi pengangkut zat makanan ke semua sel tubuh dan mengeluarkan bahan sisa dari dalamnya untuk menunjang berlangsungnya kehidupan. Jumlah air tubuh berbeda-beda tergantung pada umur, jenis kelamin, dan banyak atau sedikitnya lemak tubuh.
Cairan tubuh dibagi :
1. Di dalam sel (intra-sel)
2. Di luar sel (ekstra-sel) :
a. Plasma (intra-vaskular)
b. Intersisial
c. Rongga ke tiga (Third Space)

Distribusi cairan tubuh :
 
Dalam air tubuh terlarut zat-zat :
1. Elektrolit
2. Non-elektrolit :
a. Dengan berat molekul kecil : Glukosa
b. Dengan berat molekul besar : Protein

Elektrolit terpenting dalam air ekstra sel adalah Na+ dan Cl- sedangkan dalam air intra sel adalah K+ dan fosfat ion.
 Satuan untuk elektrolit dalam cairan tubuh adalah miliekivalen/liter (mek/l)

  mgr % x 10 x valensi
  Mek/l = -----------------------------
  Berat atom / molekul


Komposisi Elektrolit 
mEq/L Intraselular Ekstraselular
  Plasma Darah Interstisial
Kation  
Na+ 15 142 144
K+ 150 4 4
Ca++ 2 5 2.5
Mg++ 27 3 1.5
Anion  
Cl- 1 103 114
HCO3- 10 27 30
HPO4= 100 2 2
SO4= 20 1 1
Asam organik - 5 5
Protein 63 16 6





Kebutuhan air dan elektrolit setiap hari
Pada orang dewasa :
Air : 30 – 35 ml/kgBB. Kenaikan suhu 1°C ditambah 10–15 %
Na+ : 1,5 mek/kgBB (100 mek/hari atau 5,9 gr)
K+ : 1 mek/kgBB ( 60 mek/hari atau 4,5 gr)

Pada anak dan bayi :
Air : Sesuai dengan berat badan
  0-10 kg : 100 ml/kgBB
  11-20 kg : 1000 ml/kgBB + 50 ml/kgBB diatas 10 kg
  Lebih 20 kg : 1500 ml/kgBB + 20 ml/kgBB diatas 20 kg
Na+ : 2 mek/kgBB
K+ : 2 mek/kgBB

Keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran air
Air masuk : Air keluar :
Minuman : 800-1700 ml Urine : 600-1600 ml
Makanan : 500-1000 ml Tinja : 20- 200 ml
Hasil oksidasi : 200- 300 ml “Insensible loss” : 850-1200 ml

Tujuan terapi cairan
1. Untuk mengganti kekurangan air dan elektrolit
2. Untuk memenuhi kebutuhan
3. Untuk mengatasi syok
4. Untuk mengatasi kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan. 
Terapi cairan perioperatif meliputi tindakan terapi yang dilakukan pada masa pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah.

Pemberian Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids)
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
 
Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah :
1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
2. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
3. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
4. “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)
5. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)
6. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
7. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena antara lain :
1. Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya perawatan.
2. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung. 
3. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).
4. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
5. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.
 
Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous Cannulation)
1. Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).
2. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas.
3. Pemberian kantong darah dan produk darah.
4. Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).
5. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
6. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.
 
Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur Pembuluh Darah Vena
1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).
 
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infuse :
1. Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.
2. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
3. Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
4. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.
 
Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus :
1. Rasa perih / sakit
2. Reaksi alergi
 
Jenis Cairan Infus
1. Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

2. Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).

3. Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.

Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya :
1. Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
2. Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.

Cairan yang digunakan dalam terapi
 Cairan yang sering digunakan ialah cairan elektrolit (kristaloid) cairan non-elektrolit, dan cairan koloid.

Cairan elektrolit (kristaloid) :
 Sesuai dengan penggunaannya dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu untuk pemeliharaan, pengganti dan tujuan khusus.
Cairan pemeliharaan (rumatan) :
 Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh lewat urin, feses, paru dan keringat. Jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu:
Dewasa : 1,5 - 2 ml/kg/jam
Anak-anak : 2 - 4 ml/kg/jam
Bayi : 4 - 6 ml/kg/jam
Orok (neonatus) : 3 ml/kg/jam
 Mengingat cairan yang hilang dengan cara ini sedikit sekali mengandung elektrolit, maka sebagai cairan pengganti adalah hipotonik, dengan perhatian khusus untuk natrium.
 Cairan kristaloid untuk pemeliharaan misalnya dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45% (D5NaCl 0,45).

Sediaan Cairan Pemeliharaan (rumatan)
 

Cairan pengganti :
 Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh yang disebabkan oleh sekuestrasi atau proses patologi yang lain (misalnya fistula, efusi pleura, asites drainase lambung dsb).
Sebagai cairan pengganti untuk tujuan ini digunakan cairan isotonis, dengan perhatian khusus untuk konsentrasi natrium, misalnya dekstrose 5 % dalam ringer laktat (D5RL), NaCl 0,9 %, D5 NaCl.

Sediaan Cairan Pengganti
 

Cairan untuk tujuan khusus (koreksi):
 Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang digunakan khusus, misalnya natrium bikarbonat 7,5 %, NaCl 3 %, dll.

Sediaan Cairan Koreksi
 


Cairan non elektrolit :
 Contoh dekstrose 5 %, 10 %, digunakan untuk memenuhi kebutuhan air dan kalori, dapat juga digunakan sebagai cairan pemeliharaan.

Cairan koloid :
 Disebut juga sebagai plasma ekspander, karena memiliki kemampuan besar dalam mempertahankan volume intra-vaskuler.
Contoh cairan ini antara lain : Dekstran, Haemacel, Albumin, Plasma, Darah.
 Cairan koloid ini digunakan untuk menggantikan kehilangan cairan intra-vaskuler.

Perbandingan Kristaloid dan Koloid
 Kristaloid Koloid
Keunggulan 1. Lebih mudah tersedia dan murah
2. Komposisi serupa dengan plasma (Ringer asetat/ringer laktat)
3. Bisa disimpan di suhu kamar
4. Bebas dari reaksi anafilaktik
5. Komplikasi minimal
 
  1. Ekspansi volume plasma tanpa ekspansi interstisial
2. Ekspansi volume lebih besar
3. Durasi lebih lama
4. Oksigenasi jaringan lebih baik
5. Gradien O2 alveolar-arterial lebih sedikit
6. Insiden edema paru dan/atau edema sistemik lebih rendah
 
Kekurangan 1. Edema bisa mengurangi ekspansibilitas dinding dada
2. Oksigenasi jaringan terganggu karena bertambahnya jarak kapiler dan sel
3. Memerlukan volume 4 kali lebih banyak 1. Anafilaksis
2. Koagulopati
3. Albumin bisa memperberat depresi miokard pada pasien syok (mungkin dengan mengikat kalsium, mengurangi kadar ion Ca++






Cara Menghitung Cairan (tetesan) :
Dewasa (makro)

  Jumlah cairan x 20 = tetesan
  Jam x 60 menit 

Anak (mikro)

  Jumlah cairan x 60 = tetesan
  Jam x 60 menit 

No comments:

Post a Comment