Pages

Showing posts with label Emergensi. Show all posts
Showing posts with label Emergensi. Show all posts

Tuesday, 19 October 2010

PENANGANAN SYOK



Definisi

Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.

Patofisiologi

Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipesegera (Immediate type reaction).
Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
Fase Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh Makrofag.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit).
Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Fase Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah Preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators. Fase Efektor Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.

Alergen
Terr menyebutkan beberapa golongan alergen yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis, yaitu makanan, obat-obatan, bisa atau racun serangga dan alergen lain yang tidak bisa di golongkan.
Allergen penyebab Anafilaksis Makanan
Krustasea: Lobster, udang dan kepiting
Moluska : kerang Ikan Kacang-kacangan dan biji-bijian Buah beri Putih telur Susu
Obat Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin, Relaxin
Enzim : Tripsin,Chymotripsin, Penicillinase, As-paraginase Vaksin dan Darah
Toxoid : ATS, ADS, SABU Ekstrak alergen untuk uji kulit Dextran
Antibiotika: Penicillin, Streptomisin, Cephalosporin, Tetrasiklin, Ciprofloxacin, Amphotericin B, Nitrofurantoin.
Agent diagnostik-kontras: Vitamin B1, Asam folat Agent
anestesi: Lidocain, Procain,
Lain-lain: Barbiturat, Diazepam, Phenitoin, Protamine, Aminopyrine, Acetil cystein , Codein, Morfin, Asam salisilat dan HCT Bisa serangga Lebah Madu, Jaket kuning, Semut api Tawon (Wasp). Lain-lain Lateks, Karet, Glikoprotein seminal fluid

Gejala klinis

Anafilaksis merupakan reaksi sistemik, gejala yang timbul juga menyeluruh.
Gejala permulaan: Sakit Kepala, Pusing, Gatal dan perasaan panas Sistem Organ Gejala Kulit Eritema, urticaria, angoedema, conjunctivitis, pallor dan kadang cyanosis Respirasi Bronkospasme, rhinitis, edema paru dan batuk, nafas cepatdan pendek, terasa tercekik karena edema epiglotis, stridor, serak, suara hilang, wheezing, dan obstruksi komplit. Cardiovaskular Hipotensi, diaphoresis, kabur pandangan, sincope, aritmia dan hipoksia Gastrintestinal Mual, muntah, cramp perut, diare, disfagia, inkontinensia urin SSP, Parestesia, konvulsi dan kom Sendi Arthralgia Haematologi darah, trombositopenia, DIC

Diagnosis
Anamnesis Mendapatkan zat penyebab anafilaksis (injeksi, minum obat, disengat hewan, makan sesuatu atau setelah test kulit ) Timbul biduran mendadak, gatal dikulit, suara parau sesak ,sekarnafas, lemas, pusing, mual,muntah sakit perut setelah terpapar sesuatu.
Fisik diagnostik Keadaan umum : baik sampai buruk Kesadaran Composmentis sampai Koma Tensi : Hipotensi, Nadi:Tachycardi, Nafas : Kepala dan leher : cyanosis, dispneu, conjunctivitis, lacrimasi, edema periorbita, perioral, rhinitis Thorax aritmia sampai arrest Pulmo Bronkospasme, stridor, rhonki dan wheezing, Abdomen : Nyeri tekan, BU meningkat Ekstremitas : Urticaria, Edema ekstremitas Pemeriksaan Tambahan Hematologi : Hitung sel meningkat Hemokonsentrasi, trombositopenia eosinophilia naik/ normal / turun. X foto : Hiperinflasi dengan atau tanpa atelektasis karena mukus plug, EKG : Gangguan konduksi, atrial dan ventrikular disritmia, Kimia meningkat, sereum triptaase meningkat

Diagnosis banding:
- Syok bentuk lain
- Asma akut
- Edema paru dan emboli paru
- Aritmia jantung
- Kejang
- Keracunan obat akut
- Urticaria
- Reaksi vaso-vagal

Penatalaksanaan dan Management syok anafilaktik
- Hentikan obat/identifikasi obat yang diduga menyebabkan reaksi anafilaksis
- Torniquet, pasang torniquet di bagian proksimal daerah masuknya obat atau sengatan hewan
longgarkan 1-2 menitn tiap 10 menit.
- Posisi, tidurkan dengan posisi Trandelenberg, kaki lebih tinggi dari kepala (posisi shock)
dengan alas keras.
- Bebaskan airway, bila obstruksi intubasi-cricotyrotomi-tracheostomi
- Berikan oksigen, melalui hidung atau mulut 5-10 liter /menit bila tidak bia persiapkandari
mulut kemulut
- Pasang cathether intra vena (infus) dengan cairan elektrolit seimbang atau Nacl fisiologis,
0,5-1liter dalam 30 menit (dosis dewasa) monitoring dengan Tensi dan produksi urine
- Pertahankan tekanan darah sistole >100mmHg diberikan 2-3L/m2 luas tubuh /24 jam
Bila 100 mmHg 500 cc/ 1 Jam
- Bila perlu pasang CVP

Medikamentosa I.
Adrenalin 1:1000, 0,3 –0,5 ml SC/IM lengan atas , paha, sekitar lesi pada venom, Dapat diulang 2-3 x dengan selang waktu 15-30 menit, Pemberian IV pada stadium terminal /pemberian dengan dosis1 ml gagal , 1:1000 dilarutkan dalam 9 ml garam faali diberikan 1-2 ml selama 5-20 menit (anak 0,1 cc/kg BB)

Medikamentosa II.
Diphenhidramin IV pelan (+ 20 detik ) ,IM atau PO (1-2 mg/kg BB) sampai 50 mg dosis tunggal, PO dapat dilanjutkan tiap 6 jam selama 48 jam, bila tetap sesak + hipotensi segera rujuk, (anak :1-2 mg /kgBB/ IV) maximal 200mg IV

Medikamentosa III.
Aminophilin, bila ada spasme bronchus beri 4-6 mg/ kg BB dilarutkan dalam 10 ml garam faali atau D5, IV selama 20 menit dilanjutkan 0,2 –1,2 mg/kg/jam IV. Corticosteroid 5-20 mg/kg BB dilanjutkan 2-5 mg/kg selama 4-6 jam, pemberian selama 72 jam .Hidrocortison IV, beri cimetidin 300mg setelah 3-5 menit Monitoring
Observasi ketat selama 24 jam, 6jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik
- Klinis : keadaan umum, kesadaran, vital sign, produksi urine dan keluhan
- Darah : Gas darah
- EKG Komplikasi (Penyulit) Kematian karena edema laring , gagal nafas, syok dan cardiac
arrest. Kerusakan otak permanen karena syok dan gangguan cardiovaskuler. Urtikaria dan
angoioedema menetap sampai beberapa bulan, Myocard infark, aborsi dan gagal ginjal juga
pernah dilaporkan.

Prevensi (Pencegahan)
- Mencegah reaksi ulang
- Anamnesa penyakit alergi px sebelum terapi diberikan (obat,makanan,atopik)
- Lakukan skin test bila perlu
- Encerkan obat bila pemberian dengan SC/ID/IM/IV dan observasi selama pemberian
- Catat obat px pada status yang menyebabkan alergi
- Hindari obat-obat yang sering menyebabkan syok anafilaktik.
- Desensitisasi alergen spesifik
- Edukasi px supaya menghindari makanan atau obat yang menyebabkan alergi
- Bersiaga selalu bila melakukan injeksi dengan emergency kit Prognosis Bila penanganan cepat,
klinis masih ringan dapat membaik dan tertolong

Algoritme Management Penderita Syok Anafilaktik Ringan:
- Baringkan dalam posisi syok, Alas keras
- Bebaskan jalan nafas
- Tentukan penyebab dan lokasi masuknya
- Jika masuk lewat ekstremitas, pasang torniquet
- Injeksi Adrenalin 1:1000 – 0,25 cc (0,25mg) SC Sedang
- Monitor pernafasan dan hemodinamik
- Suplemen Oksigen
- Injeksi Adrenalin 1:1000- 0,25cc(0,25mg) IM(Sedang) atau 1:10.000 –
2,5-5cc (0,25-0,5mg) IV(Berat), Berikan sublingual atau trans trakheal bila vena kolaps
- Aminofilin 5-6mg/kgBB IV(bolus), diikuti 0,4-0,9mg/kgBB/menit perdrip (untuk
bronkospasme persistent)
- Infus cairan (pedoman hematokrit dan produksi urine) Berat
- Monitor pernafasan dan hemodinamika
- Cairan, Obat Inotropik positif, Obat vasoaktif tergantung hemodinamik
- Bila perlu dan memungkin- rujuk untuk mendapat perawatan intensif RJPO § Basic dan
Advanced Life Support (RJPO) ———–Arrest Nafas dan Jantung.

DaftarPustaka

- Rab, Prof.Dr. H tabrani. Pengatasan shock, EGC Jakarta 2000, 153-161
- Panduan Gawat Darurat, Jilid I, FKUI, Penerbit FKUI Jakarta 2000, 17-18
- Ho, Mt, Luce JM, Trunkey, DD, Salber PR, Mills J, Resusitasi KardioPulmoner dan Syok,
EGC Jakarta 1990 : 76-78
- Purwadianto, A, Sampurna, B, Kedaruratan Medik, Bina Rupa Aksara, Jakarta 2000, 56-57
- Effendi, C, Anaphylaxis dalam PKB XV , Lab. Ilmu Penyakit Dalam FKUA/ RSUD Dr. Soetomo, 2000 : 91-99
- Rehata, NM, Syok Anafilaktik Patofisiologi dan penanganan dalam up date on shock, pertemuan Ilmiah
terpadu I FKUA Surabaya, 2000 : 69-75
- Barata Widjaya, KG, Imunologi Dasar ed. 3 , Penerbit FKUI, 1996: 76-80
- Sunatrio, S, Penanggulangan Reaksi Syok Anafilaksis dalam Anestesiologi, Bag. Anestesiologi dan terapi
intensif FKUI Jakarta 1990, 77-85
- Kondos, GT, Brundage, BH, Anaphylaxis dalam Don H, Decission Making in critical care,
Baltimore, 1985, 46-47
- 10.Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper, Harrison’s,
Principle’s Internal Medicine 17th Companion Handbook

Sumber : http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/29/syok-anafilaktik/

Bila Artikel ini berkenan bagi AndaSilahkan DownLoadDisini

Monday, 7 June 2010

SOP OBAT EMERGENCY/RESUSITASI



Pengertian :

• koreksi hipoksia
• mempertahankan sirkulasi spontan pada kondisi tekanan darah (TD) yang adekuat
• membantu optimalisasi fungsi jantung
• menghilangkan nyeri
• koreksi asidosis
• mengatasi gagal jantung kongestif

Obat-obat resusitasi jantung-paru dan obat-obat perbaikan sirkulasi
• oksigen
• meningkatkan TD : epinefrin/adrenalin, vasopresin, dopamine
• meningkatkan denyut jantung/nadi (HR : Heart Rate) : atropin
• menurunkan/mengatasi aritmia ventrikel : amiodaron, lidokain/lignokain, prokainamid, magnesium sulfat
• menurunkan/mengatasi aritmia supraventrikel : adenosin, diltiazem, amiodaron
• obat-obat untuk IMA : morfin, nitrogliserin, aspirin, fibrinoli
• Lain-lain


OBAT RESUSITASI JANTUNG-PARU (RJP)

1. Epinefrin/adrenalin.
2. Amiodaron.
3. Lidokain.
4. Atropin.

OBAT PERBAIKAN SIRKULASI

1. Dopamin
2. Dobutamin
3. Noradrenalin

LAIN-LAIN.

1. Furosemid
2. Morfin
3. Nitrogliserin
4. Digoksin
5. Aminofilin

Untuk informasi Indikasi, Dosis pemberian dan Perhatian, lebih lengkap
Silahkan DownLoadDisini

Monday, 24 May 2010

Thursday, 13 May 2010

Anastesi Untuk Khitan

Anestesi

Sircumsisi pada umumnya menggunakan anestesi lokal, teknik anastesi yang dipakai biasanya blok, infiltrasi atau gabungan keduanya.

Anestesi Pada Sirkumsisi metode Flashcutter

Khitan dengan Flashcutter dapat dilakukan anestesi dengan teknik Infiltrasi maupun

blok. Bergantung pada kondisi atau kebiasaan dengan mempertimbangkan kelebihan

dan kekurangan masing-masing.

Anestesi Infiltrasi

Daerah penyuntikan disesuaikan dengan lokasi persarafan.

Secara anatomis, cabang-cabang saraf yang mempersarafi penis berada pada sekitar jam 11 dan jam 1, cabang cabangnya sekitar di jam 5, jam 7 serta daerah frenulum.

Lokasi penyuntikan adalah sekitar ½ - 2/3 proksimal batang penis secara subkutis agak kedalam sedikit agar obat masuk ke tunika albuginea.

Jarum disuntikan di daerah dorsum penis proksimal secara sub kutan, gerakkan kekanan, aspirasi, tarik jarum sambil menginjeksikan cairan anestesi, jarum jangan sampai keluar kemudian arahkan jaruh ke lateral kiri, ulangi seperti lateral kanan. Kemudian jarum injeksikan di daerah ventral dan lakukan infiltrasi seperti diatas sehingga pada akhirnya terbentuk Ring Block Massage penis, karena obat anestesi membutuhkan waktu untuk bekerja. Tunggu 3-5 menit kemudian dilakukan test dengan menjepit ujung preputium dengan klem. Apabila belum teranestesi penuh ditunggu sampai dengan anestesi bekerja kira-kira 3-5 menit berikutnya.

Pada batas tertentu bila dipandang perlu dapat dilakukan tambahan anestesi.

ANASTESI BLOK

Bertujuan memblok semua impuls sensorik dari batang penis melalui pemblokiran nervus pudendus yang terletak dibawah fasia Buch dan ligamentum suspensorium dengan cara memasukkan cairan anestesi dengan jarum tegak lurus sedikit diatas pangkal penis, diatas simfisis osis pubis sampai menembus fasia Buch.

Obat anestesi

Yang banyak digunakan adalah Lidokain HCL2%, baik yang ditambah adrenalin (Pehacain) ataupun tidak. Untuk anestesi infiltrasi dapat diencerkan sampai 0,5% dengan aquabides, dimaksudkan untuk mengurangi resiko intoksikasi obat. Dapat pula lidokain dioplos dengan markain dengan perbandingan 50-70:30-50, untuk mendapatkan onset cepat dan durasi yang lama.

Reaksi toksik dapat terjadi karena kesalahan penyuntikan sehingga obat masuk ke pembuluh darah atau karena dosis yang terlampau tinggi

Sumber: Teknik Khitan By dr. Asep Permana, S.Ked.
Bila Artikel ini berkenan bagi AndaSilahkan DownLoadDisini

Wednesday, 12 May 2010

Monday, 26 April 2010

Monday, 11 January 2010

PROSEDURE INTUBASI ENDOTRAKEAL




Tujuannya adalah untuk menegakkan patensi jalan napas
Indikasi :
Kebutuhan akan ventilasi mekanik
Kebutuhan higienepolmunerKemungkinanKomplikasi
Kemungkinan aspirasi
Kemungkinan obstruksi jalan napas bagian atas
Pemberian anestesi
Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi yang absolute, namun demikian edema jalannapas bagian atas yang buruk atau fraktur dari wajah dan leherdapat memungkinkan dilakukan intubasi

Kemungkinan Komplikasi
• Memar, laserasi, dan abrasi
• Perdarahan hidung (dengan intubasi nasotrakeal)
• Obstruksi jalan napas (herniasi manset, tube kaku)
• Sinusitis(dengan nasotrakeal tube)
• Ruptur trakeal
• Fistula trakeoesofageal
• Muntah dengan aspirasi,gigi copot,atau rusak
• Disritmia jantung

Peralatan

• ETT dalam berbagai ukuran
• Stylet (sejenis kawatyang dimasukkan ke dalam kateter atau kanula dan menjaga kanula tersebut agar tetap kaku/tegak)
• Laringoskop, bengkok dan berujung lurus
• Forsep Macgill (hanya untuk intubasi nasotrakeal)
• Jelli anestesi
• Kasa busa 4 x 4
• Spuit 10 ml
• Jalan napas orofaringeal
• Resusitasi bag dengan adapter dan masker yang dihubungkan dengan tabung oksigen dan flow meter
• Suction
• Kanul penghisap dengan sarung tangan
• Ujung penghisap tonsil Yankauer
• Plester 1 cm
• Mesin monitor jantung
• Peralatan henti jantung

Prosedur
  1. Ingatkan ahli terapi pernapasan, dan siapkan alat ventilator atas set oksigen seperti yang dianjurkan dokter.

  2. Jelaskan prosedur pada pasien, jika mungkin. Pasang restrain jika diperlukan.

  3. Yakinkan bahwa pasien mendapatkan terapi intravena yang stabil.

  4. Tempatkan peralatan hentijantung di sisi tempat tidur.

  5. Periksa untuk meyakinkan bahwa peralatan penghisap (suction) danambu bag sudah tersedia dan berfungsi dengan baik. Hubungkan ujung penghisap Yankauer pada sumbernya.

  6. Jika pasien tidak dalam monitor jantung, hubungkan pada monitor atau EKG.

  7. Pindahkan alas kepala dan tempatkan pasien sedekat mungkin dengan bagian atastempat tidur. Pasien harus dalam posisi sniffing, leher dalam fleksi dengankepala eskstensi. Hal inidapat dicapai dengan menempatkan 2-4 inci alas kepala dileher belakang.

  8. Siapkan laringoskop.

  9. Siapkan ETT, dan kembangkan manset / balonnya untuk mengetahui adanya kebocoran dan pengembangan yang simetris.

  10. Basahi ujung distaldari ETT dengan jelli anestetik.

  11. Masukkanstylet ke dalam tube, yakinkan untuk tidak menonjolkan keluar dari ujung ETT.

  12. Persiapan untuk memberikan obat-obatan IV (diazepam)

  13. Pegang dengan bagian probe dan stylet pada tempatnya, laringoskop dengan posisi mengarah jalan napas orofaringeal.

  14. Observasi dan berikan dukungan pada pasien. Pertahankan terapi IV dan awasi adanya disritmia.

  15. Berikan tekanan pada krikoid selama intubasi endottrakeal untuk melindungi regurgitasi isi lambung. Temukan kartilago krikoid dengan menekan raba tepat di bawah kartilago tiroid (Adam apple). Bagian inferior yang menonjol kea rah kartilago adalah krikoid kartilago.Berikan tekananpada bagian anterolateral dari kartilago tepat sebelah lateral dari garis tengah, gunakan ibu jari dan telunjuk. Pertahankan tekanan sampai manset endotrakeal dikembangkan.

  16. Setelah ETT pada tempatnya, kembangkan manset denga isi yang minimal sebagai berikut;

    • Selama inspirasi (bag resusitasi manual atau ventilatory) masukkan dengan perlahan udara ke dalam garis manset. Tahan manset yang telah dikembangkan selama siklus ekspirasi.

    • Ulangi dengan perlahan pengembangan mansetselama siklus inspirasi tambahan.

    • Akhiri mengembangkan manset bila kebocoran sudah terhenti.

  17. Lakukan penghisap dan ventilasi.

  18. Untuk memeriksa posisi ETT, lakukan auskultasi bunyi napas.

  19. Fiksasi ETT pada tempatnya.


Tindak lanjut
Pastikan bahwa ETT telah terfiksasi denganbaik dan pasienmendapat ventilasi yang adekuat, kaji sumber oksigenatau ventilator.


Bila Artikel ini berkenan bagi Anda
Silahkan DownLoad
Disini

Saturday, 14 November 2009

Prosedure Pemasangan Infus



Pengertian : Adalah memasukkan cairan ( obat atau makanan ) dengan tetesan dalam jumlah yang banyak dan waktu yang lama ke dalam vena dengan menggunakan perangkat infuse ( infuse set ) secara tertetes.

Tujuan :
1. Sebagai pengobatan
2. Mencukupi kebutuhan tubuh akan cairan dan elektrolit.
3. Sebagai makanan untuk pasien yang tidak dapat / tidak boleh makan melalui mulut.

Indikasi pemasangan infuse pada pasien :
1. Dehidrasi.
2. Syock.
3. Intoksikasi berat.
4. Pro dan pasca operasi.
5. Sebelum transfuse darah.
6. Yang tidak bisa makan / minum melalui mulut.
7. Yang memerlukan pengobatan tertentu.

Persiapan alat-alat :
1. Infus set steril.
2. Cairan infuse yang dibutuhkan.
3. Bidai dan balutan bila perlu.
4. Tiang infuse dan gantungan botol.
5. Plester dan gunting.
6. IV Chateter sesuai ukuran.
7. Veca C (plester kusus untuk infuse).
8. Jam tangan untuk menghitung tetesan permenit.
9. Alat tulis untuk mencatat.

Cara bekerja :
1. Memeberitahu dan menjelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
2. Membawa alat-alat ke dekat pasien.
3. Membuka pakaian pada daerah yang akan dipasang infuse.
4. Bentangkan alas dibawah anggota badan yang akan dipasang infuse.
5. Gantungkankan botol cairan pada tiang infuse.
6. Gunakan sarung tangan.
7. Hapus hamakan tutup botol infuse dengan kapas alcohol.
8. Buka set infuse, pasang pada botol infuse.
9. Buka klem penjepit, alirkan cairan melalui slang infuse hingga penuh sampai bebas dari udara, kemudian jarum infuse dan klem ditutup.
10. Anggota badan yang akan diinfus di bendung (stuwing) dengan menggunakan karet pembendung sehingga vena terlihat jelas.
11. Mengsterilkan kulit dengan menggunakan kapas alcohol.
12. Menusukkan jarum infuse (IV Chateter/Abbocath) ke dalam vena dengan lobang jarum mengarah keatas. Bila darah mengalir kedalam Abbocath menandakan jarum tepat masuk kedalam vena. Karet pembendung di lepas kemudian klem dilonggarkan untuk melihat kelancaran cairan infuse mengalir.
13. Hitung tetesan cairan sesuai kebutuhan.
14. Fixasi pangkal Abbocath dengan Veca-C/plester. Sebelumnya beri bethadine terlebih dahulu.
15. Pasang bidai bila perlu.
16. Rapihkan pasien.
17. Bereskan alat-alat.
18. Mencatat : nama pasien, no. kamar, tanggal dan jam pemberian, macam dan jumlah cairan yang diberikan, jumlah tetesan permenit, tanggal dan jam berakhirnya pemberian cairan,nama perawat yang melaksanan perasat, nama dokter yang memberikan instruksi
19. Mencuci tangan.


Yang harus diperhatikan :
1. sterilisasi dalam tindakan agar tidak terjadi infeksi.
2. Reaksi pasien selama 15 menit pertama setelah pemasangan infuse. Jika ada reaksi timbul, infuse harus segera di stop, kemudian lapor kepada penanggung jawab / dokter sambil menunggu instruksi selanjutnya.
3. Tetesan harus lancer sesuai instruksi.
4. Cairan infuse tidak boleh sampai kosong agar udara tidak masuk ke dalam set infuse.
5. Pada botol infuse yang menggunakan jarum udara, pada waktu mengganti botol infuse, jarum udara harus ditusukkan terlebih dahulu.

Kondisi berbahaya bila :
1. Emboli udara.
2. Infeksi.
3. Edema paru-paru.
4. Trauma vena yang dapat mengakibatkan haematoma.


Apabila Artikel ini berkenan bagi Anda
Silahkan DonwLoad
Disini

Saturday, 1 August 2009

PENANGANAN KEJANG PADA ANAK

KEJANG DEMAM PADA ANAK

Kejang Merupakan keluhan yang terbanyak ditemukan diantara semua penyakit bneurologik pada anak, sebaiknya diartikan sebagai gejala dari proses dasarsebagai penyakit yang mempengaruhi timbulnya gejala tersebut.
Kejang adalah perubahan diluar kemauan yang berlangsung episodic dari kesadaran , aktifitas motorik, sifat, rasa, atau fs. Otonom.
Manifestasi klinik dari kejang berbeda-beda tergantung dari tempat cetusan atau focus dari rangsang yang terjadi di dalam otak. Kejang fokal berasal dari suatu daerah tertentu di dalam korteks serebri dan manifestasi klinik berupa kejang motorik / sensorik, cetusan di dalam L. Temporal membberikan manifestasi klinik berupa gangguan psikomotorik dan sebgainya.

Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terdapat pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal > 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Definisi ini masih banyak kritik dan sanggahan.

Manifestasi Klinik
Livingstone membuat criteria dan membagi Kejang Demam atas 2 golongan yaitu :
1. Kejang Demam Sederhana.
2. Epilepsi yang diprovokasi ole demam.

Criteria Livingstone telah dimodifikasi sebagai pedoman untuk membuat Kejang Demam Sederhana, yaitu ;
1. Umur anak ketika kejang : 6 bulan s/d 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang demam bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal. Tak menunjukkan keluhan
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidka melebihi 4 kali.

Bila salah satu dari criteria tak dipenuhi pada anak yang menderita Kejang Demam, maka penderita tersebut dimasukkan golongan Epilepsi yang diprovokasi demam. Suhu yang tinggi merupakan suatu keharusan pada Kejang Demam Sederhana yang tidak dijelaskan di dalam criteria Livingstone Pada Epilepsi yang diprovokasi oleh demam kenaikan suhu tubuh hanya berlaku sebagai pencetus dari kejang.

Penanggulangan :
A. Penanggulangan pada masa akut (dalam keadaaan demam) ---Status Konvulsi, kejang lama dan berulang.
B. Penanggulangan jangka panjang (dalam keadaan tidak kejang.)

Beberapa langkah yang harus cepat dilakukan :
A. Memberantas kejang secepatnya.
BB < 10 kg : 0,5 – 0,75 mg / kg BB / x
10 – 20 kg : 0,5 mg / kg BB / x
BB > 20 kg : 0,5 mg / kg BB /x
Min : 2,5 mg / x
Max : < 5 thn ------ 5 mg /x
 5 thn ----- 10 mg / x
Tunggu 15 menit, bila tak berhenti dapat diulang dengan dosis sama dan cara i.m (maksimal 3 x pemberian!!!)

B. Bila tidak ada diazepam diganti dengan fenobarbital (im).
Dosis :
Neonatus : : 30 mg.
1 bulan – 1 tahun : 50 mg.
> 1 tahun : 50 mg.

Bila kejang tidak berhenti dalam 15 menit dapat diulang :
Neonatus : 15 mg.
1bulan – 1 tahun : 30 mg.
> 1 tahun : 5 mg.
Hati-hati pemberian hanya sampai 2 kali !!!!!.

C. Pilihan ketiga adalah difenil Hidantoin / dilantin (iv).
Harus dengan monitoring denyut jantung.
Bila dengan pengobatan diatas, kejang masih tidak dapat diatasi maka penderita harus di rawat di ruang Intensif


TIPS & TRIK EKSTRIM MELAMAR PEKERJAAN

MEMBUAT WEBSITE ITU GAMPANG

BUAT WEBSITE SENDIRI ONLINE & GRATIS

Sunday, 19 July 2009

PENANGGULANGAN KERACUNAN AKUT

Insidensi Dan Etiologi

Intoksikasi obat dapat timbul akut atau kronik. Dapat terjadi akibat usaha bunuh diri (tentamen Suicide), pembunuhan (homicide), maupun kecelakaan tidak sengaja (accident). Pada orang dewasa keracunan obat umumnya akibat bunuh diri, kebanyakan dilakukan oleh wanita muda (10 – 30 tahun).Penyebab keracunan pada orang dewasa terbanyak adalah insektisida fosfat organic (IFO), analgetika, minyak tanah, sedative-hipnotika, bahan korosif, dan pestisida lain (hidrokarbon klorin dan racun tikus). Pada anak terbanyak karena terminum minyak tanah.

Diagnosis
Pada setiap penderita yang sebelumnya tampak sehat, kemudian mendadak timbul gejala-gejala : koma, kejang-kejang, syok, sianosis, psikosis akut, gagal ginjal akut atau gagal hati akut, tanpa diketahui penyebabnya, pikirkan kemungkinan terjadinya keracunan akut.

Anamnesis
• Usahakan mendapatkan nama, jumlah bahan, serta saat penderita meminum obat.
• Tanya bekas-bekas bungkus, tempat, atau botol obat, resep terakhir, serta surat-surat yang mungkin baru saja ditulis.
• Tanya riwayat perselisihan dengan keluarga, teman dekat, teman sekantor tau ada tidaknya masalah ekonomi yang berat.
• Tanyakan usaha pengobatan yang telah dilakukan.

Pemeriksaan fisik
• Ukur tekanan darh,nadi, suhu dan frekuensi pernapasan.
• Tentukan tingkat serta sifat-sifat gangguan kesadaran penderita.
• Lakukan pemeriksaan fisik yang teliti, dan cari gejala-gejala keracunan yang mungkin timbul.
Sebagai contoh :
• Koma yang tenang (kalem) : golongan sedative-hipnotika
• Koma dengan gelisah sampai kejang-kejang : alcohol, INH, maupun insektisida hidrokarbon klorin.
• Adanya luka-luka sekitar mulut : bahan korosif.
• Adanya hipersalivasi, hiper hidrosis, pupil miosis :insektisida fosfat organic (IFO)

Pemeriksaan laboratorium
• Laboratorium rutin (darh, urin, feses, lengkap)tidak banyak membantu.
• Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma sangat membantu diagnosis keracunan IFO (kadarnya menurun sampai di bawah 50 %. Kadar meth- Hb darah : keracunan nitrit. Kadar barbiturat plasma : penting untuk penentuan derajat keracunan barbiturate.
• Pemeriksaan toksikologi :
1. Penting untuk kepastian diagnosis, terutama untuk “visum et repertum”
2. Bahan diambil dari :
- muntuhan penderita / bahan kumbah lambung yang pertama (100 ml)
- urine sebanyak 100 ml
- darah tanpa antikoagulan sebanyak 10 ml.

.PERTOLONGAN PERTAMA.

Sangat tergantung pada cara racun masuk ke dalam tubuh penderita.
A.Racun yang tertelan.
1. Baringkan penderita ditempat datar.
2. Usahakan untuk memuntahkan racun dengan cara :
- Merangsang faring dengan ujung telunjuk , pangkal sendok,
- Dengan memberi minum 15 -30 ml sirupipecac diikuti setengah gelas air minum, pada anak lebih dari 1 thun diberikan 150 cc, sedangkan pada anak 6 bulan sampai 1 tahun,10 cc dan tidak boleh diulang.
- Selanjutnya berikan karbon aktif (norit) sebanyak 25 – 40 gram. Pada anak 1 gram / Kg BB.

Kontraindikasi :
1. Kejang-kejang.
2. Koma.
3. Tertelan bahan korosif.
4. Tertelan bahankorosif (asam atau basa kuat).
5. Tertelan minyak (minyaktanah, bensin, minyak cat atau thinner).

B. Racun yang dihirup.
1. Bawa penderita segera ke udara bebas.
2. Berikan oksigen secepatnya, kalau perlu dilakukan pernapasan buatan.

C. Keracunan melalui kulit.
1. Bersihkan kulit yang terkena dengan air mengalir air keran) atau air pancuran (shower)
2. Selama melepas pakaian,tubuh penderita tetap diguyur dengan air.
3. kulityang terkena disabuni sebersih mungkin.
4. jangan lupa mengeramasi rambut penderita.

D. Keracunan melalui mata.
1. Lipat kelopak mata keluar.
2. Segera bersihkan mata dengan air mengalir sekitar 15 menit.


PENATALAKSANAAN DARURAT UMUM

• Dikerjakan bersama-sama dengan tindakan diagnostic, setelah pertolongan pertama selesai dikerjakan.
• Tujuan piñata laksanaan umum.
- tindakan dasar untuk menyelamatkan kehidupan penderita.
- Mencegah penyerapan racun dengan cara menghambat absorpsi dan menghilangkan racun dari dalam tubuh.
- Menawarkan racun dengan antidotum (bila ada).


I.Resusitasi (ABC).
A. Airway atau jalan napas.
Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lender, gigi palsu, pangkal lidah dan lain-lain. Kalau perlu dengan “Oropharyngealairway”, alat penghisap lender. Posisi kepala ditengadahkan(ekstensi),bila perlu lakukan pemasangan pipa endotrakheal.

B. Breathing = pernapasan.
Jaga agar pernapasantetap dapat berlangsung dengan baik.

C. Circulation = peredaran darah.
Tekanan darah dan nadi dipertahankan dengan infuse D – 5, PZ atau RL, kalau perlu dengan cairan koloid (Expafusin atau Dextran). Bila terjadi “ cardiac arrest’ dilakukan RJP.

II. Eliminasi.
Bertujuan menghambat penyerapan racun,kalau dapatmenghilangkan bahan racun atau hasil metabolismenya dari tubuh penderita.
1. Emesis, merangsang penderita supaya muntah dengan cara :
- mencolok farings dengan telunjuk atau pangkal sendok.
- Minum sirup ipecac 15 – 30 ml., karbon aktif (norit ) baru boleh diberikan setelah emesis terjadi.
Kontraindikasi pemberian ipecac :
• Kesadaran menurun.
• Keracunan bahan korosif.
• Keracunan minyak tanah.
• Obat-obatan konvulsan.

2. Katarsis (“intestinal lavage “), dengan laksans.
Untuk racun yang tidak dapat diserap melalui saluran cerna atau diduga telah sampai di usushalus dan usus tebal.
Kontraindikasi tindakan intestinal lavage :
- keracunan bahan korosif, adanya dugaan kelainan elektrolit.
Bahan laksans yang berbahaya untuk dipakai rutin : laksans iritan, cairan hipertonik, MgSO4.
Beberapa bahan laksans yang dapat dipakai secara aman :
1. -Na. ulfat : 30 gram dalam 20 – 250 ml air (1 gelas)
2. na. fosfat (fleet’s Phospho-soda’) 15 – 60 ml diencerkan sampai seperampatnya.
3. Sorbital / manitol (20 -4 %) : 100 – 20 ml.

3. Kubah Lambung (gastric lavage).
Indikasi :
- Emesis tidak berhasil.
- Keadaran menurun.
- Tidak kooperatif.

Paling efektif bila KL dikerjakan dala 4 jam setelah keracunan.
Kontraindikasi :
- Keracunan bahan korosif.
- Keracunan minyak tanah.
- Keracunan bahan konvulsan.
- Adanya gangguan elektrolit.
KL dilakukan dengan pipa lambung besar no. 22, 32 atau pipa Lavine no. 12. Pada anak dengan ukuran Fr 8 – 12. Pemberian cairan untuk KL tidak bo
Boleh terlalu banyak, karena dapat menambah kecepatan penyerapan obat yang telah masuk.
Komplikasi KL :
- Aspirasi pneumonia.
- Perforasi.
- Perdarahan.
- Trauma psikis.
- Gagging dan cardiac arrest.


Catatan ;Emesis, Katarsis, dan Kumbah Lambung hanya dilakukan pada keracunankurang dari 4 jam. Pada koma derajat sedang sampai brat (tingkat III –IV), juga pada keracunan minyak tanah atau bensin, KL dikerjakan dengan bantuan pipa endotrakeal berbalon, untuk mencegh pneumonia aspirasi.



TIPS & TRIK EKSTRIM MELAMAR PEKERJAAN

MEMBUAT WEBSITE ITU GAMPANG

BUAT WEBSITE SENDIRI ONLINE & GRATIS

Monday, 13 July 2009

Sirkumsisi (lebih dikenal dengan istilah Sunat atau Khitan)


Pendahuluan

A. Batasan

Sirkumsisi (lebih dikenal dengan istilah Sunat atau Khitan) merupakan tindakan pembuangan dari sebagian atau seluruh kulup (prepisium) penis dengan tujuan untuk kesehatan atau lainnya.

B. Indikasi dilakukannya tindakan sirkumsisi adalah :
1. Anjuran Agama.
2. Sosial.
3. Karena pertimbangan Medis, antara lain: fimosis(lubang kulupyang kecil sehingga mengganggu dan menimbulkan sakit saat kencing, parafimosis (keadaan dimana kulup / preputium tidak bisa ditarik kedepan dan menjepit batang penis), pencegahan agar tidak terjadi tumor karena terkumpulnya smegma, kondiloma akuminata.

C. Kontra indikasi dilakukan sirkumsisi, adalah :

1. Terjadinya Hipospadia yang terjadi sejak lahir / congenital, yaitu lubang uretra yang terbentuk berada dibawah penis,sehingga perlu dilakukan tindakan bedah dengan menggunakan prepusium sebagai flap uretroplasti
2. Penyakit kelainan darah dan Hemofili
3. Penyakit diabetes.


D. Anatomi dari Penis :

Struktur penis yang penting dan harus diketahui adalah:
1. ada 2 buah korpus kavernosum, yang terletak di bagian dorsal penis.
2. Satu buah korpus spongiosum yang terletak di bagian ventral.
3. pembuluh darai Arteri dan saraf nervus dorsalis penis, yang berada dibawah fasia Buck.
4. Fasia buck yang membungkus korpus kavernosum, korpus spongiosum dan struktur lainnya
5. bagian Uretra psrs spongiosa yang teletak di dalam korpus kavernosum

Sebelum melakukan tindakan Sirkumsisi, yang harus diketahui adalah kondisi pasien.

Pasien harus dipersiapkan telebih dahulu, antara lain :

1. Bila pasien sudah besar, maka dilakukan pencukuran rambut fubis terlebih dahulu.
2. Melakukan pendekatan terhadap anak terlebih dahulu, agar anak bisa kooperatif saat dilakukan tindakan.
3. Menanyakan riwayat penyakit anak, bila ada riwayat alergi obat atau lainnya.
4. Menjelaskan kepada orang tua anak mengenai tindakan yang akan dilakukan.
5. Memberikan salep anastesi local /Amla, xylocain spray pada penis anak satu jam sebelum tindakan, agar saat dilakukan injeksi anastesi tidak terlalu sakit.

Persiapan Alat yang harus disediakan :

1. 4 buah klem arteri, (lurus dan berujung panjang.
2. 1 buah Needle holder.
3. 1 buah klem Kocher dan tang.
4. 1 buah Pinset cirurgis.
5. 1 buah Pinset Anatomis.
6. 1 buah Gunting Mayo lurus.
7. 1 buah gunting Mayo lengkung.
8. 6 buah klem Musquito lengkung.
9. 2 buah klem Halstead lengkung.
10. 1 buah Gagang pisau no.3
11. 2 buah Kom tempat betadine dan Alkohol

Bahan Yang diperlukan :

1. Catgut no. 2-0 atau 3-0 (round body dengan jarum).
2. Lidocaine 3 % secukupnya.( dalam ampul)
3. Hand scun sesuai ukuran.
4. Kassa steril secukupnya.
5. sufratulle atau yang sejenisnya.
6. Betadine sol 1 buah.
7. Spuit 3 ml 1 buah.Needleno. 26 1 buah.
8. Salep Antibiotik 1 buah.
9. Salep bioplacenton ( bila sirkumsisi menggunakan tehnik Cauter)
10. Alkohol .
11. Plester.


Persiapan Sirkumsisi :

1. Lakukan tindakan septic dan antiseptic, dengan membersihkan daerah penis
menggunakan betadine Sol dari arah dalam dengan memutar keluar.
2. Oles penis dengan kasa alcohol sebelum dilakukan anastesi.
3. Pasang kain duk bolong untuk mempermudah tindakan dan membatasi daerah steril.
4. Lakukan suntikan blok saraf didaerah Nervus Dorsalis, tegak lurus di pangkal penis, sampai terasa seperti menembus kertas / berarti telah menembus fasia buck.
Lakukan aspirasi untuk meyakinkan bahwa suntikan tidak masuk ke pembuluh darah.lalu suntikan zat anastesi 1 – 3 ml.
5. Lakukan suntikan Infiltrasi pada prenulum dibawah penis (ring block), lakukan aspirasi dan bila tidak ada darah, suntikan zat anastesi 1 – 2 ml.
6. Tunggu efek maksimal anastesi (kira-kira 5 menit, bila sudah mulai bekerja dapat dilakukan melepaskan perlengketan prepusium dengan hati-hati.
7. Bersihkan gland penis dari smegma dengan kassa steril.
8. Oleskan betadine sol didaerah glan penis.


Macam-macam Tehnik Sirkumsisi.

A. Tehnik operasi Dorsumsisi.

Tahapan tindakan

:1. Prepusium dijepit pada lokasi jam 11, 1 dan jam 6.
2. Prepusium diinsisi diantara jam 11 dan jam 1 kearah sulkus koronarius glandis,dan
sisakn mukasa –kulit kira-kira 2 – 3 mm dari bagian distal sulkus, kemudian buat
tali kendali.
3. Lakukan insisi secara melingkar kea rah kira dan kanan sejajar dengan sulkus.
4. Pada bagian frenulum (di bawah penis) insisi dibuat agak meruncing.
5. Lakukan pengikatan pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan.
6. Buat tali kendali di jam 3 dan jam 9.
7. Lakukan penjahitan di frenulum antara mukosa dengan kulit membentuk angka 8.
8. Lakukan penjahitan mukosa – kulit di sekeliling penis.
9. Beri salep antibiotic di sekeliling luka.
10. Beri Sufratulle di sekeliling luka.
11. Tutup luka dengan kassa steril dan diplester.


B. Tehnik Operasi Guillotine / klasik.
Adalah tehnik sirkumsisi dengan cara dilakukan penjepitan antara prepusium secara melintang pada sumbu panjang penis, kemudian prepusium yang berada diatas klem dipotong,

Tahapan tindakan :

1. Setelah prepusium dipotong, lakukan pengikatan pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan.
2. Lakukan penjahitan di frenulum antara mukosa dengan kulit membentuk angka 8.
3. Lakukan penjahitan mukosa – kulit di sekeliling penis.
4. Beri salep antibiotic di sekeliling luka.
5. Beri Sufratulle di sekeliling luka.
6. Tutup luka dengan kassa steril dan diplester


C. Tehnik Operasi dengan Cauter.
Adalah tindakan sirkumsisi dengan menggunakan alat cauter(sekarang sudah tersedia dengan berbagai Merk).Kelebihan alat tersebut adalah hampir tidak terjadi perdarahan, karena pemotongan prepusium dilakukan dengan menggunakan mata cauter yang membara, sehingga akan langsung menghentikan perdarahan.

Tahapan Tindakan :

1. Batasi gland penis dan prepusium yang akan dipotong dengan menjepit menggunakan Klem peans lurus panjang sehingga pada saat dicauter tidak akan mengenai gland penis.
2. Lakukan pemotongan prepusium dengan mata cauter secara hati-hati.
3. Olesi dengan Bioplacenton luka bekas Cauter, karena ini merupakan luka bakar.
4. Lepaskan klem, dorong penis secara hati-hati sampai gland penis terlihat.
5. lakukan penjahitan di sekeliling
6. Lakukan penjahitan mukosa – kulit di sekeliling penis.
7. Beri salep antibiotic di sekeliling luka.
8. Beri Sufratulle di sekeliling luka.
9. Tutup luka dengan kassa steril dan diplester


TIPS & TRIK EKSTRIM MELAMAR PEKERJAAN

MEMBUAT WEBSITE ITU GAMPANG

BUAT WEBSITE SENDIRI ONLINE & GRATIS

Wednesday, 8 July 2009

Pengkajian Terhadap Pasien Trauma


Tujuan
Untuk mengidentifikasi dan mengkaji pasien yang datang dengan cedera traumatic.

Indikasi.
Pasien datang dengan tersangka menderita cedera traumatic.

Peralatan.
Penlight, pencatat trauma.

Prosedur
1.Melakukan pemeriksaan primer :
Pemeriksaan primer merupakan pengkajian awal yang dilakukan oleh perawat UGD.
Keadaan yang mengancam keselamatan jiwa diidentifikasi pertama kali, dan
penatalaksaan secara bersamaan mulai diberikan ;

a.Mempertahankan jalan napas dan imobilisasi servikal spinal adalah prioritas
utama dalam perawatan trauma.
Upaya untuk mempertahankan jalan napas dimulai dengan melakukan jaw trust-chin
lift dan mengeluarkan darah, muntahan, atau kotoran lain untuk membebaskan
jalan napas.

Tipe kebutuhan akan jalan napas pasien ditentukan oleh
status jalan napas pasien. Pemasangan jalan napas oral atau nasal adalah tindakan
tepat bila terdapat masalah jalan napas.
Dilakukan intubasi endotrakeal atau krikotirotomi bila patensi jalan napas
pasien tidak dapat dipertahankan.
Perhatian khusus diberikan terhadap adanya kemungkinan cedera servikal
spinal dan pencegahan terhadap kerusakan yang berlanjut dengan menghindari
hyperfleksi atau hyperekstensi leher.

b. Kaji pernapasan pasien dengan merasakan aliran udara dari mulut dan hidung
pasien.
Dada pasien dibuka untuk mengobservasi adanya usaha pasien untuk bernapas dan
observasi ekspansi simetris bilateral dada.

Lakukan auskultasi terhadap bunyi napas atau suara menghisap pada dinding dada
yang terbuka.
Bila pasien mengalami pernapasan inadekuat, lakukan bantuan napas dengan
ventilasi buatan dengan aliran oksigen yang tinggi.

c. Curah jantung dikaji lebih awal dengan melakukan palpasi nadi terhadap
intensitas atau kekuatan, kualitas, dan
Keteraturan. Adanya nadi perifer menandakan tekanan darah sistolik minimal
8 mm Hg.

2. Melakukan pemeriksaan sekunder :

a. Tengkorak dan wajah diperiksa untuk mengetahui adanya cedera seperti fraktur, trauma pada permukaan, atau karena benda tajam. Mata harus diperiksa terhadap gerakan ekstraokuler, perubahan penglihatan, dan hemoragi subkonjungtiva. Respon dan ukuran pupil dievaluasi kembali. Telinga dan hidung diperiksa untuk mengetahui adanya perdarahan atau kebocoran cairan spinal. Mulut pasien harus dievaluasi untuk mengetahui adanya gigi yang lepas atau maloklusi.

b. Leher harus dipalpasi dan dilihat setelah imobilisasi lengkap. Observasi terhadap trauma, deviasi trakeal, edema, patensi jalan napas, dan distensi vena leher. Lakukan palpasi sepanjang tulang belakang untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan empisema kutaneus.


c. Observasi dada terhadap adanya trauma permukaan, pergerakan paradoksal dinding dada, dan retraksi kostal. Palpasi terhadap nyeri tekan, fraktur, dan krepitus. Lakukan auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi napas dan bunyi jantung abnormal atau lemah. Periksa kembali nadi dan upaya bernapas untuk mengetahhui perubahan dari pengkajian primer. Evaluasi tekanan darah dan irama jantung.

d. Inspeksi abdomen untuk mengetahui adanya trauma permukaaan, luka ke dalam atu luka terbuka, dan distensi. Lakukan auskultasi bunyi usus pada empat kwadran sebelum dilakukan palpasi. Palpasi abdomen mengacu pada qadanya kekakuan, guarding, nyeri tekan, dan nyeri. Pasien tersangka menderita cedera abdomen dan gangguan tingkat kesadaran mungkin memerlukan lavase peritoneal, tomografi komputerisasi, atau laparotomi eksplorasi untuk menangani cedera intra abdominal. Pemasangan NGT dilakukan untuk memeriksa adanya darah dalam lambung. Kateterisasi uretral mengobservasi dan urinalisis untuk gross hematuri membantu dalam mengevaluasi cedera genitalia.


e. Observasi terhadap edema jaringan, hematoma, atau adanya massa suprapubik pada pelvis dan genitalia. Palpasi pelvis untuk mengetahui adanya ketakstabilan tulang. Pemeriksaan rectum dilakukan untuk mengetahui adanya perdarahan, lokasi prostate, dan tekanan spingter. Observasi terhadap adanya trauma testicular, dan lihat adanya darah pada meatus penile.

f. Evaluasi ekstrimitas terhadap adanya cedera dengan menginspeksi adanya deformitas atau kontusio. Palpasi terhadap adanya nyeri tekan atau kriptus. Indikasi lain adanya trauma musculoskeletal meliputi menurunnya kekuatan, pergerakan yang salah, dan pembengkakan. Adalah penting untuk mengevaluasi kembali esktrimitas secara teratur terhadap warna, pergerakan, dan sensasi. Nadi perifer dan warna kulit harus dibandingkan. Kemungkinan adanya fraktur harus dilakukan splint, imobilisasi, dan di evaluasi dengan rontgen.


g. Semua pasien dengan trauma harus diperiksa secara posterior. Punggung pasien harus dievaluasi untuk mengetahui kelainan yang sama seperti yang didapat saat pemeriksaan sekunder.

h. Evaluasi ulang terhadap tingkat kesadaran dan reaksi serta ukuran pupil sangat penting. Kemudian pemeriksaan nuerologis lebih dalam meliputi respon sensorik dan motorik dari ekstrimitas dilakukan.


Submit Your Site To The Web's Top 50 Search Engines for Free!

Tuesday, 7 July 2009

Pemberian Oksigen Pada Pasien

Pemberian oksigen selalu diperlukan bila keadaan penderita buruk.
Indikasi pemberian oksegen adalah antara lain :
- pada saat resusitasi jantung paru (RJP)
- setiap penderitatrauma berat.
- Setiap nyeri pre-kordial.
- Gangguan paru seperti asthma, COPD.
- Gangguan jantung seperti decompensasi cordis.
Pemberian oksigen tidak perlu disertai alat pelembab (humidifier) karena pemberian singkat.

Cara pemberian oksigen dapat dengan :
a. Kanul hidung (nasal canule).
Kanul hidung lebih dapat ditolerir oleh anak-anak, face mask akan ditolak, karena merasa dicekik. Orang dewasa juga kadang kadang menolak face mask karena dianggap mencekik. Kekurangan kanul hidung adalah dalam konsentrasi oksigen yang dihasilkan.
Pemberian oksigen melalui kanul tidak bisa lebih dari 6 liter/menit karena tidak berguna untuk meningkatkan konsentrasi dan iritatif untuk penderita.
b. Face mask (rebreathing mask)..
Masker dengan lubang pada sisinya.
Pemakaian face mask dalam pemberian oksigen lebih baik dibandingkan kanul hidung, karena konsentrasi oksigen yang dihasilkannya lebih tinggi..
c. Non Rebreathing Mask.
Pada face mask dipasang reservoir oksigen yang mempunyai katup. Bila diinginkan konsentrasi oksigen yang tinggi, maka rebreathing mask paling baik.

Konsentrasi oksigen menurut cara pemberian :
Udara bebas : 21 %
Kanul hidung dengan O2 2ltr/menit (LPM) : 24 %
Kanul hidung dengan O2 6 LPM : 44 %
Face mask (rebreathing 6 – 10 LPM) : 35 – 60%
Non rebreathing mask ( 8 – 12 LPM) : 80 – 90 %


TIPS & TRIK EKSTRIM MELAMAR PEKERJAAN

Sunday, 28 June 2009

Pengelolaan pada pasien Cedera Kepala


1. Fraktur Servikal.
Pada pasien dengan cedera kepala harus selalu diwaspadai adanya fraktur Servikal.

2. Airway dan Breathing.
Gangguan airway dan breathing sangat berbahaya pada trauma kapitis karena akan dapat menimbulkan hipoksia atau hiperkarbia yang kemudian akan menyebabkan kerusakan otak sekunder.

3. Circulation. Gangguan sirkulasi (syok) akan menyebabkan gangguan perfusi darah ke otak yang akan menyebabkan kerusakan otak sekunder. Dengan demikian syok dengan trauma kapitis harus dilakukan penanganan dengan agresif.

4. Disability.
Selalu dilakukan penilaian GCS, pupil dan tanda lateralisasi yang lain.
Penurunan kesadaran dalam bentuk penurunan GCS lebih dari 1, menandakan perlunya konsultasi bedah syaraf dengan cepat.

Penilaian Kesadaran . Penurunan kesadaran dinilai memakai Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan keharusan untuk dikuasai oleh setiap paramedik.

GCS memakai 3 komponen, yakni : Eye, Verbal dan Motorik.

Eye
4. Membuka mata spontan.
3. Membuka mata bila diajak berbicara.
2. Membuka mata bila dirangsang dengan nyeri.
1. Tidak ada respon.

Verbal.
5. Berbicara normal.
4. Berbicara mengacau.
3. Berbicara tidak jelas.
2. Hanya suara yang keluar.
1. Tidak ada respon.

Motorik.
6. Bergerak mengikuti perintah.
5. Bergerak terhadap nyeri, dan dapat melokalisir nyeri.
4. Bergerak menjauh terhadap rangsang nyeri.
3. Terhadap rangsangan bereaksi dengan gerak fleksi.
2. Bereaksi rangsangan dengan gerak ekstensi.
1. Tidak ada respon.

Thursday, 25 June 2009

Mengangkat Benda Asing Dalam Mata

Macam-macam benda asing yang dapat masuk mata. Benda asing yang masuk mata dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu : 1. Benda logam, antara lain emas, perak, platina, tantallum, timah timah, seng, nikel, aluminium, tembaga, besi. Benda logam ini terbagi lagi menjadi : benda logam magnit dan benda logam bukan magnit. 2. Benda bukan logam, antara lain batu, kaca, porselin, karbon, bahan tumbuh-tumbuhan, bahan pakaian, dan bulu main. Benda inert yaitu benda yang terdiri dari bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi jaringan mata ataupun kalau ada reaksinya sangat ringan dan tidak menganggu fungsi mata. Contoh : emas, perak, platina, batu, kaca, porselin, macam-macam plastik tertentu. Kadang-kadang benda inert memberikan reaksi mekanik yang mungkin dapat mengganggu fungsi mata. Sebagai contoh : pecahan kaca di dalam sudut bilik mata depan akan menimbulkan kerusakan pada endotel kornea sehingga mengakibatkan edema kornea yang akan mengganggu fungsi penglihatan.Benda reaktif yaitu benda yang menimbulkan reaksi jaringan mata sehingga mengganggu fungsi mata. Contoh : timah hitam, seng, nikel, alumuminium, tembaga, kuningan, besi, tumbuhan, bahan pakaian, dan bulu ulat. Penanganan. Tindakan penanganan terhadap benda asing pada permukaan mata antara lain : memberikan anestetik tetes mata, benda yang lunak biasanya hanya menempel saja pada permukaan mata sehingga untuk mengeluarkannya cukup dengan kapas steril. Benda yang keras biasanya mengakibatkan suatu luka. Pengeluarannya memakai pengangkat gram bermagnet secara hati-hati untuk menghindari kemungkinan perforasi. Setelah benda asing dikeluarkan, mata dibilas dahulu dengan larutan garam fisiologik sampai bersih. Kemudian mata diberi tetes midriatik ringan berupa skopolamin 0,25% atau homatropin 2% dan juga antibiotik lokal. Mata ditutup dengan kasa steril sampai tidak terdapat tanda-tanda erosi kornea.

Sunday, 21 June 2009

Mengangkat Benda Asing didalam Hidung

Anak yang berumur antara 2 sampai 4 tahun seringkali memasukkan benda-benda asing yang ditemukan dan dijangkaunya ke dalam hidung atau ke mulutnya. Benda-benda itu dapat berupa biji-bijian, manik, gulungan kertas ataupun apa saja yang dianggapnya menarik. Seringkali ibu atau orang disekitarnya tidak mengetahui keadaan itu, sehingga setelah beberapa hari terdapat gejala berupa hidung tersumbat, banyak ingus serta berbau, kadang-kadang disertai demam. Pada pemeriksaan tampak sebelah hidung penuh dengan mukopus, sehingga disangka suatu sinusitis. Dalam hal ini meskipun diberikan antibiotik selama seminggu tidaklah akan sembuh, sebelum benda asingnya dikeluarkan. Cara mengeluarkan benda asing dari dalam hidung ialah dengan pengait (haak) yang dimasukkan ke dalam hidung bagian atas, sampai menyentuh nasofaring. Setelah itu pengait di turunkan sedikit dan ditarik ke depan, dengan cara ini benda asing itu akan ikut terbawa ke luar.

Epistaksis (Perdarahan hidung)

Epistaksis sering ditemukan sehari-hari, dan mungkin hampir 90% dapat berhenti dengan sendirinya (spontan) atau dengan tindakan sederhana yang dilakukan oleh pasien sendiri dengan jalan menekan hidungnya. Pada epistaksis berat, walaupun jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal, bila tidak ditolong dengan tepat. Etiologi Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan umum (kelainan sistemik). Sebab-sebab lokal

a. Trauma.
Epistaksis dapat terjadi setelah trauma ringan, misalnya waktu mengeluarkan ingus dengan kuat, bersin, mengorek hidung atau akibat trauma yang hebat, seperti terpukul, jatuh dan sebagainya. Selain dari itu iritasi oleh gas yang merangsang, benda asing di hidung dan trauma pada pembedahan, dapat juga menyebabkan epistaksis.

b. Infeksi
Infeksi hidung dan sinus paranasal, seperti rinitis, serta granuloma spesifik, sifilis, lupus, lepra dapat menyebabkan epistaksis.

c. Neoplasma.
Hemangioma, karsinoma serta angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis berat.
D. Kelainan kongental.
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan teleangiektasis herediter.

Sebab-sebab sistemik.
A. Penyakit kardiovaskular.

Hipertensi dan kelainan pembuluh darah.
b. Kelainan darah. Misalnya trombositopenia, hemofilia, leukimia.
c. Infeksi. Demam tifoid, influensa dan morbili dapat menyebabkan epistaksis, yang paling sering ialah demam berdarah.
d. Perubahan tekanan atmosfir.
e. Gangguan endokrin. Pada wanita hamil, menstruasi, menopause sering terjadi epistaksis.

Sumber Perdarahan. Pada umumnya terdapat 2 sumber perdarahan, yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior.

Terapi.
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi, dan mencegah berulangnya epistaksis.
1. Menghentikan perdarahan.



Menghentikan perdarahan secara aktif, seperti kaustik dan pemasangan tampon, lebih baik daripada pemberian obat hemostatik sambil menunggu epistaksis dengan sendirinya. Jika pasien datang dengan epistaksis datang, maka pasien harus diperiksa dalam posisi duduk, tetapi bila sudah lemah, dengan meletakkan bantal di belakang punggungnya. Dengan bantuan alat penghisap untuk membersihkan hidung dari bekuan darah. Dicari sumber perdarahan, beri tampon yang telah dibasahi dengan adrenalin, masukkan ke dalam rongga hidung.







Wednesday, 17 June 2009

Infark Miokard Akut


Adalah kematian jaringan miokard jantung yang disebabkan oleh terhentinya aliran darah koroner.
Faktor-faktor Resiko : Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya aterosklerosis koroner pada individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah.

A.Faktor yang tidak dapat dirubah :

1. Usia, kerentanan aterosklerosis koroner meningkat dengan bertambahnya usia.
2. Jenis kelamin, wanita agak relatif kebal terhadap penyakit ini sampai setelah menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya dengan pria.
3. Ras,orang Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih.
4.Riwayat keluarga, riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur.

B. Faktor resiko yang dapat dirubah :
Faktor-faktor resiko yang dapat dirubah terdiri dari faktor resiko mayor (yaitu peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa) dan faktor minor (yaitu gaya hidup yang kurang bergerak, stres psikologis, dan tipe kepribadian).

1. Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini.

2. Hipertensi, merupakan peningkatan tekanan darah sistolik (> 140 mmHg) dan/atau diastolik (> 90 mmHg).

3. Merokok, resiko merokok tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari, yang diduga menjadi penyebab ada pengaruh nikotin terhadap pelepasan katelolamin oleh sistem saraf otonom.

4. Penyakit Diabetes Mellitus, penderita diabetes cenderung memiliki prevalensi aterosklerosis yang lebih tinggi.

5. Gaya hidup yang kurang bergerak, berperan pada timbulnya penyakit jantung koroner.

6. Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.

7. Tipe kepribadian, pola tingkah laku tipe A memiliki hubungan menarik dengan proses aterogenetik yang dipercepat. Kepribadian yang termasuk dalam tipe A adalah mereka yang memperlihatkan persaingan yang kuat, ambisius, agresif dan merasa diburu waktu.

Sunday, 3 May 2009

INTUBASI ENDOTRAKEAL


Tujuannya adalah untuk menegakkan patensi jalan napas
Indikasi : 
Kebutuhan akan ventilasi mekanik 
Kebutuhan higienepolmunerKemungkinanKomplikasi
Kemungkinan aspirasi 
Kemungkinan obstruksi jalan napas bagian atas
Pemberian anestesi

Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi yang absolute, namun demikian edema jalannapas bagian atas yang buruk atau fraktur dari wajah dan leherdapat memungkinkan dilakukan intubasi

Kemungkinan Komplikasi
• Memar, laserasi, dan abrasi
• Perdarahan hidung (dengan intubasi nasotrakeal)
• Obstruksi jalan napas (herniasi manset, tube kaku)
• Sinusitis(dengan nasotrakeal tube)
• Ruptur trakeal
• Fistula trakeoesofageal
• Muntah dengan aspirasi,gigi copot,atau rusak
• Disritmia jantung 

Peralatan

• ETT dalam berbagai ukuran
• Stylet (sejenis kawatyang dimasukkan ke dalam kateter atau kanula dan menjaga kanula tersebut agar tetap kaku/tegak)
• Laringoskop, bengkok dan berujung lurus
• Forsep Macgill (hanya untuk intubasi nasotrakeal)
• Jelli anestesi
• Kasa busa 4 x 4
• Spuit 10 ml
• Jalan napas orofaringeal
• Resusitasi bag dengan adapter dan masker yang dihubungkan dengan tabung oksigen dan flow meter
• Suction
• Kanul penghisap dengan sarung tangan
• Ujung penghisap tonsil Yankauer
• Plester 1 cm
• Mesin monitor jantung
• Peralatan henti jantung


 Prosedur
1. Ingatkan ahli terapi pernapasan, dan siapkan alat ventilator atas set oksigen seperti yang dianjurkan dokter.
2. Jelaskan prosedur pada pasien, jika mungkin. Pasang restrain jika diperlukan.
3. Yakinkan bahwa pasien mendapatkan terapi intravena yang stabil.
4. Tempatkan peralatan hentijantung di sisi tempat tidur. 
5. Periksa untuk meyakinkan bahwa peralatan penghisap (suction) danambu bag sudah tersedia dan berfungsi dengan baik. Hubungkan ujung penghisap Yankauer pada sumbernya.
6. Jika pasien tidak dalam monitor jantung, hubungkan pada monitor atau EKG. 
7. Pindahkan alas kepala dan tempatkan pasien sedekat mungkin dengan bagian atastempat tidur. Pasien harus dalam posisi sniffing, leher dalam fleksi dengankepala eskstensi. Hal inidapat dicapai dengan menempatkan 2-4 inci alas kepala dileher belakang.
8. Siapkan laringoskop.
9. Siapkan ETT, dan kembangkan manset / balonnya untuk mengetahui adanya kebocoran dan pengembangan yang simetris. 
10. Basahi ujung distaldari ETT dengan jelli anestetik.  
11. Masukkanstylet ke dalam tube, yakinkan untuk tidak menonjolkan keluar dari ujung ETT.
12. Persiapan untuk memberikan obat-obatan IV (diazepam)
13. Pegang dengan bagian probe dan stylet pada tempatnya, laringoskop dengan posisi mengarah jalan napas orofaringeal.  
14. Observasi dan berikan dukungan pada pasien. Pertahankan terapi IV dan awasi adanyadisritmia.
15. Berikan tekanan pada krikoid selama intubasi endottrakeal untuk melindungi regurgitasi isi lambung. Temukan kartilago krikoid dengan menekan raba tepat di bawah kartilago tiroid (Adam apple). Bagian inferior yang menonjol kea rah kartilago adalah krikoid kartilago.Berikan tekananpada bagian anterolateral dari kartilago tepat sebelah lateral dari garis tengah, gunakan ibu jari dan telunjuk. Pertahankan tekanan sampai manset endotrakeal dikembangkan.
16. Setelah ETT pada tempatnya, kembangkan manset denga isi yang minimal sebagai berikut;
1. Selama inspirasi (bag resusitasi manual atau ventilatory) masukkan dengan perlahan udara ke dalam garis manset. Tahan manset yang telah dikembangkan selama siklus ekspirasi.
2. Ulangi dengan perlahan pengembangan mansetselama siklus inspirasi tambahan.
3. Akhiri mengembangkan manset bila kebocoran sudah terhenti.
17. Lakukan penghisap dan ventilasi.
18. Untuk memeriksa posisi ETT, lakukan auskultasi bunyi napas.
19. Fiksasi ETT pada tempatnya.

Tindak lanjut
Pastikan bahwa ETT telah terfiksasi dengan baik dan pasien mendapat ventilasi yang adekuat, kaji sumber oksigen atau ventilator.